Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mendorong subsektor migas berkontribusi pada pengurangan emisi karbon, antara lain, melalui penggunaan teknologi CCS/CCUS.
Transisi energi dari energi fosil menuju energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan menjadi tren global. Pemerintah Indonesia berkomitmen dalam pemenuhan net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat dari itu. Berbagai kebijakan untuk mencapai NZE telah ditentukan.
Salah satu strategi pengurangan emisi karbon di subsektor migas adalah penerapan carbon capture and storage/carbon capture, utilization and storage (CCS/CCUS) pada kegiatan usaha hulu migas.
Penurunan emisi karbon pada subsektor migas ini bukan hal yang mudah. Di satu sisi, pemerintah berkomitmen mencapai NZE pada 2060. Di sisi lain, pemerintah juga menargetkan peningkatan produksi minyak sebanyak 1 juta barel per hari dan gas bumi 12 BSCFD pada 2030.
Sekarang pemanfaatan teknologi CCS/CCUS semakin banyak dikembangkan di sejumlah lapangan minyak dan gas bumi di Indonesia. Hal ini mendorong Kementerian ESDM untuk memperluas potensi kerja sama dengan berbagai pihak. “Skema kerja sama yang dikembangkan cukup luas, tidak hanya sekadar menyimpan CO2 di lapangan migas, tetapi juga hub-clustering sehingga bisa lebih luas mengakomodasi berbagai bentuk kerja sama skema bisnis dalam penanganan climate change,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji pada webinar “Transisi Energi Menuju Pembangunan Berkelanjutan”, 17 Februari 2022.
Tutuka merinci, ada tiga potensi kerja sama CCS/CCUS. Pertama, pengembangan CCS/CCUS hub and clustering regional CO2 management, di mana beberapa emisi dengan ‘hub’ sumber emisi CO2 yang terhubung dengan beberapa ‘clustered’ penyerap CO2 di suatu wilayah. Kedua, pengembangan pemanfaatan CO2 untuk menghasilkan methanol. Dan ketiga, pengembangan blue hydrogen dan blue ammonia + CCS.
Saat ini, Kementerian ESDM tengah mengodok regulasi CCS/CCUS dan diharapkan rampung pada pertengahan 2022. CCS/CCUS ini tidak hanya dapat menurunkan emisi, tetapi juga meningkatkan produksi migas, melalui enhanced oil recovery (EOR) atau enhanced gas recovery (EGR).
Kerja sama pengembangan CCS/CCUS dalam kegiatan usaha migas merupakan salah satu bagian dari regulasi CCS/CCUS yang saat ini tengah digodok dan diharapkan dapat secepatnya rampung. Ruang lingkup regulasi ini terdiri dari aspek teknis, skenario bisnis, aspek hukum, dan aspek ekonomi.
Hal-hal yang diatur dalam aspek teknis, antara lain, penangkapan, transportasi, injeksi, penyimpanan dan monitoring, pengukuran, pelaporan dan verifikasi. Selain itu, penetapan tujuan, spesifik lokasi, berdasarkan standar acuan dan praktek engineering (keteknikan) yang baik.
Skenario bisnis, antara lain, berdasarkan kontrak bagi hasil blok migas, sumber emisi CO2 tidak hanya berasal dari migas tetapi juga dari industri-industri lainnya melalui B to B dengan kontraktor migas. Aspek lainnya adalah hukum, seperti proposal CCS/CCUS sebagai bagian dari rencana pengembangan lapangan (PoD), pengalihan tanggung jawab dan sebagainya.
Sedangkan aspek ekonomi, antara lain, mengatur potensi pendanaan pihak ketiga, potensi monetisasi kredit karbon berdasarkan Perpres nomor 98 tahun 2021, serta pemisahan kredit karbon dalam kontrak bagi hasil.
Sebagai informasi, total emisi CO2 dari sektor penyediaan minyak dan gas bumi diperkirakan sebesar 1,1 gigaton CO2. Kapasitas CO2 di depleted oil and gas baru terpakai 52,6% apabila seluruh emisi diinjeksikan ke depleted oil and gas reservoir.
Saat ini teknologi CCS/CCUS telah dikembangkan di sejumlah lapangan migas, antara lain, Lapangan Gundih, Sukowati, Sakakemang, East Kalimantan, hingga rencana project CO2-EGR di Lapangan Tangguh. Ketiga proyek tersebut mampu menyimpan potensi CO2 kurang lebih 43 juta ton.
Penerapan CCUS dan EGR di Lapangan Gundih di Cepu, Jawa Tengah, menggandeng JANUS, J-Power dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Kajian CO2-EOR Sukawati oleh Pertamina EP, kajian CO2-EOR Limau Niru dan Blok Tangguh serta MRV Methodology for CCUS/CO2-EOR by Japex & CoE CCS/CCUS LEMIGAS 5. CO2 Source-Sink Match by COE CCS/CCUS ITB & JANUS.
Sejumlah proyek potensial lainnya, antara lain, pengembangan proyek CCS/CCUS untuk Banggai Ammonia Plant di Sulawesi Tengah oleh Panca Amara Utama, JOGMEC, Mitsubishi dan ITB. Proyek CCS Study di Sakakemang oleh Repsol, CCS/CCUS di Lapangan Abadi oleh Inpex hingga Blue Ammonia Production menggunakan sequestration CO2 oleh Toyo Engineering Corporation, Pupuk Kalimantan Timur, dan Pertamina Hulu Indonesia.
ExxonMobil bekerja sama dengan Pertamina juga membangun teknologi CCS/CCUS Merela mengadopsi tipe yang saat ini dikembangkan oleh Australia dengan biaya USD100 per ton. Belum lama ini SKK Migas juga baru saja memberikan persetujuan plan of development (POD) Lapangan Ubadari dan Vorwata EGR di wilayah kerja Berau, Muturi, dan Wiriagar yang dioperasikan BP Berau Ltd. Meskipun telah disetujui pada 2021, belum dapat mempraktikkan, lantaran masih harus menunggu aturan mainnya dari level kementerian.
"Indonesia harus segera membuat prototipe CCS/CCUS yang kemarin direncanakan dibangun ExxonMobil yang menggandeng PT Pertamina, di mana untuk tipe di Australia harganya masih tinggi yaitu USD100 per ton. Namun dengan teknologi baru yaitu pencampuran hidrogen dan ammonia, maka biaya CCS/CCUS bisa ditekan ke USD25 per ton,” kata Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto selaku keynote speaker dalam webinar nasional, “Transisi Energi Menuju Pembangunan Berkelanjutan” yang menjadi rangkaian dari Presidensi G20 Indonesia.
Airlangga menegaskan, pengembangan dan pemanfaatan teknologi CCS/CCUS akan diterapkan dalam kegiatan usaha migas dan batu bara untuk menekan emisi karbon. "Selain memanfaatkan CCS/CCUS, juga pembatasan flaring dalam kegiatan migas dan optimalisasi gas bumi untuk rumah tangga dan transportasi,” ujarnya dilansir dari situs resmi Ditjen Migas.
Dengan pengembangan teknologi-teknologi semacam ini, Airlangga berkeyakinan, roadmap transisi energi dapat tercapai dalam waktu singkat. Presiden Joko Widodo, kata dia, juga telah mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 98 tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Pengesahan ini disampaikan oleh Presiden RI dalam pertemuan Conference of the Parties (COP) 26 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Glasgow, UK.
"Penetapan aturan ini menjadi acuan agar investasi teknologi rendah karbon di berbagai sektor harus terus didorong," ucapnya.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari