Jakarta, InfoPublik - Pemerintah Indonesia mendukung upaya strategis global dalam menekan emisi gas karbon di subsektor batubara, melalui pemanfataan teknologi dan energi baru dan terbarukan (EBT).
Langkah itu diharapkan dapat berkontribusi terhadap pencapaian target emisi nol bersih atau Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060 atau lebih cepat sejalan dengan agenda Energy Transitions Working Group (ETWG) Presidensi G20 Indonesia.
"Dalam beberapa tahun mendatang penggunaan batubara akan kalah pamor dengan EBT sebagai bagian dari proses transisi energi," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, saat memberikan sambutan pada kick off meeting High Level Advisory Group (HLAG) Coal in the Global Net Zero Transition secara virtual, seperti dikutip dari laman Kementerian ESDM, Jumat (1/7/2022).
Kementerian ESDM sendiri, sambung Arifin, tengah menyiapkan empat strategi dalam mereduksi emisi karbon, yaitu pembangunan industri hilir batubara, pemanfaatan clean coal technology di pembangkit, Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization Storage (CCUS), dan co-firing biomassa.
"Implementasi strategi ini akan mempertimbangkan multiplier effect dari proses transisi energi itu sendiri. Satu sisi menutup sejumlah kesempatan kerja. Sisi lain akan membuka banyak peluang penciptaan lapangan kerja," tegasnya.
Dalam pertemuan HLAG, Arifin menjadi Co-Chair bersama Deputi Perdana Menteri dan Minister for Ecological Transition and the Demographic Spanyol, Mrs Teresa Ribera. Salah satu agenda penting yang dibahas adalah penyusunan laporan khusus mengenai langkah-langkah kebijakan praktis untuk mengurangi emisi karbon yang disebabkan oleh sektor batubara.
Nantinya, laporan khusus ini akan menganalisa secara komprehensif mengenai dampak dari target NZE terhadap seluruh rantai sektor batubara dan menjadi masukan bagi negara dalam implementasi komitmen kontribusi nasional dan target NZE.
"Laporan ini disusun di momentum yang tepat, dimana saat ini harga energi dunia sedang melonjak dan semakin menekankan akan pentingnya aspek ketahanan energi (energy security) dan keterjangkuan (affordability for all)," ungkap Arifin.
Pertemuan HLAG sendiri dihadiri oleh sejumlah perwakilan dari negara anggota International Energy Agency (IEA), perwakilan perusahaan di sektor energi, serta organisasi pengelola pendanaan seperti Asian Development Bank (IDB) dan Climate Investment Fund (CIF).
Beberapa isu yang mengemuka dalam diskusi adalah tantangan dalam menyeimbangkan strategi coal phase out dan pengembangan EBT, setiap negara memiliki kapasitas dan kapabilitas yang berbeda dalam proses transisi energi, dukungan pendanaan dan mekanisme pendanaan yang menarik bagi kesuksesan strategi coal phase out masing-masing negara.
Di samping itu, pembahasan lain yang menjadi agenda adalah keterlibatan masyarakat lokal dalam proses transisi energi untuk memastikan implementasi yang efektif dan sesuai serta urgensi dukungan aturan (regulatory support) yang kuat dalam proses transisi energi, khususnya bagi negara-negara berkembang. Rencananya, HLAG akan kembali melakukan pertemuan pada bulan Juli untuk membahas mengenai draft laporan yang sudah disusun bersama.
Sebagai informasi, HLAG Coal in the Global Net Zero Transition merupakan bagian dari agenda menyambut The 2nd Energy Transitions Working Group (ETWG) yang berlangsung selama dua hari, yaitu 23 Juni sampai 24 Juni 2022.
Foto: esdm.go.id