Jika dilihat dari khasiatnya, sambiloto dapat mengatasi beberapa penyakit yang disebabkan oleh virus, serta mengatur dan memacu daya tahan tubuh.
Pandemi Covid-19 mendorong masyarakat berburu produk-produk herbal, suplemen kesehatan, dan fitofarmaka demi meningkatkan imunitas tubuh. Sejumlah produk bahkan dipercaya atau dipromosikan mampu mengenyahkan virus corona dari pasien terinfeksi SARS COV-2.
Catatan Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP Jamu), sepanjang 2020 diperkirakan perputaran nilai produk jamu dan herbal di Indonesia antara Rp16 triliun--Rp20 triliun. Khususnya produk-produk herbal yang mengandung jahe merah, temulawak (curcuma), habatussauda, dan madu.
Salah satu, bahan ramuan herbal yang lagi dicari masyarakat adalah sambiloto (Andrographis paniculata). Tumbuhan diduga berasal dari kawasan Asia Tropis. Penyebarannya dari India meluas hingga ke selatan sampai di Siam, ke timur sampai semenanjung Malaya, kemudian ditemukan Jawa.
Tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 700 meter dari permukaan laut. Tingginya pohon bisa mencapai 90 centimeter. Sambiloto dapat tumbuh baik pada curah hujan 2.000-3.000 mm/tahun dan suhu udara 25-32 derajat Celcius. Kelembapan yang dibutuhkan termasuk sedang, yaitu 70--90 persen dengan penyinaran agak lama.
Sambiloto memiliki nama julukan yang berbeda-beda, bahkan ada yang menyelipkan kata “pahit” di dalamnya. Bagi orang Minangkabau, sambiloto disebut ampadu tanah, di pulau Madura disebut pepaitan, dan bagi orang Jawa Mataraman disebut ramuan ki pait, bidara, dan andiloto. Orang Tionghoa menamakan tanaman ini Chuan xin lien.
Tak pelak di dunia internasional, sambiloto dikenal dengan “king of bitter” atau raja pahit. Di beberapa negara maju, tanaman ini sudah berkembang sebagai bahan baku obat.
Senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman sambiloto yaitu laktone yang terdiri dari deoksi andrografolid, andrografolid, flavonoid, alkane, keton, aldehid, mineral (kalium, kalsium, natrium), asam kersik, dan dammar. Senyawa utama yang dihasilkan tanaman sambiloto adalah andrografolid. Senyawa inilah yang memberikan rasa pahit.
Hasil penelitian menunjukkan, senyawa andrografolid tersebut bermanfaat dalam mengatasi berbagai penyakit, antara lain, terhadap sel kanker dan antitumor, antihepatoprotektif, antiinflamasi, antioksidan, antidiabetes (menurunkan gula darah), antimalaria, dan antimikroba (antibakteri, antifungi, dan antiviral).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak sambiloto merupakan alternatif dalam
menyembuhkan infeksi bagian atas saluran pernapasan tanpa komplikasi. Menurut Gusmaini, peneliti tanaman obat dan rempah di Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian (Balitbangtan), senyawa andrografolid tersebut terdapat di dalam bagian atas jaringan tanaman yaitu daun, batang, bunga, dan kandungan tertinggi terdapat pada daun.
Balitbangtan menyarankan, khasiat terbaik diperoleh bila tananam tersebut dibudidayakan. Bukan diambil dari sambiloto yang berkembang liar. Pasalnya tanaman ini cukup cepat berproduksi. Dari masa tanam hingga panen berkisar 2,5--4 bulan. Tergantung iklim di daerah budidaya sambiloto.
Memperbanyak tumbunan ini bisa melalui biji atau setek. Jika ditanam pada saat iklim kering atau musim kemarau, sambiloto akan cepat berbunga, sehingga perlu segera dipanen. Tetapi bila ditanam musim hujan, akan lambat berbunga dan lebih banyak tumbuh daun. Sambiloto yang siap dipanen memiliki ciri munculnya bunga atau sebelum bunga mekar.
Budidaya sambiloto tidak memerlukan lahan yang luas, pada lahan yang sempit atau di pekarangan rumahpun bisa, termasuk jika ditanam di dalam pot. Jika dilihat dari khasiatnya, sambiloto dapat mengatasi beberapa penyakit yang disebabkan oleh virus, serta mengatur dan memacu daya tahan tubuh. Jadi, tidak menutup kemungkinan tanaman ini juga berpotensi dalam mencegah atau mengatasi virus Covid-19.
Namun, menurut kajian Balitbangtan, hal tersebut masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro kepada Komisi IX DPR pada Rabu (03/02/2020) menyampaikan, pihaknya ingin Indonesia bisa mengikuti jejak Thailand yang sudah menetapkan sambiloto
sebagai suplemen herbal yang cocok untuk pengobatan corona.
Pemanfaatan suplemen herbal ini sebelumnya pernah dilakukan di beberapa pasien yang dirawat di Wisma Atlet Kemayoran bekerja sama dengan LIPI pada Agustus 2020. Kombinasi suplemen imunomodulator herbal tersebut berasal dari sambiloto, jahe merah, meniran, dan cordyceps.
Percobaan tersebut sudah mendapatkan izin BPOM, tapi sampai saat ini untuk penggunaannya belum spesifik Covid-19 dan mendapatkan izin edar masih membutuhkan beberapa tahapan lagi. Menristek berharap BPOM bisa segera mengeluarkan izin edarnya, sehingga bisa membantu pencegahan maupun pengobatan sampai program vaksinasi Covid-19 selesai.
Sebetulnya, bukan hanya sambiloto, masih banyak tanaman-tanaman lain yang juga berpotensi sebagai bahan baku obat untuk berbagai penyakit. Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai keanekaragaman hayati terbesar di dunia, sehingga potensinya masih amat besar untuk penemuan-penemuan bahan baku obat alam.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari