Ikan pari gergaji sudah dilindungi penuh. Masyarakat diminta untuk ikut menjaga.
Pada awal Mei 2021, Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Denpasar mendatangi sebuah warung di Kecamatan Kuta Selatan. Pemilik warung ternyata menyimpan moncong pari gergaji. Dan demi kepatuhan pada hukum, pemilik moncong pari gergaji itu dengan sukarela menyerahkannya kepada Tim Respons Cepat BPSPL Denpasar.
Menurut keterangannya, moncong pari gergaji telah lama ada di warungnya dan benda tersebut diperoleh dari temannya yang bekerja di Pelabuhan Benoa. "Setiap orang dilarang menangkap, membunuh, menyimpan, dan memelihara jenis ikan dilindungi. Apabila diketahui melanggar ketentuan tersebut, sanksi pidana berupa penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp100 juta," terang Kepala BPSPL Denpasar Permana Yudiarso.
Kepada pemilik warung, tim memberikan penjelasan tentang keberadaan pari gergaji, hiu paus, dan pari manta yang telah dilindungi secara penuh melalui hukum. Sejumlah aturan perundangan terkait adalah Undang-Undang nomor 5 tahun 1990, Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1999, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 18 Tahun 2013, dan Kepmen KP nomor 04 tahun 2014.
Pari gergaji merupakan biota laut yang dalam status konservasi terancam kritis menurut International Union for Conservation of Nature and Natural Resources dan masuk dalam Appendix I CITES, yang termasuk hewan langka dan jumlahnya yang sangat terbatas. Untuk itu, biota tersebut tidak boleh dimanfaatkan maupun diperdagangkan dan akan punah bila tidak dijaga keberadaannya.
Ikan pari gergaji merupakan ikan bertulang rawan pipih dengan moncong sangat panjang dan memiliki 16-32 buah gigi pada setiap sisinya. Tubuhnya agak mirip ikan hiu. Mempunyai dua sirip dada yang tidak digunakan sebagai alat pendorong, karena daya dorong untuk berenang berasal dari gerakan tubuhnya yang berkelok-kelok seperti ikan hiu, dua sirip punggung, sirip perut/dubur, dan sebuah sirip ekor. Celah insang terdapat pada sisi bawah kepala.
Bagi masyarakat awam pari gergaji ini sering disebut dengan hiu gergaji. Secara morfologi memang bentuknya mirip seperti hiu. Namun jika diperhatikan seksama, terdapat perbedaan spesifik antara jenis hiu dan pari, yaitu pada tapis insangnya. Jika kelompok jenis hiu posisi tapis insangnya berada di samping bagian kepala pada sisi kiri dan kanan, maka untuk jenis pari posisi tapis insang berada di bagian bawah.
Sebelumya, para saintis menyebutkan, terdapat tujuh jenis pari gergaji di perairan dunia. Penelitian terbaru dengan menggunakan uji DNA jumlahnya ditetapkan menjadi lima. Dua jenis teridentifikasi sebagai jenis yang sama dengan Pristis pristis. Dari lima yang ada, maka empat jenis pari gergaji terdapat di perairan Indonesia yaitu, di antaranya Pristis clavate, Pristis pristis, Pristis zijsro, dan Anoxypristis cuspidate.
Pari gergaji memiliki bentuk tubuh torpedo dan tergolong dalam ikan bertulang rawan atau chondrichthyes. Ikan ini mempunyai rostral teeth yang lebih besar dibanding sawfish. Ikan ini mempunyai gigi dan mulut yang sangat kecil dengan ujung yang tumpul. Mulut, hidung, dan insang dari ikan pari gergaji terletak di sisi bawah dan memiliki 20 pasang gigi di dalam mulutnya. Di depan mulutnya dilengkapi dengan alat yang menyerupai gergaji dan terdapat dua detektor yang terletak di ujung moncongnya.
Jenis dari pari gergaji ini memiliki warna yang beragam tergantung pada habitatnya, rata-rata ikan ini berwarna hitam keabu-abuan dan bagian bawah tubuhnya berwarna lebih pucat. Ukuran tubuh Pristis zijsro dapat mencapai hingga tujuh meter, ukuran ini lebih besar bila dibandingkan dengan spesies Pristis clavate yang lebih kecil dengan ukuran tiga meter.
Ikan pari gergaji atau sawfish bergerak di sekitar endapan dan menggali organisme kecil yang membuat lebih mudah bagi hewan lain untuk menemukan mangsa. Persebaran ikan dengan genus Pristis itu meliputi di wilayah Nusantara. Mereka menghuni perairan pantai dangkal dan dalam kurang dari 100 meter. Mereka menoleransi berbagai macam salinitas dan dapat ditemukan di air tawar, muara, dan laut. Persebaran pari gergaji terletak di Indonesia Pasifik Barat, Afrika Selatan ke Australia Timur, Papua, dan Papua Nugini.
Selama 2017-2018, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan Wildlife Conservation Society (WCS), Florida Museum of Natural History, dan Des Requins et des Hommes melalui dukungan dana dari Save Our Seas Foundation, melakukan kegiatan pendataan pari gergaji di perairan Indonesia yang diberi nama “Indonesaw”.
Hasil identifikasi melalui sampel rostum dan sirip ekor, tim studi menjumpai empat jenis pari gergaji yang ada di Indonesia, yaitu Anoxypristis cuspidata, Pristis clavata, Pristis zijsro, dan Pristis pristis (nama sebelumnya Pristis microdon atau yang dikenal dengan sebutan hiu sentani).
Dari keempat jenis pari tersebut, Anoxypristis cuspidata merupakan jenis yang dominan tertangkap sebagai bycatch (tangkapan sampingan) dari alat tangkap jaring dan pancing oleh nelayan tradisional yang beroperasi di sekitar perairan Merauke, Papua.
Jenis ini umumnya tertangkap di perairan dangkal dengan kedalaman sekitar 30--40 m di sekitar muara Selat Savan yang terletak antara Pulau Dolok dan Pulau Papua. Jenis ini juga sempat tertangkap di sekitar muara Sungai Bian, Sungai Kumbe, dan Sungai Torassi, Papua hingga perairan Timur Laut Arafura.
Pada 2017, seorang nelayan pernah menangkap pari gergaji di sekitar perairan Pulau Selayar, Sulawesi Selatan. Pada tahun yang sama, kemunculan pari gergaji juga terlihat oleh nelayan di sekitar perairan Donggala, Sulawesi Tengah. Selain itu, lokasi keberadaan pari gergaji di Pulau Sulawesi juga terdapat di perairan Toli-Toli, Togean, Ampanan, Banggai, dan Morowali.
Di Sumatra, pari gergaji jenis Pristis pristis tertangkap tidak sengaja oleh nelayan di perairan muara sungai Kepulauan Riau pada Januari 2018. Sedangkan pada November-Desember di tahun yang sama, nelayan Probolinggo, Jawa Timur, juga pernah melihat langsung kemunculan pari gergaji di perairan sekitar Madura.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari