Para peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional telah menemukan tujuh jenis flora dari belantara hutan di Pulau Sumatra dan Sulawesi. Sebagian besar flora itu berjenis tanaman hias dan berpeluang dikembangkan sebagai komoditas ekspor Indonesia.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di kawasan tropis di antara dua benua, Asia dan Australia, serta dua samudra yakni Samudra Hindia dan Pasifik. Mengutip data terbaru milik Badan Informasi Geospasial, hingga Agustus 2021 ada sekitar 17.000 pulau dimiliki Indonesia dengan panjang garis pantai sekitar 95.181 kilometer.
Wilayah Indonesia luasnya sekitar 9 juta km persegi (km2), terdiri dari 2 juta km2 berupa daratan, dan 7 juta km2 lainnya adalah lautan. Luas wilayah Indonesia itu hanya sekitar 1,3 pesen dari luas bumi, namun mempunyai tingkat keberagaman kehidupan yang sangat tinggi.
Menurut pakar biodiversitas dari Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB University Cecep Kusmana, Indonesia diperkirakan memiliki 25 persen dari spesies tumbuhan berbunga yang ada di dunia. Indonesia berada di urutan ketujuh negara dengan spesies tumbuhan terbanyak di dunia, yakni 20.000 jenis. Namun, Conservation International menduga jumlahnya 28.000 jenis. Semua terungkap dari hasil penelitian pria kelahiran Sumedang 12 Februari 1961 itu di Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan.
Dari jumlah jenis tumbuhan sebanyak itu, 40 persen di antaranya merupakan tumbuhan endemik atau asli Indonesia. Orchidaceae atau keluarga anggrek-anggrekan menjadi tumbuhan dengan jumlah terbanyak, mencapai 4.000 jenis. Kemudian ada keluarga jenis tumbuhan berkayu, Dipterocarpaceae dengan 386 jenis, Myrtaceae atau Eugenia serta Moraceae (Ficus) sebanyak 500 jenis. Ada pula famili Ericaceae (737 jenis), termasuk 287 jenis Rhododendrom dan 239 jenis Naccinium.
Ribuan spesies flora dari berbagai pelosok Indonesia tadi jumlahnya tentu semakin bertambah tiap tahunnya. Terlebih setelah di pengujung 2021 sebuah kejutan diumumkan oleh pihak Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Peneliti dari Pusat Riset Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya BRIN berhasil menemukan tujuh jenis baru tumbuhan yang mayoritas tergolong sebagai tanaman hias.
Ketujuh jenis baru tersebut yaitu Hoya batutikarensis, Hoya buntokensis, Dendrobium dedeksantosoi, Rigiolepis argentii, Begonia robii, Begonia willemii, dan Etlingera comosa. Selain itu ditemukan pula subspesies Zingiber ultralimitale dari subspesies Mataromeoense.
“Dengan ditemukannya jenis baru ini, keanekaragaman hayati Indonesia bertambah. Penemuan ini juga memberikan informasi terkait kekayaan biodiversitas Indonesia dan mendukung penelitian lebih lanjut terkait pemanfaatannya secara berkelanjutan,” ujar Kepala Pusat Riset Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya Sukma Surya Kusumah dalam keterangannya akhir Desember 2021.
Pusat Riset Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya saat ini merupakan bagian dari Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati (OR IPH) BRIN. Tugasnya melakukan eksplorasi dan identifikasi jenis-jenis tumbuhan dari habitat alaminya untuk keperluan konservasi tumbuhan.
Flora Jenis Baru
Peneliti di Pusat Riset Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya, Wisnu Handoyo Ardi mengatakan, Begonia merupakan salah satu marga tumbuhan berbunga yang terbesar. Sebanyak 2.052 jenis Begonia tersebar di kawasan pantropis dunia. Indonesia sendiri memiliki koleksi 243 jenis Begonia dan diperkirakan sebagai salah satu pusat kekayaan tumbuhan ini di kawasan Asia Tenggara.
Namun jumlah tersebut akan terus bertambah seiring semakin luasnya jangkauan eksplorasi dan penelitian flora di kawasan hutan seluruh Indonesia. “Upaya konservasi dan pengungkapan jenis-jenis baru Begonia secara aktif dilakukan oleh BRIN dan saat ini telah berhasil melakukan konservasi terhadap lebih dari 100 jenis Begonia yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia,” ujar Wisnu.
Begonia robii merupakan tumbuhan endemik dari Pulau Sumatra dengan corak warna daun sangat atraktif dan berpotensi sebagai tanaman hias. Jenis ini memiliki karakter batang menyerupai rimpang. Daunnya sangat asimetris dengan kombinasi antara warna hijau sebagai dasarnya dan merah keunguan pada bagian tengah, tepatnya di antara pertulangan daun sekundernya.
Sedangkan Begonia willemii adalah endemik Pulau Sulawesi, ditemukan pada habitat perbukitan kapur dataran rendah. Flora ini tumbuh merayap pada bongkahan batu kapur atau menempel secara vertikal pada dinding-dinding batu karst (kapur). Tumbuhan ini dikoleksi dari wilayah hutan di Kabupaten Luwuk, Sulawesi Tengah.
Flora lainnya adalah Rigiolepis argentii, sejenis tumbuhan semak berkayu yang termasuk ke dalam anggota suku Ericaceae. Jenis ini ditemukan dan dikoleksi pada saat kegiatan eksplorasi “Begonia Sulawesi” pada 2018-2019 di wilayah Kabupaten Enrekang dan Toraja Utara, tepatnya di perbukitan Eran Batu dan Gunung Sesean. Sebelumnya, di Sulawesi diketahui hanya ada satu jenis saja, yaitu Rigiolepis henrici.
Rigiolepis argentii dinyatakan sebagai jenis baru karena memiliki kombinasi karakter morfologi yang berbeda dibandingkan jenis-jenis Rigiolepis di Indonesia. Ia paling mirip dengan Rigiolepis moultonii. Karakter tersebut adalah adanya rambut-rambut persisten pada permukaan atas daun, daun gantilan bunga terdapat pada bagian bawah tangkai bunganya. Tabung kelopaknya berbentuk cawan, tangkai sari yang lebih panjang dan buah yang berbentuk copular.
Etlingera comosa merupakan endemik Sulawesi hasil eksplorasi di Pegunungan Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Etlibngera comosa dikenali dari ciri-ciri memiliki rambut berumbai pada pelepahnya, ligula daun asimetris, dan bercangap. Kemudian daun pelindung bunga berambut lebat, tangkai sari panjang, dan kotak sari berukuran lebih pendek dibandingkan jenis terdekatnya yaitu Etlibgera sublimata.
Penemuan tujuh spesies baru flora hias tak hanya menambah jumlah biodiversitas saat ini. Namun juga memberi peluang bagi pengembangan usaha para petani tanaman hias di tanah air termasuk untuk kebutuhan ekspor. Karena berdasar data Kementerian Keuangan, ekspor tanaman hias asal Indonesia ke mancanegara dalam kurun Januari--September 2021 sebesar USD10,77 juta (Rp155,088 miliar). Atau naik hingga 69,73 persen dibandingkan periode sama di 2020.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari