Pekan lalu, sejumlah perkantoran di Jakarta mulai beroperasi. Para pekerja yang rata-rata tinggal di luar Jakarta pun mulai memadati jalanan. Tak terkecuali mereka yang biasa menggunakan moda transportasi kereta rel listrik (KRL).
Para pekerja dengan domisili asal Bogor yang rata-rata menggunakan KRL, Senin (8/6/2020), memadati stasiun. Antrean penumpang bahkan mengular hingga ke kawasan parkir stasiun. Diperkirakan setiap penumpang butuh waktu 20-30 menit untuk bisa masuk (tap-in) elektronik. Padahal sebelumnya, penumpang datang langsung bisa masuk alias tak antre. Antrean panjang itu disebabkan KRL menerapkan protokol kesehatan. Di mana satu gerbong hanya bisa diisi setengah.
Pada 8 Juni itu, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) menambah jam operasional KRL, yang awalnya pukul 06.00-18.00 menjadi pukul 04.00-21.00 WIB. Selain itu, PT KCI juga menambah perjalanan kereta. Awalnya 784 menjadi 935 perjalanan dengan 88 rangkaian. Namun skenario ini belum mampu mengurasi antrean.
Untuk mengantisipasi membeludaknya penumpang KRL, pemerintah provinsi DKI menyiapkan 50 bus sekolah. Penyediaan bus ini ditujukan untuk mengurai kepadatan penumpang di stasiun yang ada di Jakarta dan Bogor.
"Kepadatan penumpang kerap kali terjadi di lima stasiun KRL di Jakarta setiap hari Jumat dan di Stasiun Bogor menuju Jakarta pada hari Senin," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI, Syafrin Liputo, Sabtu (13/6/2020).
Langkah antisipasi juga dilakukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Melalui Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pengaturan Jam Kerja pada Era Adaptasi Kebiasaan Baru menuju Masyarakat yang Produktif dan Aman dari Covid-19 di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), mereka mengatur tentang jam kerja perkantoran di Jakarta.
Edaran itu dibuat agar kantor pemerintahan dan swasta memberlakukan jam kerja dua gelombang guna mencegah penularan virus corona (Covid-19) di transportasi umum, khususnya KRL Commuter Line.
"Data KRL misalnya, kita melihat lebih dari 75 persen penumpang KRL ini adalah para pekerja, baik ASN, pegawai BUMN, maupun pegawai swasta," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto, Minggu (14/6/2020).
Jika dilihat pergerakannya, menurut Yuri, hampir 45 persen mereka bergerak bersama-sama di sekitar pukul 05.30--05.30 WIB. Melihat pergerakan itu, Gugus Tugas akhirnya membagi dua tahap jam masuk kerja. Pembagian ini tentu saja akan berimplikasi pada akhir jam kerja.
Berikut isi surat edaran itu:
1. Pengaturan jam kerja:
- Pengaturan jam kerja antar shift wajib dilakukan dengan jeda minimal tiga jam.
- Shift 1: masuk antara pukul 07.00-07.30 WIB dan pulang antara pukul 15.00-15.30 WIB.
- Shift 2: masuk antara pukul 10.00-1030 WIB dan pulang antara pukul 18.00-18.30 WB.
2. Pengaturan jam kerja dikecualikan untuk jenis dan sifat pekerjaan yang dijalankan secara terus-menerus;
3. Jumlah pegawai/karyawan yang bekerja dalam shift diatur secara proporsional mendekati perbandingan 50:50 untuk setiap shift;
4. Pengaturan jam kerja ini diikuti oleh:
- Optimalisasi penerapan kerja dari rumah (work from home) dan keselamatan bagi kelompok rentan;
- Penyusunan dan penerapan pengaturan teknis operasional jam kerja oleh masing-masing instansi/pemberi kerja dengan tetap menjalankan protokol kesehatan;
- Penyusunan dan penerapan pengaturan teknis operasional sarana dan prasarana transportasi, serta pemanfaatan fasilitas publik oleh otoritas/pengelola/penyelenggara dengan tetap menjalankan protokol kesehatan;
- Mengunduh dan mengaktifkan aplikasi Peduli Lindungi pada perangkat telepon seluler.
Menurut Yuri, pengaturan ini harus dilakukan karena jika tidak akan menjadi sulit dan sangat berisiko manakala para pekerja berangkat bekerja bersamaan menuju tempat kerjanya.
Surat edaran ini, kata Yuri, mulai berlaku Senin (15/6/2020). Kata dia, pemerintah meminta kebijaksaan perkantoran untuk memperbolehkan sebagian pekerja tetap melakukan kerja dari rumah.
Mereka yang bekerja dari rumah ini diprioritaskan bagi lansia dan pekerja yang mengidap penyakit penyerta (diabetes, hipertensi, serta penyakit paru). "Mereka inilah kelompok rentan," kata Yuri.
Penulis: Fajar WH
Editor: Firman Hidranto/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini