Indonesia.go.id - Pesawat N219 Amphibi Siap Jelajahi Nusantara

Pesawat N219 Amphibi Siap Jelajahi Nusantara

  • Administrator
  • Minggu, 12 Desember 2021 | 06:35 WIB
MODA TRANSPORTASI
  Pesawat N219 varian Amfibi yang diproduksi PT Dirgantara Indonesia. Penunjang transportasi kawasan kepulauan. PTDI
Industri kedirgantaraan Indonesia kini semakin berkembang pesat. Salah satunya pengembangan pesawat N219A untuk menunjang kebutuhan transportasi dalam negeri.

PT Dirgantara Indonesia selama ini aktif memproduksi alat kedirgantaraan, khususnya pesawat terbang. Pesawat N219 merupakan pesawat komersial yang sedang dikembangkan yaitu dengan diproduksinya pesawat N219 jenis amphibi (N219A).

Pesawat itu dapat melakukan lepas landas dan pendaratan di permukaan air. Tentunya, pesawat ini begitu sesuai dengan karakteristik Nusantara sebagai negara kepulauan. Kemenko Marinves sangat mendorong pengembangan pesawat N219 Amphibi karena kegunaan sangat diperlukan bagi negara kepulauan seperti Indonesia.

“Pesawat ini telah diproduksi dengan mengedepankan TKDN, sehingga hasil karya dalam negeri ini tentu mendukung pengembangan konektivitas darat dan laut di indonesia,” kata Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marinves Ayodhia GL Kalake yang melaksanakan kunjungan lapangan ke PT Dirgantara Indonesia, pada pertengahan November lalu.

Fleksibilitas yang dimiliki pesawat jenis ini mampu mencakup darat, danau, dan sungai besar, hingga teluk dan laut. Selain itu, amphiport (airport untuk pesawat amphibi) dapat dibangun dengan lebih mudah dan murah dibandingkan dengan airport pada umumnya. “Diharapkan industri kedirgantaraan Indonesia terus berkembang pesat dan mampu memperkuat industri dalam negeri demi masa depan bangsa,” tutup Deputi Ayodhia.

Batara Silaban, Direktur Produksi PTDI, mengungkapkan bahwa pesawat N219A ini mampu dimanfaatkan untuk berbagai sektor, seperti layanan pariwisata, layanan perjalanan dinas pemerintahan, oil and gas company, layanan kesehatan masyarakat, SAR dan penanggulangan bencana, dan pengawasan wilayah maritim. Menurutnya, potensi market terbesar berada di bidang pariwisata. Pesawat ini tentunya juga mampu mengakomodir pulau-pulau terluar, tertinggal, dan terdepan (3T) yang tersebar di Indonesia.

Berbagai wilayah di Indonesia pun cukup berpotensi untuk menggunakan pesawat ini, seperti Danau Toba, Pulau Bawah Kepri, Pulau Derawan Kaltim, Raja Ampat, Wakatobi, dan Pulau Moyo. Potensi pasar yang besar juga terlihat khususnya di Asia Pasifik. Kini, ada 150 unit pesawat aktif dan 45% dari total populasi tersebut telah memasuki masa aging.

“Jika sesuai dengan linimasa yang ada, pesawat ini diperkirakan dapat melaksanakan penerbangan pertamanya di tahun 2023,” ungkap Batara.

Pesawat ini memiliki kecepatan hingga 296 km per jam pada ketinggian maksimal 10.000 kaki. Dengan beban 1560 kg, pesawat mampu menempuh jarak hingga 231 km. Take-off untuk ketinggian 35 kaki dari darat membutuhkan jarak 500 meter, sedangkan dari air, ia membutuhkan jarak hingga 1.400 meter. Kemudian untuk landing dari ketinggian 50 kaki, ia membutuhkan jarak 590 meter untuk di darat, dan 760 meter untuk di laut.

Maximum take-off weight pesawat ini mencapai 7.030 kg dengan maximum landing weight 6.940 kg, dengan total kapasitas bahan bakar 1.600 kg,” kata Batara.

Dalam menyempurnakan pesawat ini, berbagai kementerian/lembaga turut andil dengan berkolaborasi. Kementerian Perhubungan, LAPAN, BPPT, dan PTDI bahu-membahu memaksimalkan pengembangan pesawat ini.

Permasalahan utama yang dihadapi dalam pengembangan pesawat N219 Amphibi ini khususnya soal penganggaran. Dalam perencanaan pengembangan hingga 2024, anggaran tersebut dialokasikan melalui LAPAN dan BPPT. Tetapi dengan adanya perubahan organisasi, LAPAN dan BPPT masuk ke dalam organisasi BRIN, mempengaruhi perencanaan pengembangan yang sudah ditetapkan hingga 2024. Permasalahan lain seperti tingkat korosif yang tinggi karena mendarat di laut.

Kemenko Marinves meminta PT DI menginventarisasikan berbagai problematika yang ada. “Kami harap nantinya ada pertemuan lanjut antara PT DI dan berbagai pihak, baik dengan BRIN, Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian BUMN,” ungkap Firdausi Manti Asdep Industri Maritim dan Transportasi.

Pesawat N219 Amfibi yang masuk dalam program Prioritas Riset Nasional (PRN) ini dirancang bisa mendarat di air, sekaligus untuk mendukung wisata maritim. Kepala BPPT Hammam Riza dalam keterangan tertulis pada Agustus lalu menjelaskan, target PRN N219A menunjukkan perkembangan produk inovasi sarana pesawat terbang, sebagai salah satu usaha mencapai target RIPNAS 2030.

Pesawat udara tersebut berukuran kecil menengah dengan penumpang 10--20 orang. Pengerjaan pesawat N319A dilakukan oleh konsorsium PRN. Pesawat N219A merupakan wahana pesawat yang menggunakan floater (sepasang kaki pelampung) di sebelah kiri dan kanan yang diletakkan di bawah badan pesawat sebagai pengganti roda pendarat. Sehingga dapat melakukan lepas landas (takeoff) dan mendarat (landing) di atas permukaan air.

Pengembangan produk inovasi floater ini dimulai dari desain dan pengembangan floater dilanjutkan dengan pengujian dan integrasi floater ke pesawat N219 yang telah mendapat type certificate (TC) dari Kemenhub. Pesawat amphibi merupakan wahana yang memiliki karakteristik unik dibandingkan pesawat konvensional/landplane. Wahana ini beroperasi di tiga matra yaitu darat, laut, dan udara. Dalam implementasi tranverse grooves pada floater untuk mengurangi gaya hambat total pesawat N219 amphibi dan diuji di laboratorium Balai Besar Teknologi Aerodinamika, Aeroelastika, dan Aeroakustika (B2TA3) milik BPPT.

Untuk kajian dan pengembangan material aditif komposit untuk komponen floater pesawat N219A di Balai Teknologi Polimer (BTP). Adapun kajian kriteria penetapan lokasi seaplanedock di Balai Teknologi Infrastruktur Pelabuhan dan Dinamika Pantai (BTIPDP) BPPT.

 

 

Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari