Indonesia.go.id - Meski Langka, Si Hijau Tetap Menggoda Selera

Meski Langka, Si Hijau Tetap Menggoda Selera

  • Administrator
  • Sabtu, 17 April 2021 | 08:15 WIB
KULINER
  Kue Padanaran. WIKI COMMON/ Nurul Anggini
Bagi masyarakat di Provinsi Jambi, ada satu kue yang kerap diburu saat bulan puasa. Di masa lampau menjadi kudapan wajib orang-orang kaya di saat menggelar acara adat.

Tibanya Ramadan selalu diikuti dengan hadirnya beragam kuliner tradisional yang dijajakan para penjual untuk menu takjil. Berbagai kue jajanan pasar tradisional pun dapat dengan mudah dijumpai di sejumlah pasar kaget yang hanya hadir saat Ramadan saja. Sebut saja nama-nama kue basah jajanan tradisional ternama, seperti kue lumpur, klepon, kue talam, atau kue dongkal.

Tetapi bagi masyarakat di Jambi, ada satu kue basah yang kerap diburu saat bulan puasa. Nama kudapan lezat ini adalah kue padamaran. Karena ukurannya yang sedang sehingga tidak terlalu mengenyangkan, cocok sebagai menu untuk berbuka puasa atau ifthar.

Pada hari-hari biasa di luar Ramadan, kue padamaran tetap bisa dicari meski sedikit sulit ditemukan. Terlebih lagi mereka yang menekuni pembuatan kue padamaran untuk dijual pada hari biasa sudah makin berkurang di Jambi.

Para pembuat kue padamaran umumnya beralasan, selain proses pembuatannya yang memakan waktu hingga berjam-jam terutama untuk membentuk wadah khususnya, kue ini pun harus cepat terjual karena tidak bisa bertahan lama dan mudah basi. 

Namun sejatinya, kue ini tak hanya muncul saat bulan puasa. Kue legit ini pada masa lampau menjadi kudapan wajib orang-orang kaya di Jambi saat menggelar acara-acara adat. Hingga saat ini tradisi menyuguhkan kue padamaran di luar Ramadan tetap dipertahankan.

Kue ini juga masih disuguhkan sebagai kudapan ringan saat pesta pernikahan, syukuran bagi warga yang hendak pergi menunaikan ibadah haji atau acara kumpul keluarga. Kue lezat ini juga selalu disajikan oleh pemerintah daerah setempat saat menjamu tamu-tamu resmi, lantaran telah dikukuhkan sebagai jajanan tradisional khas Jambi.

Kuenya berwarna hijau dengan wadah unik terbuat dari daun pisang mirip pincuk yang dinamai takir. Sepintas, bentuk takir yang persegi panjang dengan diameter panjang 10-15 sentimeter, lebar 5 cm dan tinggi 5 cm lebih mirip seperti sebuah perahu mungil. Warna hijaunya bukan berasal dari pewarna buatan, melainkan dari daun suji ditambah pandan yang sama-sama menghasilkan pewarna hijau alami.

Bedanya, warna yang dihasilkan dari daun suji lebih pekat dan tidak pucat seperti pandan. Hanya saja, aroma pandan yang khas mampu menimbulkan sensasi menggoda selera dan menjadi wangi khusus tumbuhan bernama ilmiah Pandanus amaryllifolius tersebut.

Lembutnya tekstur kue padamaran berasal dari bahan baku utama yaitu tepung beras dipadukan dengan gurihnya santan kelapa. Kue ini kerap disamakan dengan bubur sumsum lantaran teksturnya tadi.

 

Cara Membuatnya

Kita juga bisa membuat sendiri kue basah ini jika belum berkesempatan mencicipinya langsung ke daerah asal padamaran. Ibu Ani, pembuat kue ini di Pasar Bedug, Kota Jambi, membeberkan rahasia berkreasi untuk menciptakan 60 takir kue lezat tersebut. Sebagai langkah awal adalah menyiapkan 300 gram tepung beras dan 30 gram tepung terigu. Begitu juga dengan sekitar dua liter santan dari dua butir kelapa ukuran kecil.

Siapkan juga 35 lembar daun suji untuk diambil airnya. Caranya, campur daun-daun beraroma sedap itu dengan air secukupnya. Kemudian dihaluskan dengan mesin penghancur (blender). Setelah itu daun suji yang telah larut itu disaring dan diamkan beberapa saat. Jangan lupa juga untuk menyiapkan 400 gram gula merah ditambah 150 gram gula putih.

Mula-mula kita membentuk dulu wadah takir. Caranya, dua lembar daun pisang yang telah disiapkan kita bakar sedikit di atas api kecil beberapa detik. Ini berguna agar lebih mudah ketika dibentuk menjadi takir karena daun pisangnya sudah tidak keras lagi. Potong-potong daun pisang tadi sesuai kebutuhan. Lalu lipat ujung-ujung daun pisang dan rekatkan menggunakan staples agar tidak mudah lepas.

Setelah wadah-wadah siap, kemudian sisir gula merah menjadi serpihan-serpihan kecil dan segera tebar di dasar wadah menggunakan sendok kecil (sendok teh) atau setengah sendok makan.

Langkah berikutnya adalah menyiapkan adonan utama sebagai pengisi takir. Campur seluruh bahan tepung, santan, sejumput garam, dan gula pasir ke dalam panci dan letakkan di atas kompor. Nyalakan kompor dengan api kecil sambil adonan diaduk-aduk perlahan hingga seluruh tepung menjadi larut. Tak lupa masukkan campuran air suji serta cairan pandan atau bisa memakai pasta pandan ke dalam adonan.

Aduk-aduk lagi adonan supaya air suji dan pandan bercampur rata. Lakukan terus hingga muncul gelembung udara kecil di tepi panci sehingga membuat adonan seperti meletup-letup. Harap diingat, adonan jangan sampai terlalu kental. Munculnya gelembung menjadi pertanda kompor untuk segera dimatikan karena adonan sudah matang. Dinginkan adonan untuk sementara waktu.

Langkah berikutnya adalah memasukkan adonan yang telah didinginkan ke dalam takir dengan ukuran dua sendok makan. Setiap menuang adonan ke takir selalu tambahkan sedikit serpihan gula merah. Setiap adonan yang diisi ke dalam takir usahakan jangan sampai memenuhi permukaannya, sisakan sekira 1,5 cm. Ini berguna agar ketika dikukus, adonan tidak meluber hingga keluar takir.

Jika seluruh takir sudah diisi adonan, susun ke dalam wadah pengukus dan nyalakan kompor dengan api sedang selama lima menit sambil tuangkan sedikit santan ke atas adonan di takir. Setelahnya bisa ditaburkan kembali serpihan gula merah di atas santan agar lumer ketika dikukus.

Setelah dikukus selama 10 menit silakan matikan kompor. Adonan di dalam takir akan mulai menampakkan wujudnya yang mirip bubur sumsum, termasuk mulai menebarkan aroma wangi pandan. Angkat takir dari panci pengukus dan dinginkan. Supaya lebih nikmat, kue padamaran sangat pas ditemani dengan secangkir teh hangat. Tapi harap diingat, mencicipinya setelah waktu berbuka puasa ya.

 

 

Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari