Sembari menikmati bumbu kuah kuning yang terasa asam pedas, daging siput disedot langsung dari cangkangnya. Oleh karena itu, masakan ini disebut gulai siput sedut.
Wilayah pesisir Riau dan Kepulauan Riau dikenal dengan aneka ragam masakan laut. Mulai dari ikan bakarnya hingga sop ikan yang segar. Diolah dengan cita rasa bumbu masyarakat Melayu. Namun ada satu penganan yang khas di sana selama Ramadan. Warga Tanjung Pinang, Riau hingga Batam dan Karimun, Kepulauan Riau, kerap membuatnya untuk menu berbuka puasa.
Gulai Siput namanya. Gulai Siput sendiri dalam bahasa dialek Kuantan Singingi disebut dengan “Gulai Cipuik”, sedang dalam bahasa Melayu Rokan disebut dengan Rengkitang. Warga Riau lainnya ada yang menyebutnya "Gulai Tengkuyung", masakan "Gulai Siput Masak Keladi" atau "Gulai Siput Lonceng".
Bahan pembuat Gulai Siput, yang utamanya adalah siput, dapat ditemukan di pasar-pasar tradisional Riau. Jadi terkadang tak perlu berburu langsung di sawah-sawah atau tempat lainnya untuk mendapatkan siput itu. Dan tentu saja yang dijual di pasar tradisional adalah siput yang sudah bersih. Biasanya yang digunakan adalah siput sedut.
Siput sedut atau juga dikenali sebagai belitung. Siput mata merah ini merupakan sejenis kerang-kerangan siput air tawar yang boleh dimakan dan banyak dijual di pasar, terutama pasar tani. Nama sainsnya adalah Cerithidea obtusa.
Gulai dengan bahan baku utama siput laut ini dibuat dari campuran daun ubi jalar. Gulai siput ini menjadi makanan yang paling digemari karena rasanya yang enak, unik, dan dapat dengan cepat mengembalikan stamina yang hilang setelah berpuasa. Cara makannya pun unik, sembari menikmati bumbu kuah kuning yang terasa asam pedas, daging siput disedot langsung dari cangkangnya. Karena itu, masakan ini disebut gulai siput sedut.
Adapun siput sebagai bahan utama makanan ini juga dicampur dengan berbagai jenis sayuran, seperti pakis, daun ubi jalar, daun talas, dan terong asam. Siput diyakini kaya akan nutrisi seperti protein, kalsium, karbohidrat, fosfor, vitamin A, vitamin E, dan asam folat yang akan memulihkan energi setelah seharian berpuasa.
Membuat gulai siput ini terbilang gampang-gampang susah. Susah karena siput jenis ini sulit ditemukan di beberapa daerah di Nusantara, khususnya bagian Jawa. Paling banyak mereka hidup di pesisir Kepulauan Riau. Gampang karena dalam membuatnya bumbu dan prosesnya terbilang sederhana.
Meskipun begitu, tidak ada salahnya untuk mencoba mengetahui resep gulai siput khas Kepulauan Riau ini. Berikut ini resep olahan gulai siput tersebut:
Bahan:
- Siput yang masih hidup atau segar sebanyak 1 kg;
- Santan 2.000 ml;
- Lengkuas yang telah dimemarkan sebanyak 3 cm;
- Serai dua batang yang diambil putihnya dan dimemarkan;
- Daun salam tiga lembar;
- Merica bubuk setengah sendok teh;
- Gula dan garam secukupnya;
- Penyedap rasa (jika suka);
- Air secukupnya untuk merebus siput;
- Minyak goreng secukupnya;
- Bumbu halus;
- Cabai merah besar tiga buah;
- Cabai rawit hijau lima buah (sesuai selera);
- Kemiri sangrai tiga butir;
- Bawang merah lima butir;
- Bawang putih lima siung;
- Jahe kunyit satu ruas.
Cara membuat gulai siput:
- Ambil siput satu per satu kemudian potong sedikit saja. Cuci bersih siput dengan air mengalir hingga benar-benar bersih.
- Kemudian rebus siput dalam air yang mendidih hingga matang lalu tiriskan.
- Siapkan wajan dan tumis semua bumbu yang telah dihaluskan hingga aroma harumnya tercium.
- Tambahkan lengkuas, salam, serai, jahe kunyit dan aduk semua bahan sampai menjadi layu.
- Setelah itu tambahkan santan dan tunggu hingga santan mendidih. Aduk terus hingga bumbu tercampur keseluruhan.
- Tambahkan siput yang telah direbus, masukkan ke dalam bumbu yang berisi kuah tumisan dan santan.
- Tambahkan penyedap rasa, garam, dan gula.
- Aduk hingga semuanya rata dan tunggu hingga air kuah menyusut. Lalu sajikan di wadah terpisah.
Supaya sajian ini semakin berselera, sajikan gulai siput dengan nasi putih hangat. Apalagi dalam suasana Ramadan seperti ini, ketika perut terasa kenyang usai berbuka, maka ibadah malam pun makin afdol.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari