Indonesia.go.id - Jurus Sapu Jagat Menumpas Campak

Jurus Sapu Jagat Menumpas Campak

  • Administrator
  • Senin, 24 September 2018 | 02:33 WIB
IMUNISASI
  Ilustrasi. Sumber foto: Istimewa

Imunisasi dasar telah menjangkau 92% anak-anak Indonesia. Vaksinasi Campak MR sempat terganggu isu DNA babi. Tapi, program imunisasi itu jalan terus. MUI pun memfatwakan, vaksin dari India itu dibolehkan.

Mengobati penyakit itu penting, tapi lebih baik bila mencegahnya. Sikap bijak inilah yang mendorong ibu-ibu membawa anak bayinya ke posyandu, pusesmas, klinik, atau rumah sakit, untuk mendapatkan vaksin bagi si buah hati. Di Indonesia vaksin bukan lagi barang langka. Layanan vaksin balita mudah ditemukan di klinik, rumah sakit, dan bila mau yang cuma-cuma, ya bisa dating ke posyandu atau puskesmas saja.

Vaksinasi sendiri berupa langkah memasukkan kuman yang telah dilemahkan ke dalam tubuh untuk mendorong terbentuknya antibodi yang bisa menciptakan kekebalan (imunitas). Tubuh pun terlindungi dari ancaman kuman tersebut.

Seiring dengan kemajuan dunia kedokteran, jenis vaksin juga terus berkembang sehingga pengenaannya pada balita perlu dijadwal secara seksama.

Pemerintah Indonesia saat ini semakin gencar melaksanakan  imunisasi dengan paket vaksin dasar yang terdiri  dari Vaksin Hepatitis B, Vaksin BCG (Bacille calmette-Guérin, bakteri Tuberculosis), Vaksin Polio (penyakit lumpuh layu), Vaksin HIB (Haemophilus influenza tipe B, anti-penyakit radang otak dan radang paru), serta paket vaksin DPT–antidifteri (radang tenggorokan berbahaya), Pertusis (batuk rejan), dan Tetatus. 

Paket vaksin dasar itu diberikan hingga bayi berusia 4 bulan. Vaksin DPT bisa juga diberikan sekaligus sebagai satu paket bersama Hepatitis-B dan HIB dalam kemasan yang disebut Vaksin Kombo yang juga sering disebut pentavalent.

Pemberian vaksin pada 2017 cakupannya mencapai 92,04% dan diharapkan meningkat menjadi 92,5% pada 2018. Imunisasi bukan pekerjaan sederhana, karena masalah geografis, budaya, dan pendidikan orang tua. Apalagi, vaksinasi dasar itu harus diberikan berulang dalam paket vaksin lanjutan. Untuk Polio saja, vaksin perlu diberikan tiga kali, HIB dua kali, dan Hepatitis B tiga kali.

Belakangan vaksin dasar meliputi pula pencegaham penyakit campak Measles dan Rubella (MR). Vaksin Campak MR diberikan pada bayi usia 9 bulan. Baik Measles maupun Rubella disebabkan oleh virus ganas, menular, dan bisa menyerang anak-anak maupun dewasa.

Cara penularannyapun mudah, lewat hembusan nafas dan batuk-bersin. Kedua penyakit ini punya gejala klinis yang mirip, yakni demam sedang, muncul ruam-ruam merah di sekitar muka dan leher, serta timbul bengkak di antara leher-telinga. Secara umum, orang menyebutnya sebagai morbili.

Pada kondisi parah, racun yang mengalir dari virus Measles dan Rubella bisa menyebabkan tuli, buta, atau kerusakan pada otak. Inflamasi paru dan diare menjadi ciri lain dari serangan Measles. Sedangkan Rubella, bisa menimbulkan kerusakan jantung.

Bahkan bila menyerang Ibu-ibu hamil, Rubella bisa mengakibatkan hal buruk terjadi pada janin, yaitu keguguran atau cacat lahir. Pada kurun 2010-2015 dilaporkan, lebih dari 33 ribu serangan Campak Measles di Indonesia dan lebih dari 23 ribu kasus Rubella. Pada periode itu pula, capaian vaksinasi campak paling tinggi 78%.

Campak  Measles-Rubella (MR) memang masih menjadi menjadi hantu di banyak negara di dunia, dengan 132 ribu korban jiwa setiap tahunnya, kebanyakan anak-anak. Meski tidak separah di kawasan lain, Campak MR masih terus bercokol di Asia Tenggara, terutama di Myanmar,Thailand, Kamboja, Indonesia, dan Timor Leste.

World Health Organization (WHO) telah meminta negara-negara itu melakukan percepatan dalam langkah imunisasi menuju agenda pemusnahan Campak MR pada 2020. Badan dunia itu meyakini, target bisa tercapai setelah Asean tercatat berhasil mengeliminasi polio di pada 2014 dan tetanus pada 2016.

Presiden Joko Widodo cepat tanggap. Perang masif melawan Campak MR pun digelorakan. Jurus sapu jagat dijalankan, sebanyak 65,8 juta anak, usia 9 bulan hingga 15 tahun, harus divaksinasi. Langkah ini juga dimaksudkan agar jutaan anak yang lolos dalam aksi imunisasi sebelumnya bisa terjaring dalam aksi sapu jagat ini. Kalau ada yang mengulang terimuninasi pun tidak masalah, justru jadi penguatan.

Semua langkah itu gratis. Sebelumnya, layanan vaksin campak biayanya bisa mencapai sekitar Rp350 ribu di klinik swasta, belum termasuk jasa dokter.

Gerakan masif dilakukan dua tahap. Yang pertama di seluruh Pulau Jawa, dengan target 34,9 juta anak dan dilaksanakan Agustus hingga September 2017. Gelombang kedua di seluruh wilayah luar Jawa (28 provinsi) dengan target 34,9 juta anak, pada Agustus-September 2018.

Gelombang satu sukses. ‘’Realisasinya 100,1%,’’ kata Menteri Kesehatan Profesor Nila F Moeloek, di depan Forum Merdeka Barat (FMB) 9, di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, 18 September lalu.

Namun, Profesor Nila harus mengakui bahwa target 95% untuk capaian vaksinasi gelombang II sulit dicapai. ‘’Di Papua kita mesti kejar-kejar orang untuk diajak vaksinasi,’’ tambahnya.

Selain itu, Menteri Kesehatan mengakui adanya penolakan dari masyarakat. Hingga pertengahan September lalu realisasinya baru 50%. Delapan provinsi yang terendah pencapaiannya dalam imunisasi MR ini adalah Aceh (4,9%), Riau (18,9%), Sumatra Barat (21,1%), Nusa Tenggara Barat (20,4%), Bangka Belitung (26,4%), Kalimantan Selatan (28,3%), Sumatra Selatan (29,5%), dan Kepulauan Riau (34,50 persen). Kini, Profesor Nila hanya berani pasang target 85%.

Kontroversi DNA Babi

Salah satu alasan penolakan imunisasi Campak MR ini adalah viral bahwa vaksin yang disediakan mengandung DNA babi. Laman Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan, vaksin yang beredar tak mengandung DNA babi.

Memang, dalam produksinya ada enzim tripsin babi, tapi sudah "dibersihkan",  hingga tak ada dalam produk akhirnya. Enzim itu hanya katalisator dan stabilisator yang terlarut hingga tak berbentuk protein babi lagi. Secara kimiawi, struktur bangunan molekulnya sudah berubah.

Menurut Komisi Fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI), vaksin buatan The Serum Institute of India itu tetap saja haram, meski ada perubahan bentuk tripsinnya.  “Hukumnya haram karena dalam proses produksinya memakai  bahan yang berasal dari babi, tapi penggunaan vaksin itu dibolehkan (mubah),” begitu siaran pers dari MUI.

Alasan yang disampaikan MUI atas keputusan itu ada tiga hal. Pertama, kondisi keterpaksaan (darurat syar'iyyah). Kemudian, belum ada vaksin MR yang halal dan suci. Ketiga, ada keterangan ahli yang kompeten dan dipercaya soal bahaya yang ditimbulkan akibat tidak digunakannya vaksin MR.

Hanya saja, fatwa tersebut baru bergulir setelah imunisasi masif itu berjalan. Aksi penolakan terus berlanjut. Target meleset. Itu yang dikhawatirkan para ahli bahwa situasi ini bisa mengundang terjadinya KLB (Kejadian Luar Biasa) Campak.

Maklum, KLB Campak baru terjadi di Kabupaten Asmat, Papua, awal tahun lalu. Berjangkit di tengah masyarakat yang sedang mengalami gizi buruk. Campak menyerang  800 warga Asmat--sebagian besar anak-anak. Jatuh korban jiwa 71 orang.

Pemerintah pun bergegas menangani urusan gizi dan imunisasi. Sekitar 13.000 anak Asmat kini telah mendapatkan vaksin Campak MR. Sebelumnya, menjelang akhir 2017, penyakit difteri terdeteksi menyerang di 90 kabupaten/kota. Tercatat, 622 kasus serangan dengan korban jiwa 32 orang.

Toh, aksi penolakan tak membuat Profesor Nila Djuwita Moeloek kecil hati. Aksi imunisasi akan terus dilakukan sampai target terpenuhi. Sambil jalan, Nila akan mengajak semua pemangku kepentingan ikut mensosialisasikan pentingnya vaksin tersebut dan fatwa MUI yang membolehkan pemakaian vaksin dari India.

Profesor Nila pun berharap, para kepala daerah ikut mendorong warganya agar memanfaatkan kegiatan imunisasi itu. ‘’Anak-anak itu adalah masa depan bangsa ini. Biarkan mereka tumbuh sehat, kuat, dan pintar agar kehidupan mereka kelak bahagia dan sejahtera,’’ ujarnya. (*)