Indonesia.go.id - Tiga Usulan Indonesia untuk Diplomasi Pencegahan Konflik

Tiga Usulan Indonesia untuk Diplomasi Pencegahan Konflik

  • Administrator
  • Rabu, 2 Agustus 2023 | 20:18 WIB
ASEAN
  Tiga Usulan Indonesia untuk Diplomasi Pencegahan Konflik
Sudah saatnya ASEAN bertransformasi ke tahap pencegahan konflik (preventive diplomacy) yang lebih responsif dalam menghadapi tantangan keamanan di kawasan.

Puluhan menteri luar negeri anggota Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) dan negara mitra bertemu forum ASEAN Regional Forum (ARF) ke-30 di Jakarta, pada Jumat (14/7/2023). Menteri luar negeri dan juga pejabat tinggi dari Amerika Serikat, Tiongkok, dan Rusia juga termasuk diundang hadir dalam Forum Regional ASEAN. Pertemuan ARF ini merupakan rangkaian dari ASEAN Ministerial Meeting/Post Ministerial Conference (AMM/PMC) ke-56 di Jakarta, 10--14 Juli 2023.

Saat memberikan sambutan pada peserta ASEAN Ministerial Meeting/Post Ministerial Conference ke-56, Presiden RI Joko Widodo--yang menjabat Keketuaan ASEAN 2023-- mengatakan bahwa pertemuan tersebut bertujuan untuk mencari solusi, dan bukan untuk memperburuk masalah regional dan global.

“Kami, negara-negara ASEAN, negara yang sedang berkembang, butuh pengertian, butuh kearifan dan juga butuh dukungan, baik dari negara-negara maju dan negara-negara sahabat untuk meninggalkan pendekatan zero-sum dan mengambil pendekatan saling menguntungkan,” ujar Kepala Negara.

Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa Keketuaan Indonesia di ASEAN akan dimanfaatkan untuk meningkatkan kontribusi ASEAN bagi kejayaan Indo-Pasifik dan dunia.

“Ada sebuah pepatah di Indonesia, yaitu menang tanpa ngasorake, yang artinya kita dapat menjadi pemenang tanpa merendahkan yang lain, tanpa mengalahkan yang lain. Untuk itu, saya mengajak kita semuanya marilah kita menjadi pemenang yang terhormat, menang tanpa ngasorake," tukas Presiden.

Posisi ASEAN dinilai strategis di mata negara mitra baik di kawasan Indo-Pasifik, Asia Tengah maupun Eropa. Stabilitas kawasan Asia Tenggara bisa terganggu jika meletus konfilk di Laut Tiongkok Selatan akibat persaingan antarnegara adi daya seperti AS dan Tiongkok, ancaman perang nuklir di Korea Utara hingga imbas dari perang antara Rusia dan Ukraina.

Seperti dilaporkan Reuters Jumat (14/7/2023), Menlu AS Antony Blinken sempat mengadakan pembicaraan "terus terang dan konstruktif" dengan Direktur Urusan Luar Negeri Komite Pusat PKC Tiongkok Wang Yi pada Kamis (13/7/2023) di sela-sela AMM di Jakarta. Ini pertemuan terbaru dari serangkaian interaksi untuk mengatasi perselisihan antara kedua negara adidaya itu.

Sementara itu, mulai Kamis (13/7/2023) secara maraton dilakukan pertemuan antara Menlu ASEAN dengan negara mitra seperti AS, Inggris, Uni Eropa, Jepang, India, Rusia, Kanada, Norwegia, dan Korea Selatan. Sebelum ARF, juga dilakukan pertemuan Menlu East Asia Summit (EAS) di Jakarta, Jumat (14/7).

EAS beranggotakan 18 negara, yaitu anggota ASEAN dan para mitra, termasuk AS, RRT, Rusia, Jepang, India, Australia, Korea, dan Selandia Baru. EAS merupakan wadah yang inklusif untuk membahas dinamika di kawasan dan dunia.

Dalam pertemuan ARF ke-30 ini, Menlu Retno menyampaikan bahwa ARF harus mempunyai peran preventive diplomacy untuk menjaga perdamaian dan mencegah terjadinya konflik di kawasan.

ASEAN Regional Forum didirikan pada 1994 untuk membentuk arsitektur keamanan kawasan pasca-Perang Dingin melalui upaya membangun kepercayaan (confidence building measures) yang mengedepankan dialog dan konsultasi. Namun, saat ini lanskap keamanan kawasan telah banyak berubah akibat meruncingnya rivalitas negara adidaya di kawasan.

Dalam pidato pembukaan ARF ke-30, Menlu RI Retno Marsudi menyampaikan bahwa pendekatan “tit for tat” telah menciptakan krisis kepercayaan yang dalam, sehingga menghambat kerja sama. Ia juga menggarisbawahi potensi konflik yang berasal dari sengketa wilayah dan konflik etnik.

Tantangan tersebut semakin kompleks dengan munculnya masalah keamanan nontradisional seperti terorisme, perdagangan orang, dan perompakan laut. “Kompleksitas ini menuntut kita untuk dapat mengelola potensi konflik dengan cara yang lebih baik. Kita harus menggunakan ARF sebagai wahana untuk mengupayakan perdamaian dan mencegah terjadinya konflik di kawasan,” ujar Menlu Retno.

Menteri Retno menegaskan pentingnya mengubah defisit kepercayaan menjadi strategic trust. Ia juga menekankan perlunya membangun kerja sama yang bermanfaat langsung bagi masyarakat di kawasan. Untuk itu, Indonesia terus mendorong kerja sama konkret visi ASEAN Outlook on the Indo-Pacific.

“Kerja sama tersebut tidak hanya bermanfaat di bidang ekonomi, melainkan juga dapat mendorong  kerja sama strategis di tengah situasi geopolitik saat ini,” ujar mantan Dubes RI untuk Kerajaan Belanda itu.

Lebih lanjut, pihak Indonesia menyampaikan bahwa sudah saatnya ARF bertransformasi ke tahap selanjutnya untuk menjadi mekanisme pencegahan konflik (preventive diplomacy) yang lebih responsif dalam menghadapi tantangan keamanan di kawasan.

Sementara itu dalam forum, Menlu Retno menyampaikan tiga rekomendasi untuk menjadikan ARF memiliki peran dalam diplomasi pencegahan konflik. Pertama, menerapkan norma dan nilai-nilai yang dijunjung ASEAN, seperti yang tertuang di dalam Piagam ASEAN dan Treaty of Amity and Cooperation (TAC).

“Kita memerlukan pedoman untuk mencegah terjadinya konflik. Dalam hal ini, karena domain maritim menyimpan banyak potensi konflik, kita perlu menetapkan aturan main khususnya di domain maritim,” ujar Menlu Retno.

Kedua, ARF harus mendorong kerja sama konkret. Indonesia selaku pejabat Keketuaan ASEAN 2023 menyampaikan bahwa ARF harus menjadi sebuah mekanisme berorientasi aksi untuk menghadapi tantangan keamanan kawasan. Terdapat sejumlah kerja sama yang dapat dilakukan seperti program peningkatan kapasitas dan joint exercises. Kerja sama konkret tersebut harus bersifat inklusif dan tidak mengancam pihak lain.

Ketiga, penguatan kapasitas institusional ARF. Dalam hal ini, Indonesia juga mendorong penguatan peran ARF Chair dan Friends of the ARF Chair.

Pertemuan ARF ke-30 juga menyoroti sejumlah isu keamanan kawasan maupun di luar kawasan di antaranya terkait isu Myanmar, keamanan maritim Laut Tiongkok Selatan, denuklirisasi di Semenanjung Korea, dan pentingnya kawasan Indo-Pasifik yang bebas dari senjata nuklir. Isu di luar kawasan masih didominasi dampak perang yang terjadi di Ukraina.

Para peserta pertemuan juga menyampaikan apresiasi kepemimpinan Indonesia di ASEAN, terutama dalam mendorong implementasi Five Point Consensus (5PC) di Myanmar. Peserta pertemuan juga menegaskan dukungan pada sentralitas ASEAN dan penghormatan terhadap hukum internasional, termasuk Piagam PBB.

Peserta ARF kali ini adalah Menlu dan pejabat tinggi dari Australia, Bangladesh, Brunei Darussalam, Kamboja, Kanada, Tiongkok, Republik Demokratik Rakyat Korea, Uni Eropa, India, Jepang, Laos, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Selandia Baru, Pakistan, Papua Nugini, Filipina, Republik Korea, Rusia, Singapura, Sri Lanka, Thailand, Timor-Leste, Amerika Serikat, dan Vietnam.

 

Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari