Isu pangan dan nutrisi merupakan satu dari tiga usulan strategis Indonesia dari 16 priority economic deliverables (PED).
ASEAN Economic Community Council Meeting (AECC) ke-23 yang dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto telah menghasilkan beberapa isu sentral, termasuk masalah keamanan pangan dan masalah nutrisi. Tidak dipungkiri, kondisi iklim global dan masalah ketersediaan pangan telah menjadi isu bagi sejumlah negara di kawasan ASEAN, terutama soal ketahanan pangan.
Oleh karena itu, masalah menjadi perhatian serius di pertemuan KTT ke-43 ASEAN. Kini, negara-negara itu kini berupaya bagaimana bisa menciptakan penguatan mekanisme ketahanan pangan, selain peningkatan cadangan beras.
Beberapa cara untuk penguatan pangan, salah satunya adalah melalui pendekatan teknologi produksi beras berkelanjutan, integrasi kapasitas produksi dengan sistem logistik anggota, selain mengamankan rantai pasok dan stabilisasi harga beras.
Begitu pun dengan masalah kekurangan gizi di daerah Asia, khususnya Asia Tenggara. Di beberapa negara, masalah kekurangan gizi telah menjadi masalah krusial, seperti Timor Leste, Kamboja, Filipina, Myanmar, Vietnam, dan Indonesia.
Tak dipungkiri, masalah kekurangan gizi telah menjadi tantangan untuk wilayah ini, terutama tidak jauh dari triple burden of malnutrition seperti kekurangan gizi, gizi berlebih, dan kekurangan zat gizi mikro.
Kedua isu telah menjadi satu dari empat dokumen yang tengah disiapkan dan menjadi inisiatif Indonesia untuk diadopsi kepala negara KTT ke-43 ASEAN.
Keempat dokumen tersebut, yakni pertama, deklarasi kepala negara untuk memperkuat keamanan pangan dan nutrisi sebagai respons terhadap krisis.
Kedua, pernyataan para kepala negara untuk mengembangkan kerangka kesepakatan berkaitan dengan ASEAN Digital Economy. Ketiga, deklarasi para kepala negara berkaitan dengan ASEAN sebagai episentrum pertumbuhan. Keempat, kerangka Ekonomi Biru ASEAN.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto menjelaskan, Indonesia sebagai Ketua Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) 2023 telah menetapkan 16 priority economic deliverables (PED) yang terbagi dalam tiga usulan strategis.
“Pertama, kita mengamankan sektor pangan untuk Asia Tenggara dengan memiliki protokol. Kedua, untuk masa depan ASEAN, kita mengadopsi ekonomi biru dan hijau. Dan yang paling penting adalah memperkuat konektivitas yang menghubungkan regional ASEAN,” ucapnya saat menyampaikan closing remarks dalam acara Champion for ASEAN Economic Future Breakfast, Senin (4/9/2023).
Sementara itu, terkait PED, Indonesia juga mengangkat 16 PED yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing, konektivitas, dan mengakselerasi transformasi digital dan agenda keberlanjutan di kawasan. “Kita patut bersyukur bahwa saat ini sebanyak 11 prioritas yang sudah selesai dan lima sisanya akan diselesaikan pada kuartal IV-2023 antara Oktober--Desember 2023,” tambah Airlangga.
Kemudian terkait ASEAN Vision 2045 yang bertujuan menjadikan kawasan ASEAN yang “Resilient, Innovative, Dynamic and People-Centred”, terdapat empat hal penting yang diperhatikan. Pertama, integrasi ekonomi kawasan. Kedua, transformasi teknologi dan inovasi. Ketiga, ekonomi keberlanjutan, dan keempat, kesiapan masyarakat untuk berubah.
Para menteri menginstruksikan seluruh elemen badan sektoral terkait agar segera menyusun work plan guna mendukung penyusunan Visi ASEAN 2045.
Lebih lanjut, Menko Airlangga juga menjelaskan tentang isu sustainability, termasuk strategi netralitas karbon di ASEAN yang telah disepakati untuk dikawal implementasinya.
Pengembangan ekosistem kendaraan listrik juga dibahas untuk mendukung sustainability. Ekosistem kendaraan listrik tersebut menjadi isu yang diusulkan Indonesia dan mendapat sambutan yang baik dari semua negara anggota ASEAN dan disepakati untuk segera merumuskan strategi bersama dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik kawasan.
Dalam kesempatan tersebut juga dilakukan peluncuran ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA) yang menjadi tonggak sejarah dan langkah penting dalam kolaborasi antarnegara ASEAN untuk memanfaatkan potensi besar dunia digital menuju masyarakat, ekonomi, dan inovasi yang lebih baik.
Peluncuran DEFA menandai landasan ekonomi digital ASEAN yang aman dan saling terhubung, yang siap memimpin komunitas digital dan kekuatan ekonomi yang berkembang. “Apabila DEFA diberlakukan di 2025, ini akan meningkatkan potensi ekonomi digital ASEAN yang business as usual itu USD1 triliun. Tapi dengan implementasi DEFA meningkat menjadi USD2 triliun pada 2030,” kata Menko Airlangga.
Dengan menawarkan peta jalan yang komprehensif, DEFA berupaya memberdayakan dunia usaha dan pemangku kepentingan di seluruh ASEAN melalui percepatan pertumbuhan perdagangan, peningkatan interoperabilitas, penciptaan lingkungan online yang aman, dan peningkatan partisipasi UMKM.
“Negara-negara anggota ASEAN juga berkomitmen untuk menciptakan ekosistem digital yang berkelanjutan dan inklusif,” tambah Airlangga.
Dalam konferensi pers tersebut, Sekretaris Jenderal ASEAN memuji kepemimpinan Indonesia pada ASEAN tahun ini, khususnya dalam pilar ekonomi yang dipimpin oleh Menko Airlangga. Pilar ekonomi menghasilkan banyak outcome termasuk action implementation dengan pesan kunci utamanya menjadikan ASEAN sebagai kawasan investasi yang terpercaya.
Lebih lanjut Menko Airlangga juga menjelaskan bahwa hal-hal yang sudah dilaksanakan saat ini menjadi satu deliverables untuk mendukung UMKM dan e-commerce. Hingga saat ini, masih terus dilakukan harmonisasi kebijakan termasuk alur data terkait dengan DEFA.
“Regulasi ini menarik perjanjian yang sudah diperjanjikan termasuk RCEP dan yang lain sebagai basis, sehingga perubahan akibat transformasi AI sudah masuk dalam scope yang nanti juga akan dibahas. DEFA itu sendiri outlook-nya jangka panjang dan ini sudah dilakukan deep dive study oleh Sekjen ASEAN dan timnya,” pungkas Menko Airlangga.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini