Indonesia.go.id - Komodo dan Taman Wisata Komodo

Komodo dan Taman Wisata Komodo

  • Administrator
  • Kamis, 23 Agustus 2018 | 12:22 WIB
  Sumber foto: Pesona Indonesia

Alkisah, konon pada zaman antah berantah, hiduplah seorang perempuan gaib yang terkenal elok rupawan. Oleh masyarakat setempat, putri itu biasa dipanggil dengan nama “Putri Naga.” Diceritakan perempuan gaib itu kemudian menikah dengan seorang laki-laki dari wangsa manusia yang bernama “Majo.” Buah cinta antara kedua makhluk berlainan spesies ini melahirkan anak kembar: seorang bayi laki-laki dan seekor bayi naga.

Anak laki-lakinya diberi nama “Gerong,” dan dibesarkan di antara manusia; sementara yang berwujud naga dinamai “Orah,” dibesarkan di hutan. Sekalipun bersaudara kembar, sejak kecil telah dipisahkan sehingga mereka tak saling mengenal satu dengan lainnya.

Singkat cerita, beberapa tahun kemudian saat keduanya menginjak usia dewasa, satu peristiwa telah mempertemukan kedua saudara kembar ini. si-Gerong, laiknya laki-laki dewasa pada umumnya, memiliki tugas berburu binatang entah itu ke hutan ataupun ke laut. Momen pertemuan terjadi saat si-Gerong tengah pergi berburu ke hutan. Berbekal tombaknya si-Gerong berhasil membunuh seekor rusa. Tapi sewaktu si-Gerong hendak mengambil rusa hasil buruannya itu, tiba-tiba dari semak belukar muncul seekor kadal raksasa yang berusaha merampas rusa hasil buruannya itu. Si Gerong berusaha mengusir kadal raksasa itu, tetapi sayangnya tak kuasa. Reptil dengan ukuran gigantik itu berdiri di atas bangkai rusa sambil memberi peringatan dengan muka menyeringai.

Si-Gerong tak takut, ia mengangkat tombaknya hendak membunuh kadal raksasa itu. Pada momen kritis itu tiba-tiba muncullah perempuan cantik dengan tubuh cahaya bersinar menyilaukan. Ya, dialah sosok gaib Putri Naga, sekaligus Ibu bagi kedua saudara kembar itu. Dengan cepat Putri Naga itu melerai, dan memberitahu si-Gerong:

“Jangan bunuh hewan ini, dia adalah saudara perempuanmu, Orah. Aku-lah yang melahirkan kalian. Anggaplah dia sesamamu karena kalian sejatinya adalah bersaudara kembar.”

Demikianlah legenda perihal sejarah Komodo yang diyakini oleh masyarakat di Pulau Komodo. Adanya kisah perkawinan antara spesies manusia dengan non-manusia khususnya makhluk gaib atau sering disebut ‘spectrophilia’—yaitu istilah medis yang dipakai untuk merujuk pada kasus orientasi seksual yang subyek-pelaku berfantasi melakukan hubungan seksual dengan makhluk gaib—jadi struktur narasi folkore itu membangun kedekatan hubungan antara manusia dan Komodo. Terlepas dari aspek kebenarannya secara ontologis, folklore ini entah langsung atau tidak langsung berjasa besar mengemban fungsi konservasi terhadap spesies yang memiliki nama latin ‘Varanus Komodoensis.

Komodo adalah binatang purba yang masih lestari hingga kini. Taman Nasional Komodo ialah habitat terakhir sekaligus satu-satunya di dunia tempat spesies ini hidup. Dihuni sekitar 5.700-an kadal raksasa yang tampak seperti naga sehingga sering dijuluki “Komodo Dragon,” pada 1991 UNESCO mendeklarasikan kawasan ini sebagai Situs Warisan Alam Dunia. Sebelumnya, pada 1986 UNESCO juga telah menetapkan kawasan itu sebagai Cagar Biosfer.

Sedangkan status Taman Nasional Komodo sendiri ditetapkan oleh Presiden Soeharto pada 1980, yang kawasannya meliputi areal Pulau Komodo, Padar, Rinca, Gili Motang, dan Nusa Kode tetapi juga banyak pulau-pulau kecil di sekitarnya. Melalui Keputusan Presiden No. 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional, posisi Komodo didudukkan sebagai sebagai satwa nasional. Bergerak lebih jauh, pada 2006 kawasan lindung yang meliputi wilayah darat dan laut yang dengan luas total 1.817 kilometer persegi ini ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono sebagai percontohan taman nasional.

Kawasan ini merupakan salah satu lingkungan laut yang memiliki keragaman hayati yang menarik karena berada di garis Wallacea, area pertemuan antara lempeng Asia dan Australia. Juga dikenal memiliki keunikan spesies flora maupun fauna sebagai hasil dari posisi geografisnya berada di zonasi transisi antara Asia maupun Australia. Ada 277 spesies hewan yang terdiri dari: 32 spesies mamalia, 128 spesies burung, dan 37 spesies reptilia. Berikut Komodo, setidaknya ditemukan 25 spesies hewan darat atau burung yang secara hukum dilindungi karena populasinya terbatas atau terbatas penyebaran geografisnya.

Selain itu, kekayaan bawah laut di areal Taman Nasional Komodo juga menyimpan keragaman biodiversitas yang luar biasa. National Geographic edisi Desember 2018 mencatat, lebih dari 1.000 spesies ikan karang, 385 jenis karang pembentuk terumbu, dan 70 spesies sponge, 6 jenis paus, 10 jenis lumba-lumba, 3 jenis penyu, dan pari manta. Menariknya lagi, kawasan ini juga memiliki pantai yang bernama “Pink Beach.” Sesuai namanya, pansir pantai ini berwarna merah muda. Pantai “Pink Beach” atau pantai merah muda merupakan satu dari tujuh pantai berpasir merah muda yang ada di dunia.

Tentu tak berlebihan jika ada orang mengatakan taman laut di kawasan Taman Nasional Komodo ialah terkaya dan sekaligus terindah di dunia. Sebutlah testimoni Per Hammerstad, misalnya, seorang travel writer asal Norwegia, underwater photographer terkenal yang memiliki frekuensi menyelam lebih dari 2000 kali sejak 1980, juga salah satu kontributor buku A Journey to Komodo, pada Maret 2017 pernah mengatakan:

"Semua tempat penyelaman tentu saja memiliki keindahan dan keunikan masing-masing. Meski demikian bagi saya, Pulau Komodo ialah tempat penyelaman terindah dan paling mengesankan."

Lima tahun sebelum itu, yaitu tepatnya pada 2012, organisasi New 7 Wonders memasukkan Taman Nasional Komodo sebagai salah satu “The New Seven Wonder of Nature. Tak hanya itu, untuk wisata bawah laut hasil survai CNN pada 2015 menobatkan Taman Nasional Komodo sebagai “World’s Best Snorkeling Destination. Juga majalah bergengsi National Geographic, pada edisi bulan Juli 2017 berjudul 100 Best Destinantions bahkan menempatkan Taman Nasional Komodo masuk daftar 10 destinasi terbaik sedunia.

Wajar saja bicara jumlah kunjungan wisman baik domestik maupun mancanegera trendnya terlihat naik. Sepanjang 2012 – 2013, misalnya, bersama dengan destinasi Labuhan Bajo di Flores tercatat terjadi trend kenaikan sebesar 29,01%, yaitu dari 41,972 pengunjung naik jumlahnya jadi 54,147 pengunjung. Seperti diketahui, bermaksud mendorong peningkatan jumlah wisman ke Taman Nasional Komodo, Presiden Joko Widodo menempatkan Labuhan Bajo sebagai salah satu dari sepuluh destinasi wisata unggulan Indonesia. Labuhan Bajo dikembangkan sebagai “Gate of World Ecotourims in NTT, yaitu sebagai  pendukung  Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di mana Taman Nasional  Komodo termasuk di dalamnya. Berkerja tak setengah hati, Presiden Joko Widodo kembali mengeluarkan Peraturan Presiden 32 Tahun 2018 tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores pada April 2018. Target yang hendak dicapai pemerintah ialah kenaikan jumlah kunjungan wisman hingga mencapai 500.000 pada 2019.

Sementara bicara tentang upaya konservasi secara serius, sebenarnya sejak 1995 Indonesia sengaja mengundang The Nature Conservancy untuk membantu membuat program konservasi untuk pesisir dan laut secara komprehensif. The Nature Conservacy adalah sebuah LSM di Amerika, dibentuk pada 1951. Bergerak pada issue lingkungan dengan misi menjaga tanah dan air di mana seluruh kehidupan secara esensial tergantung padanya, LSM ini bekerja pada lebih dari 72 negara. Oleh Indonesia lembaga ini sengaja dilibatkan secara aktif dalam penyusunan perencanaan proses konservasi, yang berpuncak pada rumusan Rencana Induk 25 Tahun Pengelolaan Taman Nasional Komodo pada 4 Juli 2000.

Keseriusan Indonesia untuk menjaga keragaman hayati sebenarnya telah dimulai jauh hari. Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention On Biological Diversity melalui UU No. 5 Tahun 1994. Pada 1993 Pemerintah juga telah menyusun panduan Biodiversity Action Plan for Indonesia. Kemudian pada 2003, rencana aksi ini diperbarui jadi Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan 2003-2020. Oleh karena menimbang selama sepuluh tahun belakangan telah muncul banyak perkembangan baru dan issue-issue baru—seperti Aichi Target, Access and Benefit Sharing, keekonomian keragaman hayati, perubahan iklim, dsbnya—maka Presiden Joko Widodo kembali merumuskan Indonesian Biodiversity Strategic and Action Plan 2015 – 2020, yang juga sebagai kontribusi untuk pencapaian agenda SDGs (Sustainable Development Goals) di Indonesia (***).