Seekor orangutan jantan berumur 35 tahun dievakuasi dari Dusun Padang Bulan, Desa Marsada, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, Minggu (22/11/2020). Keberadaan orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis) ini dianggap meresahkan warga karena telah memasuki permukiman desa selama empat hari. Evakuasi dilakukan oleh Tim Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatra Utara bekerja sama dengan lembaga mitra kerja Yayasan Orangutan Sumatera Lestari (YOSL)-Orangutan Information Center (OIC).
Dari pengamatan lapangan tim memutuskan untuk mengevakuasi dengan cara menembak bius orangutan tersebut. Pasalnya, mengingat lokasi ditemukannya satwa tersebut sangat jauh dari kawasan hutan sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan penggiringan. Setelah orangutan berhasil dievakuasi dilakukan pemeriksaan kesehatan orangutan tersebut oleh dokter dari OIC. Dari hasil pemeriksaan, satwa primata berbobot 63kilogram itu dinyatakan sehat dan laik untuk dilepasliarkan ke habitatnya di Cagar Alam Dolok Sipirok.
Keesokan harinya, tim BBKSDA Sumut dan YOSL-OIC melepasliarkan orangutan tapanuli tersebut di kawasan Cagar Alam Dolok Sipirok, Tapanuli Selatan. "Semoga orangutan ini dapat segera beradaptasi dengan habitatnya. Pascapelepasliaran, orangutan selalu dalam monitoring tim BBKSDA Sumut untuk memastikan tetap berada di habitatnya," ungkap Kepala BBKSDA Sumut, Hotmauli Sianturi.
Satwa Kritis
Orangutan Tapanuli termasuk satwa liar dilindungi sesuai Peraturan Permerintah nomor 7 tahun 1999 dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi. Sedangkan menurut International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (Critically endangered).
Orangutan tapanuli merupakan spesies kera besar yang hanya ditemukan di hutan Tapanuli, khususnya di tiga kabupaten, yakni Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, dan Tapanuli Utara. Sebagian besar populasi orangutan tapanuli tersebar di blok Batang Toru Barat dan Batang Toru Timur. Populasi orangutan itu juga ditemukan di Cagar Alam Dolok Sipirok, Suaka Alam Lubuk Raya, dan Cagar Alam Dolok Sibual-buali.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2019, jumlah orangutan tapanuli di wilayah Batang Toru Barat saat ini 400 hingga 600 ekor (sebagian kecil berada di Lubuk Raya dan Dolok Sibual-buali), sedangkan di Batang Toru Timur sekitar 150-160 ekor. Total populasi orangutan tapanuli di Batang Toru berkisar antara 577-760 individu.
Konservasi satwa primata yang dilindungi ini juga dilakukan oleh Balai KSDA Kalimantan Barat, Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) bersama Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) Ketapang melepasliarkan lima individu orangutan, di kawasan TNBBBR, Rabu (11/11/2020). Kelima individu orangutan yang dilepasliarkan terdiri dari tiga individu jantan bernama Jacky, Beno, dan Puyol, serta dua individu betina bernama Oscarina dan Isin.
Kepala Balai TNBBBR Agung Nugroho menyatakan bahwa kegiatan pelepasliaran ini dilakukan dengan melalui serangkaian kegiatan dan kajian. Dia berharap, orangutan yang dilepaskan di dalam kawasan TNBBBR ini mampu membentuk populasi baru, dan mempertahankan eksistensi spesiesnya.
Sebelumnya, pada Februari 2020, pihaknya juga melepasliarkan lima individu orangutan. Dipilihnya kawasan ini menjadi lokasi pelepasliaran, karena kondisi hutannya yang sesuai dengan keberadaan pohon pakan orangutan yang berlimpah. Meski jarak dan akses yang berat, kondisi ini menguntungkan untuk keamanan kelima individu orangutan tersebut. Dibutuhkan waktu sekitar 27-28 jam dari Kabupaten Ketapang, Kalbar, menggunakan transportasi darat dan sungai untuk menuju lokasi pelepasliaran ini. "Dengan dilepasliarkannya lima individu orangutan ini, maka telah dilepasliarkan 51 individu orangutan di wilayah kerja Balai TNBBBR, yang terdiri dari 10 individu orangutan liar/translokasi, dan 41 individu orangutan hasil rehabilitasi dari Pusat Penyelamatan Konservasi Orangutan (PPKO) Ketapang," tutur Agung Nugroho.
Sebelum dilakukan pelepasliaran, kelima orangutan tersebut telah menjalani proses rehabilitasi, dan kajian medis serta perilaku. Sebagian besar mereka, berasal dari penyerahan masyarakat, dan beberapa bahkan telah menjadi satwa peliharaan masyarakat. Di samping melakukan penyelamatan habibat satwa berupa evakuasi, translokasi, BKSDA Kalbar mengadakan beberapa kegiatan lain seperti penyuluhan dan penyadartahuan sebagai bagian dari solusi konflik satwa dan manusia di kawasan hutan.
Setidaknya, program pelepasliaran orangutan oleh BKSDA dan BBKSDA Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama para mitra-mitra lembaga tersebut mampu menjaga populasi orangutan Sumatra maupun Kalimantan.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Editor: Firman Hidranto/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini