Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika Mira Tayyiba menyatakan pembahasan isu konektivitas digital dan pemulihan pascapandemi Covid-19 dilatari kondisi terkini akibat kehadiran dan pemanfaatan teknologi digital yang telah menjadi sebuah keniscayaan.
Siaran Pers
Kementerian Komunikasi dan Informatika
No. 49/HM/KOMINFO/02/2022
Jumat, 11 Februari 2022
Tentang
DEWG Presidensi G20 Indonesia Tekankan Tiga Prinsip Penting Pemanfaatan Teknologi Digital
Presidensi G20 Indonesia memberikan perhatian terhadap isu konektivitas digital dan pemulihan pascapandemi Covid-19. Isu yang akan diajukan dalam pembahasan Forum Digital Economy Working Group (DEWG) itu menekankan prinsip prinsip inklusivitas, pemberdayaan dan berkelanjutan dalam pemanfaatan teknologi digital.
Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika Mira Tayyiba menyatakan pembahasan isu konektivitas digital dan pemulihan pascapandemi Covid-19 dilatari kondisi terkini akibat kehadiran dan pemanfaatan teknologi digital yang telah menjadi sebuah keniscayaan.
“Tidak hanya menyoal pembangunan, tetapi lebih kepada lingkungan sosial dan aktifitas masyarakat sehari-hari. Merespons kondisi terkini dan sejalan dengan agenda Presidensi G20 Indonesia, maka Kementerian Kominfo yang dalam beberapa tahun terakhir melaksanakan agenda transformasi digital akan memberikan penekanan ada aspek infrastruktur, sumberdaya manusia dan ekosistem digital dengan prinsip inklusivitas, memberdayakan, dan berkelanjutan,” ujarnya saat menghadiri Sofa Talk Series DEWG secara virtual, dari Jakarta Pusat, Jumat (11/2/2022).
Menurut Sekjen Mira Tayyiba yang menjadi Chair DEWG Presidensi G20 Indonesia, prinsip inklusivitas, memberdayakan, dan berkelanjutan dari dua sisi akan dibahas dari dua aspek yaitu hilir atau pemanfaatan dan keterkaitan dengan sektor strategis.
“Jadi pandemi ini menegaskan kembali urgensi kehadiran dan pemanfaatan teknologi digital. Saat mobilitas dan aktivitas fisik dibatasi, untuk bertahan dan berkembang, kita harus bermigrasi ke ruang digital. Ternyata ada kelompok adaptif yang bisa langsung memanfaatkan teknologi digital, dapat mengakses dan memanfaatkan. Namun, ada juga yang belum memiliki kesempatan ataupun akses ke layanan digital,” jelasnya.
Kesenjangan akses itu menjadi perhatian khusus Indonesia untuk mengangkat konektivitas dan pandemi dalam pembahasan DEWG agar Indonesia dan secara global dapat memperkecil disparitas atau kesenjangan akibat perbedaan akses teknologi digital.
“Kita ingin melihat apa yang disebut dengan kesenjangan, tidak saja terkait dengan keberadaan infrastruktur, tidak hanya masalah spasial, ada daerah yang komersial, ada daerah 3T (terdepan terluar tertinggal) yang harus disediakan infrastruktur digital secara khusus,” tandas Sekjen Kementerian Kominfo.
Oleh karena itu, dalam pembahasan Forum DEWG, Kementerian Kominfo sebagai pengampu membahas layanan digital akan memperjuangkan kesetaraan dan inklusivitas, terutama untuk kelompok rentan.
“Saat ini anak-anak selalu bersinggungan dengan digital, karena sekolah sudah online dan sering ditugaskan melakukan pencarian atau browsing. Tetapi ternyata konten yang tersedia tidak seluruhnya aman,” tutur Sekjen Mira Tayyiba.
Menurut Sekjen Kementerian Kominfo agenda pembahasan juga diarahkan ke inklusivitas agar kebijakan dan pemanfaatan teknologi digital dapat juga menjangkau anak-anak rentan.
“Keamanan ruang digital itu sendiri pun juga masih harus ditingkatkan. Jadi kita bicara inklusivitas termasuk kelompok anak-anak yang rentan ini bisa jadi terkait dengan online safety,” tegasnya.
Nilai Tambah Sektor Strategis
Sekjen Mira Tayyiba menjelaskan dinamika sektor strategis yang terus memanfaatkan teknologi digital selama pandemi Covid-19. Menurutnya, setiap pengampu kepentingan dalam sektor tersebut akan dilibatkan dalam pembicaraan Forum DEWG Presidensi G20 Indonesia 2022.
“Misalnya aktor yang paling terdampak pandemi yaitu UMKM. Mereka bisa tumbuh dan berkembang di era pandemi dengan bermigrasi ke UMKM platform digital. Jadi pemanfaatan teknologi digital ini sangat beragam dan harus dapat dimanfaatkan banyak pihak, Itu dari sisi pemanfaatan,” ujarnya.
Sedangkan dari aspek penyediaan, Sekjen Kementerian Kominfo menyontohkan model bisnis konvensional yang perlu dipacu dalam merespons dan mengelola disrupsi akibat keberadaan teknologi digital.
“Saat ini sudah banyak perusahaan berbasis digital, misalnya over-the-top. Bagaimana kita menciptakan fair level of playing field antara pemain konvensional dengan yang berbasis digital,” ungkapnya.
Sekjen Mira Tayyiba menyatakan pembahasan mengenai migrasi aktifitas fisik ke ruang digital, juga akan memperhatikan pembangunan infrastruktur telekomunikasi sebagai backbone atau tulang punggung dalam memberikan layanan digital kepada masyarakat. Salah satu yang menjadi perhatian Kementerian Kominfo berkaitan dengan upaya menjaga dan merawat infrastruktur yang tersedia.
“Kita bicara mengenai misalnya bencana alam, beberapa waktu lalu terjadi aktivitas vulkanik di daerah Papua sehingga kabel laut kita putus yang berakibat kepada akses layanan internet di sana terhambat,” tuturnya.
Menurut Sekjen Kementerian Kominfo, ketahanan terhadap infrastruktur digital atas serangan siber juga menjadi perhatian serius Pemerintah Indonesia. Dengan prinsip inklusivitas, pemberdayaan dan berkelanjutan, Kementerian Kominfo juga akan membahas dalam isu konektivitas digital dan pascapandemi dalam Forum DEWG Presidensi G20 Indonesia.
“Inklusif, memberdayakan dan berkelanjutan ini lebih dari sekadar kehadiran fisik, anatra ada atau tidak ada. Tetapi bagaimana kita bisa memanfaatkan teknologi digital secara produktif sehingga bisa menghasilkan suatu nilai ekonomi,” tandasnya.
Tanggung Jawab Digital
Salah satu aspek pembahasan DEWG berkaitan dengan konektivitas digital adalah solusi bagi Indonesia agar mobilitas dan interaksi fisik masyarakat tetap terjaga dan roda perekonomian tetap berjalan. Oleh karena itu, Kepala Departemen HI Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjajaran Arfin Sudirman yang menjadi National Knowledge Partner DEWG menyatakan ekosistem digital harus menjadi sektor penting yang perlu diimplementasikan,
“Ada sebuah revolusi yang kemudian dengan pandemi ini memaksa kita untuk menggunakan perangkat atau digital teknologi dan membuat perekonomiannya berjalan,” ujarnya.
Berdasarkan hasil kajian Departemen HI FISIP Unpad, Indonesia sangat membutuhkan transformasi digital karena tidak semua masyarakat tercover oleh layanan Internet of Things.
“Ini juga sebetulnya fenomena yang tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga di seluruh dunia. Tetapi kita akan bergerak ke sana dan tentu saja kita juga membuat sebuah konsep yang disebut sebagai digital responsibility,” jelasnya.
Menurut Arfin Sudirman, transformasi digital tidak memandang faktor umur atau gender. Demikian halnya dengan disparitas atau kesenjangan yang tidak hanya dari aspek kepemilikan gadget atau akses terhadap internet.
“Jadi ini kemudian menjadi cita-cita kita dan Indonesia membawa isu konektivitas digital ke Presidensi G20 tujuannya adalah supaya inklusivitas, empowerment itu bisa meng-cover seluruh masyarakat dan tidak ada yang tertinggal untuk literasi digital,” tegasnya.
Kepala Departemen HI Unpad juga melihat kecenderungan negara anggota G20 yang maju dari bidang teknologi perlu memberikan digital responsibility kepada setiap negara di luar forum G20.
“Tentu saja kita harus tahu bahwa pembentukan G20 itu sendiri sebetulnya dimulai dari krisis ekonomi yang diharapkan dari multilateralisme muncul kerja sama internasional yang berdampak positif kepada seluruh dunia, tidak hanya dalam konteks digital pada saat itu,” jelasnya.
Arfin Sudirman menyontohkan krisis ekonomi tahun 1998 yang kehadiran negara-negara G20 memberikan dampak positif. Oleh karena itu, melalui Presidensi G20 Indonesia Arfin berharap dapat menjawab persoalan global, terutama mengenai pemulihan pascapandemi Covid-19.
“Ini menjadi tanggung jawab kita semua, tidak hanya di negara-negara yang kaya. Tetapi juga tanggung jawab kita untuk masyarakat dalam artian kita harus giving back to the people. Apa yang kita dapatkan itu bermaslahat bagi masyarakat, tidak hanya di Indonesia tapi juga di dunia,” ungkapnya.
Dalam Sofa Talk Series bertema Konektivitas Digital dan Pemulihan Pasca Pandemi Covid-19 hadir secara virtual, Staf Khusus Menteri Kominfo yang menjadi Co-Chair DEWG, Dedy Permadi; Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia, Sarwoto Atmosutarno; Ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, Arif Angga; dan Ketua Umum Indonesian E-commerce Association, Bima Laga.
Biro Humas Kementerian Kominfo