Tujuh dari delapan medali emas dari pebulu tangkis Indonesia pada Olimpiade, dipersembahkan di bulan Agustus. Bagaikan kado teramat istimewa bagi perayaan kemerdekaan.
Bulu tangkis sejatinya sudah diperkenalkan jauh sebelum Olimpiade Barcelona 1992. Tepatnya ketika pesta olahraga multicabang terbesar di dunia itu digelar di Munich, Jerman, pada 1972 silam. Kala itu bulu tangkis statusnya hanya sebagai cabang olahraga ekshibisi, artinya tetap dilombakan hanya saja medali yang diperoleh tidak dihitung ke dalam klasemen perolehan medali.
Keberhasilan menjadikan olahraga, yang pertama kali diciptakan para prajurit Inggris yang bertugas di Pune, India, pada abad ke-19 untuk dimainkan di Olimpiade Munich 1972, tak lepas dari peran dua tokoh asal Indonesia. Mereka adalah Sudirman dan Suharso Suhandinata yang kemudian dikenal sebagai bapak bulu tangkis Indonesia dan dunia.
Laga ekshibisi di Munich diikuti 25 atlet dari 11 negara dan mempertandingkan empat nomor yaitu tunggal putra-putri, ganda putra, dan ganda campuran. Indonesia saat itu menurunkan para pemain kelas dunia. Mereka termasuk para juara All England, turnamen bulu tangkis tertua di dunia yang sudah digelar sejak 1899 dan menjadi barometer penting prestasi pebulu tangkis selain Olimpiade.
Ada nama Rudy Hartono, di mana ketika berlomba di Munich baru tujuh bulan sebelumnya menyabet gelar juara tunggal putra All England untuk kelima kalinya. Maestro bulu tangkis dunia ini tercatat sebagai peraih delapan gelar All England, di mana tujuh di antaranya ia rebut secara beruntun pada 1968-1974 dan gelar lainnya diraih pada 1976.
Terdapat pula nama Utami Dewi, adik kandung Rudy Hartono. Dewi saat itu adalah tunggal putri terbaik yang dimiliki Indonesia dan setahun sebelum ikut ke Munich, ia sempat menyabet titel juara Kejuaraan Asia di Jakarta, Agustus 1971. Indonesia juga mengirim pasangan Christian Hadinata dan Ade Candra untuk bertempur di nomor ganda putra. Seperti juga Rudy, Christian/Ade juga baru merebut titel All England 1972.
Pada penampilan perdana itu, Rudy dan kawan-kawan mencetak hasil gemilang. Rudy dan Christian/Ade keluar sebagai juara diikuti Utami Dewi sebagai runner-uptunggal putri. Di ganda campuran, Christian yang berpasangan dengan Utami menjadi juara ketiga. Total, Indonesia menyabet 2 emas, 1 perak, dan 1 perunggu. Hasil di Munich meski tidak diperhitungkan dalam klasemen perolehan medali sudah menegaskan bahwa Indonesia merupakan kekuatan utama bulu tangkis dunia.
Rudy berhasil meneguhkan kedigjayaannya atas Svend Pri dari Denmark di partai final. Rudy-Svend Pri merupakan musuh bebuyutan di arena pertandingan terutama dalam ajang All England di mana mereka saling mengalahkan. Rudy mampu menjinakkan Svend pada partai final All England 1970 dan 1972. Pada 1975 giliran Svend yang menumbangkan Rudy dan kemudian Rudy membalasnya pada 1976.
Bulu tangkis kembali dilombakan sebagai cabang olahraga ekshibisi pada Olimpiade Seoul 1988 dengan lima nomor termasuk tambahan ganda putri. Di Seoul, cabang ini diikuti atlet-atlet dari sembilan negara. Saat itu Tiongkok dan Korea Selatan telah muncul sebagai kekuatan baru bulu tangkis dunia. Mereka berbagi emas, tiga diborong Korsel dan sisanya diboyong Tiongkok. Indonesia hanya disisakan sekeping perak yang diraih Icuk Sugiarto, juara dunia 1983.
Tradisi Emas Olimpiade
Sejak bulu tangkis dilombakan secara resmi sebagai cabang yang memperebutkan medali pada Olimpiade Barcelona 1992 hingga Olimpiade Tokyo 2020, kontingen Merah Putih telah mengumpulkan 21 medali terdiri dari 8 emas, 6 perak, dan 7 perunggu. Ratu bulu tangkis dunia Susy Susanti tercatat sebagai penyumbang emas pertama Olimpiade untuk Merah Putih dari nomor tunggal putri. Ganda putri Greysia Polii dan Apriyani Rahayu pun tak ingin ketinggalan.
Greysia/Apriyani, srikandi-srikandi tangguh asal tanah Sulawesi, menjaga tradisi emas Indonesia dari cabang bulu tangkis Olimpiade. Greys dan Apri, begitu rekan-rekannya biasa memanggil, sukses merontokkan perjuangan salah satu ganda terkuat dunia, Chen Qingchen/Jia Yifan pada partai final nomor ganda putri Olimpiade Tokyo 2020.
Pada duel yang digelar di Musashino Forest Sport Plaza, Senin (2/8/2021), Greysia/Apriyani yang tampil di Tokyo sebagai ganda nonunggulan menggulung unggulan kedua asal Tiongkok dengan dua set, 21-19, 21-15. Hasil ini membuat Greysia/Apriyani tercatat sebagai ganda putri pertama Indonesia yang mampu meraih emas Olimpiade.
Kedua atlet yang berasal dari Perkumpulan Bulu Tangkis (PB) Jaya Raya itu juga mencetak sejarah baru. Lantaran membawa Indonesia sebagai negara kedua di dunia yang mampu mengumpulkan emas dari seluruh nomor yang dilombakan (tunggal putra, tunggal putri, ganda putra dan ganda putri, ganda campuran) pada cabang bulu tangkis.
Tiongkok menjadi negara pertama di dunia yang mampu mengawinkan ke-20 emas mereka dari seluruh nomor. Uniknya, Indonesia dan Tiongkok pernah sama-sama gagal merebut emas pada salah satu ajang Olimpiade. Tiongkok mengalaminya ketika Olimpiade Barcelona 1992 dan Indonesia saat Olimpiade London 2012.
Sukses besar kedua srikandi beda usia 10 tahun itu terasa semakin istimewa karena menjadi kado bagi perayaan kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 2021. Seperti sebuah kebetulan, 7 dari 8 emas yang pernah dipersembahkan para pebulu tangkis Merah Putih mereka ciptakan pada bulan kemerdekaan. Greys pun mencetak sejarah pribadi, memberi kado ulang tahun paling istimewa kepada dirinya sendiri lantaran akan memasuki usia 34 tahun pada 11 Agustus nanti.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari