Indonesia.go.id - Mempertegas Kedaulatan Udara Indonesia

Mempertegas Kedaulatan Udara Indonesia

  • Administrator
  • Jumat, 4 Februari 2022 | 22:02 WIB
FIR JAKARTA
  Foto: BPMI Setpres/ Laily Rachev
Armada pesawat penegak hukum Indonesia ketika berpatroli di atas ruang udara Natuna dan Kepulauan Riau tidak perlu lagi menunggu atau mengajukan flight approval, diplomatic clearance, security clearance dari Singapura. Kini mereka telah memiliki independensi dalam menjaga NKRI.

Disetujuinya batas wilayah informasi penerbangan atau flight information region (FIR) Jakarta-Singapura membuka babak baru sektor perhubungan udara antara Indonesia dan Singapura. Penandatanganan persetujuan itu dilakukan oleh Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi dan Menteri Transportasi Singapura S. Iswaran disaksikan Presiden Joko Widodo serta Perdana Menteri Lee Hsien Loong di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022).

Ini menandakan telah selesainya negosiasi bilateral Indonesia-Singapura untuk penyesuaian batas wilayah informasi penerbangan atau realignment FIR sesuai hukum internasional. Sehingga pada akhirnya pengelolaan navigasi udara di atas wilayah Kepulauan Riau dan Natuna bisa dilakukan oleh Indonesia. Negosiasi mengenai realignment FIR itu telah dimulai sejak era 1990-an.

Sebelum persetujuan ini dibuat, FIR Jakarta belum mencakup seluruh teritorial Indonesia pada ruang udara di atas Kepri dan Natuna. Lantaran layanan navigasi penerbangan di wilayah tadi masih dilakukan oleh operator navigasi penerbangan Singapura dan Malaysia.

Semua itu bermula pada 1946 ketika ruang udara di atas Kepri dan Natuna awalnya dilayani oleh Inggris yang menduduki Singapura dan Malaysia. Pada 1973, pengelolaan untuk wilayah upper air space dialihkan Inggris kepada Singapura. Sedangkan untuk lower air space diberikan sedikit kepada Malaysia.

Adanya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Internasional (UNCLOS) pada 10 Desember 1982 dan diratifikasi oleh Indonesia lewat Undang-Undang nomor 17 tahun 1985 merupakan peristiwa penting. Ini wujud nyata dari Deklarasi Juanda 13 Desember 1957 sebagai deklarasi atas kedaulatan laut di dalam kerangka Negara Kesatuan RI.Photo: Presidential Secretary BPMI/Laily Rachev

Lewat kedua produk hukum itu, wilayah Natuna dan Kepri memiliki kekuatan hukum yang jelas. Atas dasar itu pula Pemerintah Indonesia mengajak Singapura ke meja perundingan untuk meninjau ulang permasalahan FIR ini pada 1994. Pada 1995, hasil perundingan didaftarkan oleh Indonesia-Singapura kepada Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), namun belum memberikan hasil memuaskan.

Ini semua karena masih ada riak dari Malaysia yang memegang sedikit kendali lower air space yang kemudian mereka veto. Lewat FIR Jakarta terbaru yang telah disetujui, wilayah terbang 0 hingga 37.000 kaki (feet) atau 90 nautical mile (NM) menjadi wewenang Singapura dan di atas ketinggian itu menjadi milik Indonesia.

Kemudian untuk Batam dan Tanjungpinang, hingga ketinggian 10.000 kaki tetap dilayani Indonesia dan di atas itu akan didelegasikan kepada Singapura. Untuk pesawat misalnya dari Tanjungpinang ke Jakarta, hanya beberapa menitnya saja dikontrol oleh Singapura, setelahnya menjadi kendali Indonesia.

Demikian diungkapkan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Novie Riyanto Rahardjo pada webinar Chief Editor Briefing “Penataan Flight Information Region (FIR)” yang diselenggarakan secara daring oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Jumat (4/2/2022) sore.

Narasumber lainnya adalah Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Abdul Kadir Jaelani, dan Duta Besar RI untuk Singapura, Suryopratomo. Kegiatan ini juga diikuti oleh sejumlah pemimpin redaksi media massa nasional di tanah air. "Chief Editor Briefing ini on the record, terbuka untuk teman-teman media kutip, rekam, dan kemudian memberitakannya. Kecuali ada yang dinyatakan sebagai off the record, maka itu menjadi off the record," ujar Dirjen IKP Kominfo, Usman Kansong yang memandu acara ini.

 

Independensi Penegakan Hukum

Dalam kesempatan itu, Dirjen Novie juga menjelaskan sejumlah hal penting lain terkait persetujuan pengelolaan FIR oleh Indonesia. Dengan dibukanya FIR Jakarta di atas Natuna dan Kepri dari sebelumnya dikelola Singapura, maka ada tambahan ruang udara Indonesia di sekitar wilayah itu sebesar 249.575 kilometer persegi. Ini juga sebagai bentuk pengakuan internasional atas Deklarasi Juanda dan UNCLOS bahwa Indonesia adalah sebuah negara kepulauan.

Selain itu, pesawat-pesawat Indonesia memiliki independensi dalam penegakan hukum. Dalam hal ini, di wilayah tersebut terdapat armada pesawat milik TNI, Polri, Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang rutin berpatroli setiap hari untuk menjaga kedaulatan NKRI.

"Lewat penambahan ruang udara FIR Jakarta ini, mereka tidak perlu lagi mengajukan diplomatic clearance, security clearance, dan flight approval (FA) dari otoritas Singapura. Artinya, pesawat yang bergerak di daerah itu apabila bukan pesawat komersial atau berjadwal, maka kita berdaulat penuh memberikan clearance-clearance tadi," kata Novie. 

Selain kesepakatan pengelolaan ruang udara bagi penerbangan sipil, kedua negara juga setuju untuk membentuk kerangka sipil dan militer untuk manajamen lalu lintas penerbangan (Civil Military Air Traffic Management Coordination/CMAC). Tujuannya untuk memastikan terbukanya jalur komunikasi aktif yang menjamin tidak terjadinya pelanggaran kedaulatan dan berdaulat Indonesia.

Karena itu, Indonesia akan menempatkan beberapa personel sipil dan militer pada Singapore Air Traffic Control Center (SATCC) yang berada di Bandar Internasional Changi. Hal ini telah tertuang di dalam perjanjian FIR yang telah ditandatangani. Kemudian terdapat potensi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di mana saat ini route charge-nya sudah menjadi devisa bagi Indonesia lewat layanan jasa navigasi penerbangan yang diberikan. Novie memperkirakan, dengan realignment FIR ini, PNBP bisa mencapai Rp230 miliar per tahun.

Novie pun membuka cerita bahwa pihak PT Airnav Indonesia sudah sejak 2-3 tahun terakhir menyiapkan simulator kontrol udara dengan memasukkan upper air space Natuna dan Kepri ke dalam simulator. Ini agar petugas air traffic control (ATC) dapat memiliki rating sebagai syarat wajib pengendali penerbangan oleh ICAO khususnya ANNEX 1.

Sementara itu, Abdul Kadir Jaelani mengatakan, dalam catatan pihaknya terdapat 274 FIR di seluruh dunia, di mana sebanyak 55 negara mendelegasikan pengelolaan FIR mereka kepada negara lain. "Yang menarik adalah, Australia dan Timor Leste mendelegasikan pengelolaan FIR mereka kepada Indonesia. Kita menguasai sebagiannya. Tentu kita tidak bisa mengatakan bahwa Indonesia menguasai kedaulatan Australia dan Timor Leste. Malaysia bahkan mendelegasikan FIR mereka kepada Singapura, mirip seperti kita lakukan," urainya.

Sementara itu, Duta Besar RI untuk Singapura, Suryopratomo menambahkan realignment FIR merupakan bagian dari terjalinnya hubungan diplomatik kedua negara yang telah terjalin sejak 55 tahun lalu. Kedua pemimpin negara secara bergantian melakukan pertemuan (leaders retreat). Terakhir dilakukan pada 2019 di Singapura, dan seharusnya pada 2020 dilaksanakan di Indonesia. Namun, karena ada pandemi virus corona, maka pertemuan sempat ditunda hingga dua kali sebelum akhirnya terlaksana pada 2022.

Menurutnya, persetujuan FIR merupakan salah satu bagian dari kesepakatan baru oleh kedua negara selain ekstradisi dan kerja sama pertahanan. "Indonesia dan Singapura memiliki six working group yang membahas berbagai aspek seperti investasi, keuangan, tenaga kerja, dan isu ASEAN mengenai Myanmar dan penguatan lembaga ASEAN," kata dubes.

Singapura selama 10 tahun terakhir merupakan negara paling besar nilai investasinya di Indonesia. Di mana hampir sepertiga investasi asing di Indonesia datang dari Singapura dengan prioritas pada sektor perumahan, kawasan industri, industri logam dasar, makanan, transportasi, dan pertambangan.

Masa pandemi ini ikut memukul perekonomian Singapura yang banyak ditunjang sektor jasa khususnya perhubungan udara. Setiap tahun hampir 70 juta orang menyinggahi negara pulau ini. Sebanyak 20 juta orang di antaranya mendarat dan masuk ke Singapura dan sisanya hanya transit. Sejak virus corona menerjang di 2020, hanya ada 11,8 juta orang transit di sini. Kondisi 2021 justru hanya ada 2,25 juta orang transit.

 

Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Elvira Inda Sari