Indonesia.go.id - Ekspor Komponen Kereta Naik Dua Kali Lipat

Ekspor Komponen Kereta Naik Dua Kali Lipat

  • Administrator
  • Senin, 23 Desember 2019 | 03:19 WIB
EKSPOR
  Produksi PT Industri Nasional Kereta Api (INKA). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Indonesia telah menguasai pasar ekspor komponen kereta api dunia. Bahkan Indonesia jadi salah satu negara dengan ekspor kereta terbesar di dunia. Nilai ekspor kereta Indonesia pada 2016 setara dengan 4,3% pasar ekspor kereta dunia mengalahkan Belanda maupun Norwegia.

Diam-diam Indonesia telah mampu menguasai pasar ekspor komponen kereta api, pengecoran dan komponen pembangkit listrik. Ekspor produksi PT Barata Indonesia (Persero) tersebut pada 2019 mencatatkan nilai ekspor dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Nilai ekspor Barata tahun ini berhasil menembus angka 31 juta dolar AS.

Ekspor tersebut diperoleh dari dua divisi Barata Indonesia, yakni Divisi Industri Komponen dan Permesinan melalui produk foundry (pengecoran) yaitu komponen kereta api, serta Divisi Pembangkit yang melakukan ekspor komponen pembangkit listrik untuk kereta api. Beberapa komponen kereta api yang sudah dapat diproduksi di dalam negeri, di antaranya, bogie atau sistem kesatuan roda pada kereta api hingga sistem pengkabelan (wiring).

Nilai ekspor sebesar 31 juta dolar AS pada 2019 tersebut meningkat signifikan jika dibandingkan dengan nilai ekspor pada 2018 yaitu pada angka 16 juta dolar AS. Pada tahun sebelumnya Divisi Foundry Barata Indonesia melakukan ekspor ke negara–negara Amerika Utara, Amerika Serikat, Meksiko, dan juga Kanada. Sementara itu, Divisi Pembangkit lebih variatif karena melakukan ekspor ke berbagai negara di dunia.

”Komitmen ekspor tersebut akan tetap kami tingkatkan guna menguatkan posisi perusahaan di industri manufaktur nasional. Rencananya tahun 2020 kami menargetkan nilai ekspor sebesar 35 juta dolar,” ucap Direktur Utama Barata Indonesia Fajar Harry Sampurno.

Pada 2020 Barata Indonesia akan melakukan langkah besar yakni menjadi pemimpin kluster industri manufaktur yang terdiri dari beberapa perusahaan BUMN yang bergerak di bidang manufaktur. Perusahaan tersebut terdiri dari PT Barata Indonesia (Persero), PT INKA (Persero), PT Boma Bisma Indra (Persero), PT IKI (Persero), PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero), serta PT Dok Dan Perkapalan Surabaya (Persero).

Saat ini, Tim Pokja Percepatan Pengembangan Industri Manufaktur telah dibentuk dan pihak–pihak terkait telah melakukan konsolidasi untuk mempercepat pembentukan klaster industri manufaktur tersebut. Pembentukan kluster tersebut  merupakan arahan langsung dari Menteri BUMN Erick Thohir lewat SK Menteri BUMN RI Nomor: SK- 290/MBU/11/2019 Tentang Pembentukan Tim Percepatan Pengembangan Industri Manufaktur. Untuk mendukung peningkatan industri manufaktur terhadap perekonomian nasional.

PT Barata Indonesia (Persero) berdiri sejak 1971  dan berkantor pusat di Gresik, Jawa Timur. Produk-produknya telah memenuhi standar kualitas ekspor. Pabrik foundry milik Barata Indonesia, misalnya, telah mengantongi sertifikat "Association of America Railroads" (AAR) sebagai syarat untuk bisa menembus pasar USA dan Canada. Kerja sama kesepakatan itu mewajibkan Barata mengekspor komponen kereta api melalui "Standart Car Truck" (SCT) dengan nilai yang mencapai kurang lebih 11,8 juta dolar AS pada 2017.

Salah satu perusahaan BUMN ini mengirim komponen kereta api berupa bogie (roda KA) tipe S2HD-9C. Tujuan salah satunya adalah untuk perusahaan Standart Car Truck Company yang berada di Illinois, Amerika Serikat. Total ekspor yang kirim ke Amerika Serikat dan Meksiko ada 509 komponen bogie. Sedangkan ke Kanada ada 204 komponen bogie. Total 713 bogie.

Kegiatan ekspor komponen kereta api ini bukan pertama kalinya dilakukan oleh Barata Indonesia. Sebelumnya mereka pernah ekspor ke Australia dan Malaysia. Selain fokus ke pasar ekspor, Barata Indonesia juga memasok komponen kereta api untuk kebutuhan domestik. Seperti PT KAI yang tahun lalu memesan sebanyak 200 hingga 400 unit komponen coupler, atau penggandeng kereta api. Dan PT Inka yang memesan 600 unit komponen coupler. Setiap bulannya perusahaan ini membutuhkan 1000 ton besi tua sebagai bahan baku pembuatan baja.

Dan ternyata, Barata Indonesia tidak hanya melayani pengecoran komponen kereta api. Mereka juga  telah merambah sektor lain di antaranya sektor tambang dan juga industri semen. Untuk bidang tambang,  Barata Indonesia telah berkerja sama dengan PT Antam (Persero) serta PT Bukit Asam (Persero) Tbk dengan memproduksi komponen alat-alat tambang seperti Crushers dan juga Mills.

Dan ke depan,  mereka tak hanya akan berhenti bekerja sama dengan perusahaan BUMN dalam negeri saja, mereka juga akan mencoba menyentuh pihak swasta seperti PT Freeport Indonesia dan lainnya.

Ternyata Indonesia juga merupakan salah satu negara dengan ekspor kereta terbesar di dunia. Dalam paparan Inka 2019, ekspor kereta Indonesia pada 2016 mencapai USD65,98 juta atau setara R p924 miliar dengan kurs Rp14 ribu/dolar Amerika Serikat. Jumlah tersebut setara dengan 4,3% pasar ekspor kereta dunia serta mengalahkan nilai ekspor kereta Belanda sebesar USD63 juta maupun Norwegia USD48,8 juta.

Melalui PT Industri Nasional Kereta Api (INKA) juga melakukan ekspor kereta (rangkaian/gerbong penumpang) ke Bangladesh pada awal 2019.  PT INKA mendapatkan pekerjaan membuat 250 kereta  dengan nilai kontrak USD100,8 juta atau sekitar Rp1,4 triliun.  Kontrak Pengadaan 250 kereta penumpang untuk Bangladesh Railway merupakan hasil tender yang dimenangkan oleh PT INKA (Persero) pada tahun 2017 dengan nilai kontrak sebesar USD100,89 juta.

PT INKA (Persero) juga mengirimkan pesanan Philiphine National Railway (PNR) berupa 2 trainset Diesel Multiple Unit (DMU) konfigurasi 3 car dengan kontrak sekitar Rp480 miliar. Selain itu dari pihak PNR juga memesan 4 trainset DMU konfigurasi 4 car dan 3 lokomotif serta 15 kereta penumpang dengan total nilai kontrak sekitar Rp800 miliar.

Saat ini, PT. INKA (Persero) juga tengah menyelesaikan pesanan dari dalam negeri, yakni 438 kereta LRT Jabotabek pesanan PT KAI, rangkaian kereta untuk Filipina, serta menggarap potensi di Srilanka.

Untuk terus meningkatkan produktivitas industri ini, pemerintah memberikan dukungan perluasan pabrik INKA di Banyuwangi, Jawa Timur, dengan total nilai investasi sekitar Rp1,63 triliun. Dengan dibangunnya pabrik baru, diharapkan bisa memberikan multiplier effect terhadap perekonomian, salah satunya penyerapan tenaga kerja lokal yang bertambah 3.000 naker sehingga pekerja INKA menjadi 8.000 orang. Di pabrik Banyuwangi, untuk ekspor, waktunya akan lebih singkat lantaran jaraknya hanya 2 kilometer ke Pelabuhan Ketapang.

Peluang industri perkeretaapian masih terbuka lebar untuk pasar di Asia Selatan dan Afrika. Namun persaingannya pun juga berat. Oleh sebab itu, untuk memenangkan kompetisi dengan perusahaan dari negara lain, PT INKA harus mengutamakan kualitas produk yang bagus, harga murah, serta pengiriman cepat. (E-2)