Indonesia.go.id - Wabah Virus Mutan dari Pasar Ikan

Wabah Virus Mutan dari Pasar Ikan

  • Administrator
  • Selasa, 28 Januari 2020 | 04:39 WIB
KRONOLOGI 2019-n CoV
  Petugas medis menggunakan pakaian pelindung saat mengontrol ruangan khusus untuk wabah Virus Corona di Ruangan Isolasi Infeksi Khusus Kemuning Rumah Sakit Dokter Hasan Sadikin (RSHS), di Bandung, Jawa Barat, Jumat (24/1/2020). Foto : ANTARA FOTO/Novrian Arbi/ama

Sebagian besar korban pertama virus Wuhan adalah pekerja di Huanan Seafood Market. Virus itu secara alamiah sering ditemukan pada hewan dan manusia. Mutasi membuatnya ganas.

Meski dirawat pada klinik yang berbeda, ada 41 pasien yang menjadi perhatian kalangan dokter di Kota Wuhan pada akhir Desember 2019. Mereka menderita sakit dengan gejala khas pneumonia, radang paru akibat  infeksi bakteri Streptococcus pneumoniae. Gejalanya demam tinggi, batuk, dan sesak nafas. Hasil scanning juga menunjukkan paru-paru pasien mengalami radang, basah berlendir.

Secara klinis, gejala itu mirip pneumonia, atau paru-paru basah dalam istilah awamnya. Namun, ketika dilakukan tes mikrobiologis, tak ditemukan bakteri Streptococcus yang  lazim pada pneumonia. Keruan saja, muncul kecurigaan terjadi infeksi virus, dan itu mengingatkan kepada wabah maut penyakit SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome), pandemik virus yang pernah meledak 2002.

Para pasien itu kemudian dirawat khusus di klinik paru di Wuhan Jinyinten Hospital dengan disupervisi oleh Kementerian Sains dan Teknologi Tiongkok serta Akademi Ilmu Kedokteran Tiongkok. Sambil menunggu hasil yang pasti, Pemerintah Tiongkok melapor ke Organisasi Kesehatan Dunia WHO akan kasus tersebut pada 31 Desember 2019.

Menyadari adanya potensi wabah baru, WHO mendesak Pemerintah Tiongkok untuk bekerja sama dengan sejumlah lembaga riset. Pemerintah Tiongkok bersikap terbuka. Material penelitiannya dibagi ke WHO dan banyak pihak lainnya. Namun, sebelum yang lain bergerak jauh, pada 2 Januari 2020 peneliti Tiongkok telah melaporkan bahwa virus yang menyerang para pasien itu adalah dari jenis Novel coronavirus.

Hasil identifikasi itu mengacu pada temuan ahli virologi Wuhan yang berhasil mengisolasi virus itu pada 2015. Temuan ini juga membuka keniscayaan bahwa virus dari Famili Corona itu bisa berubah menjadi jahat seperti SARS yang bergolak dari Guangdong 2002 atau MERS (Middle East Respiratory Syndrome) yang tiba-tiba menyeruak dari urin onta-onta di padang pasir Arab Saudi 2012. Seperti SARS  dan MERS, virus Wuhan ini pun mematikan. Dari 41 pasien itu, enam di antaranya meninggal pertengahan Januari lalu.

Secara absolut, ke-41 pasien di Kota Wuhan itu terbukti terinfeksi oleh Novel coronnavirus. Belakangan, para dokter yang menangani penderita penyakit pernafasan  akibat virus Wuhan yang dirawat di Korea,  Jepang, Thailand, dan Amerika Serikat, juga mengkonfirmasikan bahwa pasien mereka terinfeksi  Novel coronavirus. Secara alamiah, virus ini sering ditemukan pada tubuh manusia maupun berbagai hewan.

Tim peneliti Tiongkok, dalam laporan yang dirilis 12 Januari lalu menunjukkan bahwa virus dari Wuhan itu memiliki  sekuen genetik yang mirip dengan coronavirus yang  bersemayam di dalam tubuh kelelawar. Namun, ada grup peneliti lain yang menyebutkan virus Wuhan ini lebih mirip virus yang hidup di tubuh ular kobra Tiongkok. Dari manapun asalnya, virus itu telah mengalami mutasi. Dari tubuh virus itu tumbuh sejumlah “tanduk” protein yang bentuknya seperti huruf S.

Dalam laporan yang dirilis 16 Januari 2020 itu, para peneliti Tiongkok menyatakan bahwa gugus protein ini menyerupai agiotine converting enzym-2 pada virus SARS. Tanduk itulah yang menciptakan mekanisme untuk menembus dan merusak sel tubuh inangnya. Dalam kasus penyakit virus Wuhan itu, sel-sel yang dirusaknya mulai dari saluran pernafasan hingga paru. Tak pelak lagi ia adalah galur virus baru, yang secara resmi dinamai 2019-n CoV – strain baru hasil mutasi dari Novel coronavirus.

Dugaan bahwa virus 2019-n CoV itu berasal dari hewan, agaknya  bersumber dari fakta, bahwa dari 41 pasien yang infeksi n-CoV itu, 27 di antaranya sehari-harinya bekerja di Pasar Ikan Huanan, tidak jauh dari Sungai Yangtze, di Kota Wuhan. Ada yang bekerja sebagai tukang daging , dan ada pula yang jadi pemasok untuk kebutuhan pasar. Ada pula satu keluarga yang semuanya terinfeksi, meski tak semua bekerja di pasar ikan. Para dokter yakin bahwa sumber penularan adalah dari manusia ke manusia.

Pasar Ikan Huanan itu menyediakan macam makanan olahan dan mentah. Ada berbagai macam ikan, daging domba, babi, keledai, onta, serigala, berang-berang, tikus bambu, hingga reptil – termasuk ular. Tak jelas hewan mana yang menjadi lokasi virus bermutasi, namun para peneliti mengakui tak pernah menemukan virus corona dalam tubuh ikan dan hewan laut lainnya.

Tentang bagaimana mekanisme mutasi genetik itu terjadi, masih gelap. Sama gelapnya dengan mutasi menjadi SARS-CoV (2002) atau MERS-CoV (2012). Virus mutan ini amat berbahaya. Dalam dua dekade belakangan, wabah kedua virus mutan ini telah menyerang hampir 10 ribu orang.

SARS berjangkit di Provinsi Guangdong, Tiongkok, dan menyebar ke-30 negara di Asia, Eropa, dan Amerika. Korban yang terinfeksi tercatat 8.069 orang. Korban tewas 775 orang. Tingkat kematian serangan SARS hampir mencapai 10 persen, sedangkan MERS bermula dari Arab Saudi dan menyebar ke 25 negara di Asia dan Eropa. Yang terinfeksi 1.342 orang dan 512 di antaranya meninggal dunia. Tingkat mortalitasnya 37 persen.

SARS-Cov, MERS CoV, dan kini 2019-n CoV, menyerang dan merusak organ saluran pernafasan dan paru. Hasil pemeriksaan dokter-dokter Wuhan memperlihatkan bahwa saluran napas dan paru korban 2019-n CoV ini mengalami kerusakan berat. Virus ini menempel pada sel-sel induk semangnya (korban), menusuk, dan hidup sebagai parasit di situ.

Karena virus itu tak mampu memproduksi material genetik RNA (Asam ribonukleat) sendiri, mereka pun merampok RNA dari inangnya. Sel-sel inang pun hancur. Sulit dicarikan obatnya. Sampai awal pekan ini (27/1/2020), tercatat ada 2019 korban terinfeksi 2019-n CoV , di 13 negara, dan 56 di antaranya meninggal dunia.

Namun, sekelompok peneliti Amerika Serikat (AS) telah berhimpun untuk membuat vaksin penangkal virus 2019-n CoV itu. Institut Kesehatan Nasional  AS menggandeng perusahaan Bioteknologi Modern untuk maksud tersebut. Vaksin itu berupa tiruan RNA. Bila diinjeksikan ke dalam tubuh, ia akan meniru perilaku virus, yakni menempel pada sel-sel target.

Vaksin ini tidak akan menimbulkan gangguan. Justru ia akan merangsang sel-sel tubuh membangun reaksi kekebalan tubuh. Dengan begitu, ketika virus 2019-n CoV itu benar-benar datang, sel-sel tubuh itu bisa menolak reseptor virus yang berubah tanduk-tanduk protein jahat itu. Virus masuk tapi tak akan banyak merusak. Para peneliti menargetkan vaksin ini bisa diproduksi pertengahan 2020.  (P-1)