Indonesia.go.id - Menggiring Air Limpasan Sungai Citarum ke Kolam Retensi

Menggiring Air Limpasan Sungai Citarum ke Kolam Retensi

  • Administrator
  • Minggu, 9 Oktober 2022 | 08:47 WIB
PENGENDALIAN BANJIR
  Sungai Citarum yang membentang di selatan Bandung. ANTARA FOTO/ Raisan Al Farisi
Infrastruktur pengendalian banjir terus dibangun di cekungan Bandung, kawasan dataran tinggi yang dihimpit genangan banjir laten.

Kawasan Bandung Raya itu bentuknya mirip mangkok dengan cekungan terendah di sekitar aliran Sungai Citarum. Pada musim hujan, area pemukiman di sekitar pinggiran sungai, yang termasuk wilayah Kecamatan Dayeuhkolot , Bojongsoang, Rancaekek, di sisi utara sungai, serta Kecamatan Baleendah di sisi selatan, menjadi langganan genangan banjir sejak bertahun-tahun silam. Luapan banjir Citarum melimpas ke kiri dan ke kanan.

Kerentanan banjir lembah di pinggiran Sungai Citarum itu makin kronis karena di situ bermuara dua sungai sekaligus, tak jauh dari Jembatan Bojongsoang. Di sisi timur bermuara Sungai Cikapundung, yang mengalir dari arah Kota Bandung, dan Sungai Cisangkuy dari dataran tinggi Pengalengan. Kedua muara itu ada di kanan kini Jembatan Bojongsoang dengan jarak tidak sampai 1 km.

Kalau hujan deras melanda Bandung Raya, debit Citarum di sekitar Jembatan Bojongsoang itu bisa berlipat-lipat kali dan mencapai di atas 1.000 m3 perdetik. Dikombinasi dengan badan sungai yang menyempit, dan cepat mendangkal karena erosi masif di hulu. Luapan air pun tak terelakkan.

Meski berada di dataran tinggi, dengan elevasi muka air normal di  655 meter dari permukaan laut, kontur badan dasar Citarum, di sana cukup landai sampai beberapa belas kilometer ke  bagian hilir. Sungai mengalir di antara dua tebing, dengan ada penyempitan di ruas Curug Jompong. Laju gerak air menghilir terbatas. Selepas dari leher botol di Curug Jompong barulah sungai Citarum mengalir deras ke hilir dan masuk area genangan Bendungan Saguling.

Serangkaian usaha pengendalian banjir dilakukan. Kementerian PUPR telah membuat terowongan kembar di Curug Jompong, masing-masing berdiameter 8 meter, panjang 230 m, dan dengan debit maksimum (total keduanya) 350 m3 per detik. Terowongan pararel ini menyudet aliran sungai jelang masuk ruas leher botol Curug Jompong, dan membawanya ke hilir. Peresmiannya telah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo awal 2020.

Namun, terowongan Curug Jompong ini belum menyelesaikan persoalan banjir di Beleendah dan sekitarnya. Terowongan kembang itu bisa menurunkan elevasi muka air Citarum di Baleendah dan mengurangi area genangan. Tapi, muka tinggi air tetap masih terlalu tinggi untuk sebagian wilayah lain di cekungan Bandung itu. Curug Jompong berada sekitar 17 km (jarak lurus) dari Baleendah.

Langkah berikutnya ialah membuah kolam retensi. Dua kolam retensi besar telah dibangun, yakni kolam retensi Anjir yang telah beroperasi sejak awal 2022, dan sebelumnya telah diselesaikan pada 2018 kolam retensi Cieunteung. Keduanya punya fungsi serupa. Menampung air dari daerah tangkapan hujan (catchment area) di wilayah sekitarnya.

Dalam kondisi hujan dan banjir, air kolam dibuang ke Sungai Citarum agar tak meluap dan menimbulkan genangan. Dalam kunjungan kerjanya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono meninjau kolam retensi Andir yang berada di Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung, Kamis (22/9/2022). Kolam yang dioperasikan  awal 2022 kini telah 100 persen rampung dengan segala macam sarana pendukungnya.

Menteri Basuki berpesan agar sarana pengendali banjir itu ditingkatkan aspek estetikanya dengan  menambah tanaman hias dan pohon peneduh agar bisa menjadi sarana rekreasi. "Kalau sudah selesai, tolong lebih dirapikan, lansekap harus dilengkapi dengan tanaman yang indah, rindang dan produktif, seperti pohon pulai, angsana, pohon duren dan diperbanyak rumput juga," kata Menteri Basuki. Dengan fungsi tambahan sebagai tempat rekreasi akan tumbuh kegiatan ekonomi di situ.

Kolam retensi Andir itu dibangun oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum, satuan kerja di bawah Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR, bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Pembangunannya dilaksanakan oleh PT Adhi Karya sejak Desember dan selesai di akhir 2021, dengan nilai kontrak konstruksi Rp141 miliar.

Kepala BBWS Citarum Bastari mengatakan, pembangunan kolam retensi Andir itu dibarengi dengan empat kolam polder, yang terserak di Kecamatan Kecamatan Dayeuhkolot, dan Baleendah. Manfaatnya, area genangan  yang  semula 247 hektare turun menjadi 32  hektare. ‘’Kalau dihitung kemanfaatannya, dapat melindungi genangan untuk 5.192 KK atau setara 15.973 jiwa, termasuk juga menjaga jalan kabupaten dan provinsi," kata Bastari.

Menurut Bastari, khusus untuk kolam retensi Andir dibangun di lahan seluas 4,85 hektare dengan luas daerah tangkapan air 149 hektare dan volume tampungan hingga 160.000 m3. Seluruh sistem drainase di area tangkapan air itu diintegrasikan. Semua air got (drainase sekunder) dan air  selokan (drainase primer) dialirkan ke kolam restensi. Tak ada lagi selokan yang membuang air ke Citarum. Kawasan itu juga dilindungi tanggul untuk menjaga limpasan air sungai ketika banjir.

Dalam keadaan normal, pintu air di kolam retensi dibuka untuk mengalirkan air ke sungai. Tapi, di saat air sungai tinggi, hujan deras, pintu air ditutup rapat. Air dari daerah tangkapan hujan yang di kolam retensi itu dipompa ke sungai. Dengan demikian 149 ha kawasan permukiman itu aman dari genangan. Ada tiga unit pompa air di sana dengan kapasitas total 500 liter per detik.

Empat kolam polder yang baru dibangun di dua kecamatan itu juga memiliki  fungsi serupa. Hanya saja, ukurannya lebih kecil. Polder Cipalasari-1, misalnya, catchment area  seluas 22 ha dan volume tampungan 1.250 m3; Polder Cipalasari-2 (catchment area 21 ha dan tampungan 1.250 m3); Polder Cijambe (catchment area 137 ha dan volume 1.250 m3, dan Polder Cisangkuy  (catchment area 7,8 ha dan volume 450 m3).

Pada dasarnya, kolam retensi dan polder itu sama-sama menampung air serta menjaga catchment area bebas dari genangan.  Pada saat hujan dan banjir, seluruh akses  air ke sungai ditutup, dan air dibuang dengan pompa. Seperti halnya kolam retensi, kolam polder ini bisa berfungsi sebagai area resapan air ke tanah. Air tanah di kawasan tersebut bisa terjamin keberadaannya.

Sebelumnya, BBWS Citarum pun telah mengoperasikan Kolam Retensi Cieunteung sejak awal 2018. Kolam retensi ini memiliki luas genangan 4,75 ha, kedalaman 6 ,5 meter dan bisa menampung 190 ribu m2 air limpasan hujan plus air limbah rumah tangga. Dengan pompa 4 unit,  berkapasitas total 12.50 m3/detik, kolam retensi ini bisa membebaskan genangan di area seluas 91 hektar. Ada 3.100 rumah diselamatkan dari banjir, belum lagi sejumlah bangunan komersial, jalan provinsi serta jalan artiteri di Baleendah.

Melengkapi kolam retensi dan polde-polder itu, tanggul-tanggul baru terus dibangun di tepian Sungai Citarum, Cikapundung dan Cisangkuy. Sungai-sungai kecil yang dulu mengalir langsung di Citarum kini dilengkapi dengan pintu air yang ditutup ketika air sungai meninggi. Aliran airnya dibelokkan ke kolam polder atau kolam retensi.

‘’Kami berharap kolam retensi ini bisa dijaga bersama-sama dengan masyarakat dan juga Pemkab Bandung. Kami masih akan melanjutkan dengan pembuatan sistem drainase sekunder yang harus segera terhubung dengan sistem drainase primer, sehingga daerah yang agak jauh dari kolam pada waktu musim hujan airnya bisa mengalir ke kolam retensi ini," kata Kepala BBWS Citarum Bastari.

Namun, kolam retensi dan kolam polder yang ada masih belum cukup untuk pengendalian banjir di Cekungan Bandung Raya itu. Kota Bandung saja masih memerlukan 30 kolam polder baru, masing-masing seluas 1.000 m2. Di Kabupaten Bandung, di Bojongsoang dan Dayeuhkolot belum tersedia kolam retensi. Sejumlah ruas Sungai Citarum juga memerlukan pengerukan dan pelebaran.

Alam begitu dinamis. Perubahan iklim pun terus berpotensi memberikan situasi yang tidak terduga.

 

Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari