Ekonomi digital bukan hanya tentang teknologi, melainkan tentang menciptakan masa depan yang lebih baik bagi semua lapisan masyarakat.
Digitalisasi dan inovasi telah menjadi kebutuhan mendesak pada hampir semua sektor, termasuk ekonomi. Di tengah perkembangan teknologi yang pesat, ekonomi digital menjadi salah satu pilar transformasi perekonomian di Indonesia.
Melalui ekonomi digital, medium itu menawarkan peluang besar untuk membawa negara ini ke posisi yang lebih tinggi di panggung global. Dari sisi potensinya, Indonesia memiliki semua modal untuk menjadi kekuatan besar dalam ekonomi digital.
Dengan populasi yang besar dan penetrasi internet yang terus meningkat, ekonomi digital Indonesia saat ini bernilai USD90 miliar dan diproyeksikan mencapai USD130 miliar pada 2025. Angka ini memberikan optimisme bahwa sektor digital akan menjadi mesin pertumbuhan utama di masa mendatang.
Sebagai bagian dari ASEAN, Indonesia juga memiliki keuntungan dari adanya pasar regional yang terbilang sangat besar, yakni lebih dari 600 juta penduduk. Implementasi Digital Economy Framework Agreement (DEFA) diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomi digital kawasan dari USD1 triliun menjadi USD2 triliun pada 2030.
Namun, meski memiliki peluang besar, sektor ini menghadapi berbagai tantangan, seperti kesenjangan digital, keterbatasan infrastruktur, dan ancaman keamanan siber. Kendati penetrasi internet meningkat secara signifikan, kesenjangan digital masih menjadi hambatan besar.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa penetrasi internet di Jakarta mencapai 84,7 persen, tetapi di Papua hanya 26,3 persen. Selain itu, rumah tangga di perkotaan memiliki penetrasi internet 90,9 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan daerah perdesaan yang hanya 80,5 persen.
Selain itu, indeks literasi keuangan Indonesia pada 2024 masih berada di angka 65,4 persen, yang menunjukkan bahwa banyak masyarakat yang belum memahami secara menyeluruh cara memanfaatkan layanan keuangan digital meskipun sudah memiliki akses. Kesenjangan ini menjadi perhatian dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC 2024 di Peru.
Adalam Menteri Luar Negeri Indonesia Sugiono yang menyoroti bahwa 1,7 miliar orang di Asia Pasifik tidak memiliki akses internet, dan 70 persen pekerja di negara berpenghasilan rendah tidak memiliki keterampilan digital dasar. “Kolaborasi antarnegara sangat penting untuk menjembatani kesenjangan tersebut,” ujarnya.
Kehadiran Presiden Prabowo Subianto di KTT APEC 2024 menjadi momentum untuk memperjuangkan potensi ekonomi digital Indonesia. Forum ini mengangkat tema "Empowering, Include, Grow", yang menekankan pentingnya inovasi digital dan konektivitas inklusif.
Prabowo membawa misi untuk memastikan bahwa ekonomi digital Indonesia tidak hanya tumbuh secara kuantitatif, melainkan juga berkontribusi pada pengurangan kesenjangan sosial-ekonomi. Presiden berkomitmen membangun infrastruktur digital yang kuat, meningkatkan inklusi digital, dan memastikan akses teknologi yang adil di seluruh wilayah Indonesia.
Penggerak Inklusi dan Pertumbuhan
Pandemi Covid-19 telah mempercepat adopsi digital di Indonesia. Transaksi e-commerce diperkirakan melampaui USD130 miliar pada 2025, sementara itu ekonomi digital secara keseluruhan diproyeksikan tumbuh hingga USD360 miliar pada 2030.
Namun, keberhasilan ekonomi digital bukan hanya soal angka. Ada persoalan bagaimana teknologi dapat mengurangi kesenjangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu sektor yang menjadi sorotan, yakni pembayaran digital, yang diproyeksikan tumbuh hingga USD760 miliar pada 2030. Digitalisasi di sektor ini tidak hanya mempermudah transaksi tetapi juga memperluas inklusi keuangan, khususnya di daerah terpencil.
Untuk memaksimalkan potensi ekonomi digital, Indonesia perlu melakukan langkah-langkah strategis, pertama, pembangunan infrastruktur digital. Caranya, memperluas jaringan internet ke daerah terpencil untuk menjembatani kesenjangan digital.
Kedua, peningkatan literasi digital. Masyarakat tetap membutuhkan edukasi tentang teknologi dan keuangan digital untuk memastikan pemanfaatan yang optimal.
Ketiga, kolaborasi regional. Caranya, dengan memanfaatkan kerja sama ASEAN melalui DEFA untuk memperluas pasar dan memperkuat posisi Indonesia di ekonomi digital regional.
Keempat, keamanan siber. Masalah ini bisa diatasi dengan cara memperkecil ancaman keamanan digital untuk menciptakan lingkungan ekonomi yang lebih aman dan andal.
Harus diakui untuk mencapai cita-cita Indonesia sebagai salah satu dari lima ekonomi terbesar di dunia pada 2045 semua persyaratan itu harus dipenuhi. Untuk mencapai itu pula, digitalisasi dan inovasi bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.
Dengan visi yang kuat, investasi strategis, dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia berpeluang mewujudkan potensi ekonominya yang luar biasa. Melalui ekonomi digital, bisa dicapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Artinya, ekonomi digital bukan hanya tentang teknologi, melainkan juga tentang menciptakan masa depan yang lebih baik bagi semua lapisan masyarakat.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Taofiq Rauf