Indonesia.go.id - Payung Hukum Relaksasi dan Bantalan Sosial

Payung Hukum Relaksasi dan Bantalan Sosial

  • Administrator
  • Senin, 6 April 2020 | 03:08 WIB
DAMPAK COVID-19
  Sejumlah tukang becak menunggu penumpang di salah satu ruas jalan di Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (5/4/2020). Pemerintah akan memberikan bantuan sosial kepada 29,3 juta penerima bantuan langsung tunai (BLT) yang tergolong dalam 40 persen warga miskin, termasuk para pekerja informal yang terdampak COVID-19. Foto: ANTARAFOTO/Basri Marzuki

Wabah Corona mengguncang sisi penerimaan dan belanja APBN. Defisit APBN bisa di atas 5 persen. Ada tambahan budget Rp405,1 triliun untuk relaksasi usaha dan bantuan sosial. Perppu 01/2020 jadi payung hukumnya.

Pandemi penyakit Covid-19 telah membuat pemerintahan di seluruh dunia kalang kabut. Sampai awal April lalu, secara global lebih dari sejuta orang terinfeksi dan lebih dari 200 ribu di antaranya meninggal dunia. Semua pemerintahan melakukan mobilitasi anggaran untuk penanggulangannya, guna menambah kapasitas pelayanan kesehatan maupun daya tahan ekonomi masyarakat.

Pemerintah Indonesia pun harus pontang panting menghadapi wabah global ini. Dampak pandemi seperti efek kartu domino, yang awalnya menyengat kesehatan publik dan kemudian merambat ke sektor lain. Tak dapat  dicegah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pun harus ditata ulang, baik dari sisi penerimaan maupun belanjanya.

Untuk memberikan payung hukum atas segala perubahan pengunaan instrumen APBN ini, Presiden Joko Widodo cepat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1  Tahun 2020 tentang Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Perppu diteken Presiden 31 Maret dan diserahkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, mewakili pemerintah, kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung Nusantara 3 lantai 2 DPR pada Kamis (2/4/2020).

Menkeu Sri Mulyani menjelaskan, Presiden Jokowi menandatangani perppu itu sebagai respons atas penyebaran Covid-19, yang telah  membuat krisis kesehatan dan krisis kemanusiaan, baik secara domestik maupun global, yang berpotensi menciptakan krisis ekonomi maupun krisis keuangan.

"Oleh karena itu, langkah-langkah extra ordinary perlu dilakukan karena kita menghadapi kondisi yang di luar kebiasaan. Di sini perppu bisa dijadikan sebagai landasan hukum untuk merespons dan melakukan langkah-langkah penyelamatan kesehatan dan keselamatan masyarakat, membantu masyarakat yang terdampak, membantu dunia usaha dan sektor ekonomi, dan diharapkan menjaga stabilitas sektor keuangan," jelas Menkeu. 

Untuk bisa menangani Covid-19, anggaran bidang kesehatan diprioritaskan dan beberapa langkah sudah dilakukan. Pertama, melalui realokasi dan refocusing dari APBN 2020 maupun APBD di setiap pemerintah daerah. Tambahan anggaran kesehatan sebesar Rp75 triliun yang akan nanti dilakukan rinciannya akan disusun dalam bentuk perpres. 

Dana Rp75 triliun  bidang kesehatan ini menyangkut penambahan anggaran untuk pembelian alat kesehatan,  termasuk alat pelindung diri (APD) bagi seluruh tenaga medis, pengadaan obat-obatan, meng-upgrade 132 rumah sakit  rujukan di seluruh Indonesia, baik RS pusat maupun daerah. Dalam paket tambahan anggaran ini di dalamnya ada insentif dokter spesialis Rp15 juta per bulan, dokter umum Rp10 juta, perawat Rp7,5 juta, tenaga kesehatan lainnya dan tenaga administrasi RS Rp5 juta yang diberikan selama 6 bulan. Ada pula, santunan kematian sebesar Rp300 juta per orang.

Penyaluran Rp75 triliun ini bisa melalui BNPB sebagai gugus tugas untuk penanganan Covid-19 maupun melalui Kementerian Kesehatan. Sebagian lainnya melalui pemerintah daerah (APBD).

 

Bantalan Bantuan Sosial

Menkeu Sri Mulyani mengatakan, Presiden juga menginstruksikan supaya jaminan dan bantuan sosial bisa ditingkatkan. Sasarannya ialah masyarakat termiskin yang akan terkena dampak wabah itu, baik karena menyusutnya aktivitas ekonomi maupun terdampak oleh langkah-langkah seperti pembatasan sosial yang meluas, dengan adanya kebijakan bekerja dari rumah, belajar dari rumah, bahkan ibadah di rumah. Pemerintah membelanjakan anggaran untuk social safety net, bantalan sosial, bagi penduduk miskin yang terdampak oleh wabah Covid-19.

Maka, ada penambahan Rp110 triliun untuk peningkatan jaminan sosial (bansos). Penyalurannya, antara lain, dengan meningkatkan jumlah penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH), dari 9,2 juta menjadi 10 juta keluarga. Nilai kemanfaatannya dinaikkan 25 persen dari yang sebelumnya Rp2 juta menjadi Rp2,5 juta per KK. Beberapa pemerintah daerah, Pemprov Jawa Timur, misalnya, menyiapkan penambahan paket senilai Rp150 ribu bagi semua penerima kartu PKH pada semasa krisis berlangsung.

Penerima kartu sembako pun dimekarkan dari 15,2 juta menjadi 20 juta KK, dan nilai manfaatnya pun dinaikkan dari Rp150 ribu menjadi Rp200 ribu per bulan. Pemerintah memberi pembebasan listrik bagi pelanggan listrik 450 kVA dan bagi pelanggan listrik 900 kVA diberikan diskon 50% untuk tiga bulan.

"Kita juga akan meningkatkan bantuan kartu prakerja naik dua kali lipat dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun,’’ ujar Sri Mulyani, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Penambahan pos dana prakerja itu dimaksudkan agar bisa membantu lebih banyak lagi orang  yang kehilangan pekerjaan,  karena adanya pembatasan sosial yang semakin meluas. Pemerintah juga menambahkan Rp70 triliun untuk mendukung dunia usaha yang sedang  menghadapi masa sulit. Stimulus ini untuk membebaskan mereka dari beban pajak-pajak karyawannya (PPH-21).

Ada pula pembebasan PPN tertentu serta PPH-25 yang akan mendapatkan pengurangan 30% untuk 6 bulan. Semua ditanggung pemerintah. Dalam perppu juga dimasukkan klausul adanya penurunan tarif PPh badan dari 25% menjadi 22%.

"Ini semuanya adalah bagian dari keuangan negara yang masuk di dalam perppu agar bisa dengan segera dan efektif membantu masyarakat dan dunia usaha yang menghadapi situasi yang sangat sulit di dalam kondisi yang luar biasa ini," jelas Menkeu.

 

Stabilitas Sektor Keuangan

Bagian kedua Perppu ialah mengenai stabilitas sektor keuangan. Konteksnya, ketika kondisi sosial dan ekonomi masyarakat  terus memburuk seperti saat ini, akibat wabah tekanan Covid-19, pada gilirannya semua itu juga akan menekan stabilitas sektor keuangan. Oleh karena itu, di dalam perppu diatur langkah-langkah Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK) dapat melakukan tindakan demi mencegah terjadinya krisis keuangan. 

Untuk Bank Indonesia (BI), diharapkan dapat membantu likuiditas bagi bank sistemik maupun nonsistemik serta bisa membeli surat berharga negara (SBN) di pasar perdana dalam situasi pasar yang sangat tidak normal. 

Dalam perppu ini juga terdapat pula pedoman bagi langkah-langkah bagi LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) untuk bisa menangani bank yang bermasalah. Ada pula di situ pedoman hukum bagi OJK untuk melakukan relaksasi dan melakukan tindakan-tindakan diperlukan agar lembaga-lembaga keuangan tetap bisa dijaga kesehatannya. KSSK juga diharapkan bekerja sama dengan kejaksaan, kepolisian, dan KPK agar potensi moral hazard atau penyalahgunaan dari perppu ini bisa dihindari.

 

Defisit APBN

Segala bantuan dan stimulus ekonomi itu nilainya diperkirakan  mencapai sekitar Rp405,1 triliun. Dengan adanya guncangan pada sisi penerimaan maupun belanja itu, Menteri Keuangan mengakui bahwa sulit mempertahankan defisit APBN pada level di bawah 3 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto), seperti amanat UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Keuangan Negara. Sejauh ini, diperkirakan defisit mencapai 5,07 persen.

Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu Nomor 1 tahun 2020 itu juga untuk memberikan pijakan hukum atas lojakan defisit itu. Bahkan, lonjakan defisit kemungkinan masih akan terjadi pada tahun anggaran 2021 dan 2023. Pada 2023 diharapkan normal kembali. Menteri Keuangan Sri Mulyani sendiri yakin, defisit 2020 ini pun tak akan melampaui 5 persen. ‘’Ada di kisaran 3 – 5 persen. Tidak lebih. Karena serapan pemerintah pada delapan bulan ke depan kan juga terbatas,’’ katanya.

Menghadapi pandemi Covid-19 ini, kalangan DPR juga terkesan mendukung relaksasi anggaran yang akan diambil pemerintah. Perppu yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo sepertinya tak memantik kontroversi. Batasan defisit 3 persen pun bukan harga mati.

 

 

Penulis: Firman Hidranto
Editor: Putut Tri Husodo/Ratna Nuraini