Jalan-jalan masih lengang. Antrean mobil yang dulu berjejal di kota-kota besar di Indonesia kini tak terlihat lagi. Toh, di ruas-ruas jalan yang kini relatif sepi itu ada kendaraan niaga khusus yang masih giat berlalu-lalang. Mobil-mobil ini mengangkut sembako, biskuit, roti, makanan kalengan, minuman kemasan, air mineral, obat-obatan, bahan farmasi, atau peralatan medis.
Wabah corona membuat situasi berubah. Pencanangan situasi bencana nasional, yang disusul pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mendorong agar orang-orang tetap tinggal di rumah, bekerja di rumah, beribadah di rumah. Kegiatan industri dan perdagangan anjlok, kecuali yang terkait dengan bahan pangan, obat-obatan, serta keperluan medis.
Situasi ini jelas memukul industri logistik yang pada dasarnya adalah jasa yang melayani pengaliran barang dari pemasok ke penerima, melalui jalur darat, laut, maupun udara. Di dalamnya termasuk pula layanan pergudangan. Lanskap industri logistik itu sendiri meliputi lini business to business (B2B), business to customer (B2C), dan customer to customer (C2C).
Dalam situasi normal, semuanya berjalan. Namun, bagaimana bisnis ini di tengah pandemi? Apakah ketiga lini bisnis logistik itu berjalan? Yang masih aktif berjalan hanyalah jenis logistik B2C atau C2C. Layanan B2B bisa dipastikan turun drastis seiring merosotnya kegiatan industri dan perdagangan.
Peran jasa logistik tentu vital di tengah pandemik ini. Maka, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan meminta semua pihak membantu kelancaran logistik pada masa darurat wabah Covid-19. "Ini saya garis bawahi. Untuk penyaluran logistik jangan sampai ada gangguan. Masalah ini super penting apalagi di saat kondisi seperti ini," ujarnya, seperti dilansir dari keterangan tertulis, Jumat, (27/3/ 2020).
Bahkan, Luhut pun perlu memberikan penekanan agar pengangkutan truk logistik di jalan-jalan raya ataupun kargo di pelabuhan tidak terganggu. Untuk itu, Menko Luhut mengingatkan kepada jajaran baik di pemerintahan pusat dan daerah, agar jangan sampai ada aturan yang justru mempersulit penyaluran atau pengiriman logistik untuk masyarakat.
Jasa logistik memang masih bisa melakukan aktivitasnya meski di masa pandemi. Namun, dengan adanya sejumlah restriksi untuk pencegahan penyebaran pandemi, sejumlah daerah telah memberlakukan kebijakan PSBB sehingga jasa logistik pun tentu sedikit banyak juga akan terganggu.
Penerapan PSBB
Berdasarkan catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sedikitnya ada dua provinsi dan 21 kabupaten/kota di Indonesia yang sudah menerapkan kebijakan PSBB. Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Agus Wibowo, Rabu (22/4/2020).
Tidak berhenti dengan penerapan PSBB, pemerintah kini bahkan melangkah lebih maju lagi dengan mengeluarkan larangan mudik. Kebijakan ini melengkapi pelbagai kebijakan lain untuk memutus mata rantai penularan virus corona, di antaranya, bekerja dari rumah (work form home).
Adanya PSBB dan larangan mudik tentu juga mempengaruhi gerak aktivitas jasa logistik. Jasa logistik merupakan satu dari 11 sektor yang masih diizinkan beroperasi di tengah pandemi.
Adapun 11 sektor itu adalah kesehatan, bahan pangan/makanan/minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, dan kebutuhan sehari-hari.
Pertanyaan selanjutnya, apakah benar jasa logistik menjadi satu-satunya bisnis yang bertahan di tengah amukan Covid-19? Seperti disampaikan Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham, sektor logistik kini menjadi tumpuan masyarakat di tengah terbatasnya akses selama masa pandemi.
Zaldy Ilham Masita mengemukakan, tren kenaikan permintaan jasa pengiriman ini sudah terlihat sejak awal Maret lalu. Menurut catatan ALI, lonjakan yang cukup signifikan untuk pengiriman, terutama untuk bahan makanan, alat kesehatan, dan bahan-bahan kimia untuk pembuatan cairan pembersih ikut naik.
“Kenaikan logistik untuk bahan makanan dan alat kesehatan, bisa naik sampai lebih dari 100 persen. Kalau dilihat trennya naik terus setiap hari,” ujarnya.
Zaldy mengatakan, kenaikan tersebut dipicu pergerakan masyarakat yang terbatas. Dalam kondisi seperti ini, aktivitas logistik tidak boleh berhenti. Apalagi, melihat pengalaman di Wuhan, Tiongkok, pengiriman bahan makanan sehat yang naik tajam terbukti bisa meningkatkan kesehatan mereka.
“Sehingga, jalur logistik yang aman atau bebas virus harus bisa tersedia dari petani sampai ke kota-kota. Distribusi barang yang aman akan menjadi kunci penting agar penyebaran pandemi bisa dibendung. Masyarakat pun tidak perlu panik,” ujar Zaldy.
Setelah Indonesia ditetapkan sebagai negara yang terpapar wabah Covid-19, asosiasi itu mengakui bisnis logistik secara nasional mengalami penurunan hingga 50 persen. Dari persentase sebesar itu, seperti disampaikan Ketua ALI Zaldy Ilham, bisnis logistik untuk jasa B2B yang paling terpukul. “Kontribusi penurunan bisnis B2B itu antara 60 persen hingga 80 persen, seiring dengan penurunan aktivitas ekspor-impor.”
Pelaku bisnis logistik ini mengakui jasa untuk pengiriman berbasis e-commerce memang mengalami peningkatan. “Kenaikannya berkisar 12 persen-15 persen. Namun, kontribusi itu belum mampu menutup kehilangan dari jasa berbasis B2B.”
Yang jelas, pandemi corona ini telah menjadi pelajaran bagi semua pelaku usaha di semua lini bisnis, termasuk jasa logistik. Mereka adaptif dan menyesuaikannya dengan lingkungan yang berkembang. Seperti jasa logistik, kini pelaku usahanya harus mengubah jasa logistiknya untuk layanan bahan pokok, sayur-sayuran, buah, dan produk consumer goods.
Namun, di tengah pandemi dan likuiditas yang ketat, pelaku usaha logistik juga dituntut untuk tetap memberikan layanan yang prima, cepat dan murah. Perubahan paradigma inilah yang harus dihadapi pelaku industri jasa logistik di masa depan.
Penulis: Firman Hidranto
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini