Kabar gembira terus dihasilkan meski wabah virus corona masih memukul sendi-sendi perekonomian Indonesia. Kali ini datang dari laporan kinerja investasi yang terjadi dalam tiga bulan pertama 2020. Sepanjang triwulan pertama 2020 nilai investasi menunjukkan kurva positif meski tertekan oleh Covid-19, nama beken virus yang berbentuk seperti mahkota.
Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Perindustrian yang dilansir pada Senin (27/4/2020), total investasi yang terjadi sepanjang Januari hingga Maret 2020 mencapai Rp210,7 triliun. Angka ini naik sebesar 8 persen dari periode yang sama 2019 yaitu sebesar Rp195,1 triliun. Jika dirinci, total investasi sebesar Rp210,7 triliun itu terdiri dari Rp112,7 triliun dalam bentuk penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan sisanya Rp98 triliun adalah penanaman modal asing (PMA).
Lagi-lagi pencapaian ini masih lebih tinggi dari triwulan pertama 2019 ketika daya serap investasi PMDN hanya mampu senilai Rp107,9 triliun meski PMA naik tipis sebesar Rp107,9 triliun. Perlu dicatat pula bahwa di triwulan pertama 2019 tidak ada peristiwa seperti wabah virus corona. Bahkan peristiwa Pemilihan Presiden 2019 pun tetap membuat investor bergairah berinvestasi.
Dari nilai Rp210,7 triliun investasi yang terjadi pada triwulan pertama 2020, sektor manufaktur menjadi penyumbang terbesar dengan investasi yang dibenamkan sebesar Rp64 triliun atau berkontribusi sebesar 30,4 persen dari total investasi. "Pada triwulan pertama 2020 ini, nilai investasi industri manufaktur memberikan kontribusi yang signifikan, hingga 30,4 persen dari total investasi keseluruhan sektor Rp210,7 triliun,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin (27/4/2020).
Angka ini naik 44,7 persen dibandingkan pencapaian periode yang sama di tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp44,2 triliun. Investasi sektor industri manufaktur pada periode triwulan pertama 2020, sebesar Rp19,8 triliun disumbang investasi PMDN dan Rp44,2 triliun oleh PMA. Jumlah sumbangsih tersebut melonjak dibanding perolehan pada periode yang sama tahun lalu, yakni masing-masing sekitar Rp16,1 triliun (PMDN) dan Rp28,1 triliun (PMA).
Sektor-sektor manufaktur yang menyetor nilai investasi rancak pada triwulan pertama 2020, antara lain, industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya sebesar Rp24,54 triliun, diikuti industri makanan (Rp11,61 triliun), industri kimia dan farmasi (Rp9,83 triliun), industri mineral nonlogam (Rp4,34 triliun), serta industri karet dan plastik (Rp3,03 triliun).
Selanjutnya, ada industri kertas dan percetakan sebesar Rp2,99 triliun, industri kendaraan bermotor dan alat transportasi lain (Rp2,14 triliun), serta industri mesin, elektronik, instrumen kedokteran, peralatan listrik, presisi, optik, dan jam (Rp1,99 triliun). Meski demikian, dalam kondisi masih merebaknya wabah Covid-19 seperti sekarang ini, merupakan momentum yang tepat bagi Indonesia untuk membangun sektor industri alat kesehatan dan farmasi sehingga mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sektor industri juga sedang melakukan refocusing untuk membantu upaya pemerintah dalam memperkuat sektor industri yang masuk dalam kategori high demand seperti alat kesehatan, obat-obatan, dan vitamin. “Kami yakin terhadap potensi dan kemampuan industri dalam negeri untuk memenuhi permintaan yang tinggi dan juga dapat mengurangi ketergantungan impor,” kata Agus.
Tren Positif Investasi
Sementara itu Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, pencapaian Rp210,7 triliun investasi di triwulan pertama 2020 sudah mencapai 23,8 persen dari target investasi tahun ini sebesar Rp886,1 triliun. Mengacu data triwulan pertama 2020 realisasi investasi PMDN mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019 tumbuh sebesar 29,3 persen.
Dibandingkan triwulan keempat 2019 tumbuh sebesar 9,5 persen. "Kami melihat tren positif meskipun di tengah terjadinya pandemi Covid-19, BKPM bersama kementerian/lembaga dan pemerintah daerah bekerja sama melakukan pengawalan investasi,” kata Kepala BKPM Bahlil Lahadalia kepada wartawan di kantor BKPM, Jakarta, Senin (20/4/2020).
BKPM juga mencatat, realisasi investasi (PMDN dan PMA) berdasarkan lima besar lokasi proyek adalah Jawa Timur (nilai investasi Rp31,4 triliun atau 14,9 persen), Jawa Barat (Rp29,9 triliun, 14,2 persen), DKI Jakarta (Rp20,1 triliun, 9,6 persen), Jawa Tengah (Rp19,3 triliun, 9,1 persen), dan Riau (Rp 12,8 triliun, 6,0 persen). Bahlil mengatakan, terjadi tren peningkatan investasi di luar Jawa sebsar Rp102,4 triliun atau tumbuh 19,3 persen. Pada periode yang sama di 2019, angka investasi di luar Jawa hanya sebesar Rp85,8 triliun.
Kenaikan realisasi ini disumbang oleh investasi di Indonesia bagian timur, khususnya peningkatan hilirisasi industri hasil tambang mineral pascapelarangan ekspor bijih nikel. Selain itu terdapat lima besar sektor usaha di triwulan pertama 2020 yang diminati investor (PMDN dan PMA), yaitu transportasi, gudang, dan telekomunikasi (Rp49,3 triliun atau 23,4 persen), industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya (Rp24,5 triliun, 11,6 persen), listrik, gas, dan air (Rp18,0 triliun, 8,6 persen), perumahan, kawasan industri, dan perkantoran (Rp17,8 triliun, 8,4 persen), serta tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan (Rp17,2 triliun, 8,2 persen).
Selama triwulan pertama 2020 ini, lima besar investor asing yang masuk ke tanah air meliputi Singapura (USD2,7 miliar, 40 persen), Tiongkok (USD1,3 miliar, 18,9 persen), Hong Kong (USS0,6 miliar, 9,3 persen), Jepang (USD0,6 miliar, 8,9 persen), dan Malaysia (USD0,5 miliar, 7,1 persen).
Peningkatan capaian realisasi investasi ini diakui Kepala BKPM sejalan dengan pelaksanaan Program “Eksekusi Realisasi Investasi Besar”. Program ini adalah pengawalan proyek-proyek investasi besar mulai dari tahap perizinan hingga penyelesaian permasalahan investasi di lapangan. Contohnya, masalah perizinan dan pengadaan lahan.
Hal ini dilakukan guna mempercepat eksekusi realisasi investasi besar yang selama ini terhambat. Selain itu, BKPM juga menggandeng kementerian/lembaga yang merupakan komitmen bersama untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif, termasuk adanya pelimpahan kewenangan dari Kementerian Keuangan terkait pemberian insentif fiskal seperti tax holiday, tax allowance, dan pajak impor barang modal.
Penulis: Anton Setiawan
Editor: Firman Hidranto/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini