Indonesia.go.id - Pendirian Teguh Indonesia Sikapi Aneksasi Israel

Pendirian Teguh Indonesia Sikapi Aneksasi Israel

  • Administrator
  • Jumat, 26 Juni 2020 | 02:25 WIB
POLITIK LUAR NEGERI
  Seorang pendemo membawa bendera Palestina di depan pasukan Israel saat aksi protes menentang rencana Israel untuk mencaplok bagian Tepi Barat, dekat Tulkam, Jumat (5/6/2020). Foto: ANTARA FOTO/REUTERS/Mohamad Torokman

Indonesia sejak awal menolak keras rencana pemerintahan Benjamin Netanyahu untuk mengklaim wilayah di Tepi Barat sebagai milik Israel.

Indonesia tidak pernah berubah sikap terhadap apa yang terjadi di wilayah Palestina,  terutama terhadap rencana aneksasi resmi Israel terhadap wilayah Palestina.

Sejak awal sikap Indonesia sudah jelas, menolak keras rencana tersebut. Bagi Indonesia, rencana pemerintahan zionis menduduki Palestina secara resmi ini adalah sebuah pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM), selain kian memperburuk situasi dan upaya perdamaian di kawasan tersebut.

Sikap tegas Indonesia ini adalah buntut dari pernyataan yang dikeluarkan Perdana Menteri Benyamin Netanyahu pada Mei 2020. Di mana dia mengatakan, Pemerintah Israel akan mencaplok lebih banyak lagi wilayah di Tepi Barat yang menjadi milik Palestina. Termasuk mencaplok sebagian Lembah Yordania. 

Langkah pemerintah zionis itu dilakukan untuk memperbesar wilayah permukiman bagi warga menengah Yahudi. Langkah awal yang akan dilakukan mulai pertengahan Juli 2020 adalah dengan menghancurkan Desa Khan al-Ahmar dan memindahkan seluruh penduduknya ke wilayah lain.

Penghancuran desa ini menjadi pembuka jalan bagi Tel Aviv untuk memuluskan langkah aneksasi dan memecah kawasan Tepi Barat menjadi dua bagian. 

Desa Khan al-Ahmar berada di wilayah C yang merupakan 60 persen dari luas Tepi Barat. Saat ini wilayah tersebut dihuni oleh mayoritas suku Badui yang jumlahnya mencapai 35.000 jiwa dan telah bermukim sejak 1950-an.

Sebelum terjadinya krisis akibat pandemi global dari virus Covid-19, sebagian besar dari mereka hidup serba kekurangan. Tak sedikit dari mereka berdiam di dalam tenda dan gubuk. 

Sikap tegas Indonesia disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Lestari Priansari Marsudi saat mengikuti pertemuan terbuka yang digelar secara virtual oleh Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa dari markas di New York, Amerika Serikat, pada Rabu (24/6/2020) pagi waktu setempat. 

Bersama Tunisia dan Afrika Selatan, Indonesia memprakarsai penyelenggaraan pertemuan DK ini di tingkat menteri, guna membahas rencana aneksasi Israel.

Pertemuan dihadiri Sekretaris Jenderal PBB, Sekretaris Jenderal Liga Arab, Utusan Khusus PBB Untuk Proses Perdamaian di Timur Tengah, Menlu Palestina, dan menlu dari beberapa negara anggota DK PBB.

 

Tiga Sikap Indonesia

Dalam pertemuan yang dipimpin Prancis selaku Presiden DK PBB pada Juni 2020, Indonesia melihat rakyat Palestina sudah terlalu lama mengalami ketidakadilan. Sebuah pertanyaan tajam pun dilontarkan perempuan kelahiran Semarang, 27 November 1962 itu, kepada seluruh peserta pertemuan. “Pilihan ada di tangan kita, apakah akan berpihak kepada hukum internasional atau menutup mata dan berpihak di sisi lain yang memperbolehkan tindakan yang bertentangan dengan hukum internasional?"

Pada 23 Mei 2020, Pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan tiga pernyataan sikap mengapa masyarakat internasional harus menolak rencana aneksasi Israel. Pernyataan ini keluar hanya beberapa saat setelah Tel Aviv mengeluarkan rencana aneksasi terhadap Tepi Barat. 

Ada tiga sikap yang dikeluarkan Indonesia. Pertama, rencana aneksasi formal Israel terhadap wilayah Palestina merupakan pelanggaran hukum internasional. 

Memperbolehkan aneksasi artinya membuat preseden penguasaan wilayah dengan cara aneksasi adalah perbuatan legal dalam hukum internasional. “Seluruh pihak harus menolak secara tegas di seluruh forum internasional, baik melalui pernyataan maupun tindakan nyata bahwa aneksasi adalah sebuah tindakan ilegal," ujar Menlu RI.

Kedua, rencana aneksasi formal Israel ini merupakan ujian bagi kredibilitas dan legitimasi DK PBB di mata dunia internasional. DK PBB harus cepat mengambil langkah yang sejalan dengan Piagam PBB. Siapapun yang mengancam terhadap perdamaian dan keamanan internasional harus diminta pertanggungjawabannya di hadapan Dewan Keamanan PBB. “Tidak boleh ada standar ganda,” kata Retno.

Ketiga, aneksasi akan merusak seluruh prospek perdamaian. Tindakan pencaplokan wilayah juga akan menciptakan instabilitas di kawasan dan dunia. Untuk itu, terdapat urgensi adanya proses perdamaian yang kredibel. Artinya, seluruh pihak harus berdiri sejajar.

Indonesia menilai, saat ini adalah waktu yang tepat untuk memulai proses perdamaian dalam kerangka multilateral berdasarkan parameter internasional yang disepakati.

Di samping itu, Indonesia juga memanfaatkan pertemuan itu untuk mengajak masyarakat internasional ikut membantu mengatasi situasi kemanusiaan di Palestina termasuk para pengungsi Palestina.

Situasi pandemi Covid-19 ikut memperparah kondisi kemanusiaan di Palestina. Indonesia pun menyuarakan adanya dukungan dari lembaga-lembaga kemanusiaan internasional, khususnya Badan Bantuan dan Proyek PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat atau UNRWA atas kondisi tersebut. 

 

Peningkatan Bantuan RI

Ketika melakukan pertemuan virtual tingkat menteri dengan The United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA) di hari yang sama, Indonesia menyampaikan peningkatan komitmen bantuan Indonesia untuk Palestina melalui UNRWA pada 2020.

Pertemuan ini diikuti oleh Sekjen PBB Antonio Guterres, Komisioner UNRWA yang baru Fillipe Lazarini, dan pejabat setingkat menteri dari 60 negara.  

Bantuan kemanusiaan Indonesia rencananya akan disalurkan langsung kepada Pemerintah Palestina, dan juga melalui UNRWA dan Komite Palang Merah Internasional (ICRC). “Ketidakadilan terjadi bukan karena absennya keadilan itu sendiri. Ketidakadilan terjadi karena kita membiarkan hal itu terjadi. Ini waktunya kita hentikan ketidakadilan tersebut," kata Retno.

UNRWA yang didirikan 70 tahun lalu, saat ini menangani 5,5 juta pengungsi Palestina yang berada di Gaza, Tepi Barat, Yerusalem Timur, Yordania, Lebanon, dan Suriah. Pelayanan UNRWA, antara lain, mencakup fasilitasi pendidikan, kesehatan, bantuan darurat, keuangan mikro, perlindungan, pembangunan, dan berbagai pelayanan sosial lainnya.

Pada sidang Majelis Umum PBB, Desember 2019 lalu, Indonesia bersama 168 negara anggota PBB lainnya mendukung perpanjangan mandat UNRWA hingga 2023.

 

Bentuk Bantuan RI

Untuk 2020 ini, Indonesia akan melanjutkan rencana pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Hebron serta perluasan RS Indonesia di Jalur Gaza. Indonesia juga bersiap membangun sekolah di Ramallah serta memberikan pelatihan pengelolaan air bersih dan pelatihan peningkatan kapasitas kepolisian Palestina bersama Interpol. 

Pada 2019 lalu, Indonesia melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) meresmikan bantuan kemanusiaan senilai USD150.000 berupa pengoperasian klinik mata dan klinik THT di kamp pengungsi Palestina di Talbiyah, Yordania.

Indonesia juga telah melatih 90 aparat dan warga Palestina untuk pemberdayaan perempuan, good governance, dan budidaya buah-buahan tropis, bidang pengawasan obat dan makanan.

Di samping itu Indonesia telah membuka kesempatan kepada beberapa pemuda Palestina untuk mengikuti pelatihan penerbangan dengan sertifikat Commercial Pilot License (CPL) di sekolah penerbang Indonesia.

Ketika menerima kunjungan Menlu Palestina Riad Al Malki di Jakarta, Oktober 2018 silam, Indonesia pun menyampaikan komitmen bantuan senilai total USD7 juta dalam berbagai bentuk. Sebesar USD2 juta berasal dari pemerintah dan sisanya donasi masyarakat, dermawan, dan lembaga swadaya masyarakat. 

Sejak tahun 2008, Indonesia telah melatih lebih dari 1.800 aparat dan warga Palestina dalam 171 bidang keahlian termasuk bidang pemerintahan, penegakan hukum, pengawasan obat dan makanan, dan bidang-bidang teknis lainnya.

 

 

 

Penulis: Anton Setiawan
Editor: Firman Hidranto/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini