Pelaksanaan Program Kartu Prakerja mengalami revisi. Langkah baru ini diharapkan mampu menjadi stimulus dalam menjawab tuntutan akselerasi penyerapan tenaga kerja di tengah pandemi Covid-19. Revisi ini ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) No. 76/2020 yang mengganti peraturan sebelumnya, yakni Perpres No.36/2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja melalui Program Kartu Prakerja.
Apa yang menjadi pembeda di antara keduanya? Tak ada gading yang tak retak. Boleh jadi, Perpres Nomor 36/2020 yang memantik kontroversi saat diterbitkan, terutama terkait konten modul-modul pelatihan online-nya, dinilai perlu disempurnakan agar memberi dapat dampak langsung bagi pekerja yang terkena imbas pandemi. Pelbagai kalangan menilai program itu sebaiknya diganti dalam bentuk bantuan sosial (bansos).
Dalam satu kesempatan, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pun sudah memberikan jawaban terhadap opsi yang ditawarkan dan berkembang di publik. Menurutnya, program itu merupakan upaya untuk reskilling (pelatihan kemampuan baru) dan upskilling (peningkatan kemampuan yang sudah ada) terutama bagi pekerja yang dirumahkan.
Inilah yang melatarbelakangi lahirnya perpres baru itu, yang lebih mengedepankan bagaimana program reskilling dan upskilling dapat dilaksanakan dengan tata kelola yang baik, transparan, dan akuntabel.
Dengan langkah itu, harapannya program itu kartu prakerja benar-benar menyentuh lapisan masyarakat yang membutuhkan dan belum tersentuh jenis program pengamanan sosial lainnya.
“Tentu sangat diapresiasi masukan, saran, dan kritik dari publik, individu, media, institusi, dan masyarakat sipil. Masukan itu bisa jadi bahan evaluasi untuk perbaikan Program Kartu Prakerja sehingga dapat diimplementasikan semakin baik,” kata Ketua Tim Pelaksana Komite Cipta Kerja M Rudi Salahuddin dalam siaran persnya, Senin (22/6/2020).
Sejak negara ini pertama kali mengkonfirmasi kasus Covid-19 di awal Maret 2020, masyarakat yang terpapar wabah itu terus bertambah. Hingga Minggu (12/7/2020) tercatat ada 75.699 kasus Covid-19. Akibat pandemi itu, sektor ekonomi pun ikut terpapar, terjadi pelambatan, bahkan sebagian mandek. Imbasnya, menurut laporan Kementerian Ketenagakerjaan, sebanyak 1.32.960 pekerja formal telah dirumahkan.
Sementara itu, pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 375.156 orang dan 314.833 pekerja informal yang terkena dampak dari wabah tersebut. Artinya, secara total pekerja—baik formal maupun informal—yang terdampak mencapai 1,72 juta orang. Nah, adanya pekerja yang terdampak itulah yang melatarbelakangi lahirnya Perpres 36/2020, yang kemudian direvisi menjadi Perpres 76/2020.
Sebelum perpres direvisi, program Prakerja telah dilaksanakan dalam tiga gelombang dengan jumlah pendaftar 11,2 juta orang. Pendaftar itu menyebar di 513 kabupaten dan kota di Indonesia. Dari total pendaftar sebanyak itu, pekerja terdampak yang terpilih sebanyak 680.918 peserta dengan komposisi peserta: pekerja terkena PHK sebanyak 392.338 atau 58 persen, dari pencari kerja 244.541 (35 persen), pelaku UMKM sebanyak 7.396 (1 persen), dan pekerja yang masih bekerja atau dirumahkan sebanyak 36.653 pekerja (6 persen).
Data Kemenko Perekonomian juga menyebutkan jumlah pekerja yang telah mengikuti pelatihan sebanyak 573.080 peserta. Mereka memilih 1.222 jenis pelatihan dengan jenis keterampilan antara lain bahasa asing, keterampilan wirausaha, pemasaran, konten digital, bisnis kuliner, microsoft office, dan lainnya.
Dari sejumlah pelatihan itu, pekerja sebanyak 477.971 peserta telah menuntaskan paling tidak satu pelatihan dan menerima sertifikat, sedangkan peserta yang telah menerima insentif sebanyak 361.209 peserta dengan total nilai Rp216.725 miliar.
Perluasan Peserta
Dari Perpres Nomor 76/2020, terdapat banyak perubahan dari perpres sebelumnya. Salah satu yang diubah adalah peserta Kartu Prakerja, awalnya hanya diberikan bagi pencari kerja. Nah, di perpres yang baru kartu itu diberikan juga bagi pekerja atau buruh korban PHK dan pekerja atau buruh yang membutuhkan peningkatan kompetensi kerja (upskilling).
Di perpres yang baru juga disebutkan bagi pekerja atau buruh yang membutuhkan peningkatan kompetensi dibagi menjadi dua. Pertama pekerja atau buruh yang dirumahkan, serta pekerja bukan penerima upah, termasuk pelaku usaha mikro dan kecil.
Inilah perubahan yang mendasar dari perpres sebelumnya, sesuai dengan bunyi Pasal 3, terutama Ayat 3 Butir b (2) yakni program Kartu Prakerja dimungkinkan diberikan kepada pekerja bukan penerima upah, termasuk pelaku UMKM. Dengan demikian program yang memberikan bantuan Rp500 ribu per bulan selama tiga bulan itu bisa menjadi penawar duka di tengah wabah.
Tak dipungkiri, meski sudah ada perbaikan yang signifikan, perpres edisi revisi tetap ada yang pro dan kontra. Misalnya, adanya perluasan penerima manfaat Kartu Prakerja, pemerintah harusnya lebih mandahulukan pekerja yang terkena PHK, tidak menambahkannya lagi dengan pendaftar yang berasal tenaga kerja baru.
Terlepas masih adanya pro dan kontra berkaitan dengan Perpres 76/2020, program yang diinisiasi pemerintah itu tetap harus didukung oleh semua pihak.
Apalagi, seperti disampaikan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, masa pemulihan serapan tenaga kerja belum dapat terjadi dalam tempo setahun ke depan. Namun, dia pun menjanjikan ada serapan tenaga kerja sebanyak 850.000 angkatan kerja yang dapat diserap pasar kerja.
Dari gambaran di atas, sejumlah program pemerintah sudah berada di jalur yang benar. Nah, sebagai bagian komponen bangsa, kita seharusnya membantu negara ini untuk segera bangkit dari situasi buruk Covid-19.
Untuk bisa bangkit dari situasi krisis, upaya berada sepenuhnya di pundak bangsa ini--mereka itu juga adalah warga yang kini sedang mengikuti program Kartu Prakerja. Negara lain tidak akan membantu. Mereka juga mengalami masalah yang sama, marilah kita sebagai bagian dari komponen itu ikut mendorong kebangkitan bangsa ini.
Penulis: Firman Hidranto
Editor: Putut Tri Husodo
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini