Indonesia.go.id - Minat Investasi Lokal Tetap Menyala

Minat Investasi Lokal Tetap Menyala

  • Administrator
  • Selasa, 4 Agustus 2020 | 03:03 WIB
IKLIM USAHA
  Pekerja melakukan uji coba pada mesin pengolah makanan otomatis sebelum di ekspor ke Australia, Myanmar dan Malaysia di sebuah industri manufaktur sub sektor mesin di Purwantoro, Malang, Jawa Timur, Selasa (23/6/2020). Foto: ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pun terus memompa optimistisnya. Bahwa, realisasi investasi tahun ini akan mencapai setidaknya Rp817,2 triliun atau sekitar 92,2 persen dari target awal Rp886 triliun.

Realisasi investasi hingga Juni 2020 ternyata masih menjanjikan. Sebab nyatanya, negara ini masih jadi tempat investasi yang menarik bagi investor walaupun di tengah-tengah wabah pandemi Covid-19 yang belum menunjukkan tanda-tanda melandai.

Menurut data BKPM, realisasi investasi dari Januari-Juni 2020, baik penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN), mencapai Rp402,6 triliun, atau sudah mencapai 49,3 persen dari target investasi 2020 sebesar Rp8.017,2 triliun.

Bila dibedah lebih lanjut, realisasi PMDN selama periode itu tercatat mencapai Rp207 triliun, ada peningkatan 13,2 persen dibandingkan realisasi periode yang sama 2019 sebesar Rp182,8 triliun.

Sebaliknya, realisasi investasi PMA hanya mencapai Rp195,6 triliun, lebih rendah 8,79 persen dari realisasi 2019. Meskipun lebih rendah tipis, pencapaian realisasi PMA itu sudah 56,2 persen dari target yang ditetapkan lembaga yang menggawangi sektor investasi tersebut.

Bahlil Lahadalia, Kepala BKPM, pun terus memompa optimisme bahwa realisasi investasi tahun ini akan mencapai setidaknya Rp817,2 triliun atau sekitar 92,2 persen dari target awal Rp886 triliun.

Namun bagi Bahlil, pencapaian realisasi investasi hingga Juni 2020 disebutnya akan menjadi cambuk untuk bangkit pada semester II/2020. BKPM juga akan lebih aktif mengejar investor, bahkan ikut membantu proses perizinan.

“Target ini akan tercapai apabila pemerintah terus melakukan konsolidasi internal yang intensif dalam melakukan upaya maksimal yang berorientasi pada pencarian solusi,” tegasnya.

 

Jalur yang Benar

Apa saja peluang investasi yang bisa ditangkap ke depan? Peta jalan industri negara ini yang terus mendorong investasi di sektor manufaktur, terutama industri pengolahan, seperti industri logam dasar, barang logam, dan industri bukan mesin dan peralatannya, sudah berada di jalur yang benar.

Ini sudah sejalan dengan investasi di sektor tersebut yang mulai meningkat sejak akhir 2019, khususnya pada subsektor tersebut meskipun tetap harus terus memperbaiki diri agar lebih kompetitif dibandingkan negara-negara pesaing.

Pelbagai hambatan investasi, seperti masih dikeluhkan kalangan investor di sektor manufaktur, antara lain, soal kejelasan regulasi perizinan, masalah upah tenaga kerja, masalah produktivitas, harusnya terus diperbaiki untuk menciptakan daya saing.

Di sisi lain, dalam konteks mulai menyusut PMA, pemerintah juga perlu mencari alternatif lain, misalnya, menggenjot penanaman modal dalam negeri (PMDN). Ini terbukti dari realisasi PMDN selama periode Januari-Juni 2020 yang lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Menjadi pertanyaannya, strategi apa yang perlu dilakukan untuk menggenjot investasi PMDN? Rencana pemerintah mengeluarkan RUU Cipta Kerja tentu harus segera dituntaskan. Tidak itu saja, sejumlah stimulus yang cukup besar dan diberikan ke pengusaha harusnya untuk menggenjot investasi di dalam negeri.

Tak dipungkiri, memang tak mudah mengundang investor di tengah pandemi Covid-19. Penurunan aktivitas ekonomi global menyebabkan perpindahan modal lintas wilayah semakin ketat.

Upaya kerja keras pemerintah untuk menggenjot realisasi investasi sesuai dengan yang diharapkan patut diapresiasi. Di tengah-tengah masih bergejolaknya pandemi yang menghentikan aktivitas ekonomi global bisa menjadi peluang, yakni dengan menarik sejumlah perusahaan multinasional berkelas dunia ke Indonesia.

Presiden Joko Widodo sudah berulang kali menyampaikan harapannya agar investasi didorong untuk masuk ke dalam negeri. Salah satunya terus meminta bawahannya agar mempermudah masalah perizinan usaha di dalam negeri.

Wajar saja permintaan kepala negara itu disampaikan berulangkali. Apalagi, bila mengacu kepada indeks kemudahan berusaha (easy doing business), indeks yang dirilis oleh Bank Dunia pada 2019, negara ini masih jauh dari harapan. Indonesia masih berada di posisi 73 dari 190 negara.

Permasalahan yang menahun ini mestinya bisa diselesaikan. Regulasi yang menghambat tentu ada jalan keluarnya. Kebijakan antarinstansi pemerintahan termasuk juga aturan dari pemerintah pusat dan daerah harus selaras.

Langkah pemerintah menerbitkan beberapa peraturan baru seperti RUU Cipta Kerja diharapkan tidak menimbulkan kebingungan bagi para investor, semua harus jelas.

Tak hanya aturan main, penguatan sumber daya manusia juga harus menjadi prioritas. Tenaga kerja Indonesia harus berdaya saing tinggi, baik dari segi kemampuan maupun produktivitas.

Indonesia juga perlu mewaspadai laporan Badan PBB untuk Urusan Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) dalam World Investment Report 2020 yang memproyeksikan investasi langsung asing (FDI) bakal anjlok 40% tahun ini menjadi hanya USD920 milia--USD1,1 triliun.

Ini tentu menjadi lampu kuning bagi tiap negara untuk segera berbenah diri termasuk Indonesia. Dari data tersebut, negara-negara berkembang diperkirakan mengalami kemerosotan penanaman modal asing (PMA) lebih parah ketimbang negara-negara maju.

Di negara-negara berkembang Asia, PMA diperkirakan turun 30%—45%. Dari proyeksi itu, harapannya tentu tidak terjadi di tanah air karena bagaimanapun investasi asing masih berkontribusi besar terhadap realisasi penanaman modal.

Kepercayaan pelaku usaha lokal yang terus melakukan investasi di dalam negeri tentu diharapkan terus terjaga dengan baik. Kebijakan yang mendukung dunia usaha lokal tentu membangkitkan optimisme terhadap ekonomi nasional agar terus menyala.

Dengan demikian, ajakan mencintai produk dalam negeri akan menjadi sangat relevan dan patut terus digencarkan. Di saat semakin sempitnya ruang gerak manusia di dunia, optimalisasi pasar dalam negeri menjadi penting terlebih jumlah penduduk Indonesia cukup besar.

 

 

 

Penulis: Firman Hidranto
Editor: Eri Sutrisno/ Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini