Indonesia.go.id - Pulau-pulau itu Punya Nama

Pulau-pulau itu Punya Nama

  • Administrator
  • Senin, 31 Desember 2018 | 04:34 WIB
TOPONIMI
  Peta NKRI 2017 Skala 1:5.000.000. Sumber: Dok BIG

Di Indonesia, urusan tentang toponimi dipegang oleh Badan Informasi Geospasial. Sepanjang 2015-2017, Indonesia telah memverifikasi sebanyak 2.590 pulau bernama untuk dilaporkan ke PBB. Total pulau yang telah bernama kini mencapai 16.056 pulau.

Fenomena nama tentu bukanlah sekadar berfungsi sebagai penanda jati diri seseorang untuk dibedakan dengan yang lain. Lebih dari itu, nama ialah identitas yang unik, yang dalam pemberiannya bukan saja sarat arti dan makna juga harapan, tapi seringkali pun dimaksudkan sebagai penanda momen sejarah atau peristiwa tertentu.

Laiknya nama diri. Nama sebuah tempat di muka bumi, entah itu pegunungan, ngarai, perkampungan, atau nama jalan-jalan beraspal, dan terlebih lagi bicara satuan geografis yang lebih besar berupa nama pulau-pulau, lazimnya tentu proses penamaannya tidak diberikan asal-asalan atau secara manasuka. Proses penamaan obyek-obyek itu bukan tidak mungkin sangat bertalian erat dengan keadaan sosial, politik, dan kultural di suatu ruang tertentu, yang tak jarang juga terkait secara spesifik dan erat dengan kontruksi identitas masyarakat penghuninya.

Ambil contoh, kasus penolakan masyarakat etnis Betawi atas rencana kebijakan penggantian nama Jl Mampang Prapatan dan Jl Buncit Raya oleh Pemkot Jakarta Selatan, misalnya. Jelas, pada kasus penolakan itu mengisyaratkan adanya keterkaitan kuat, antara kontruksi identitas masyarakat etnis Betawi yang tinggal di sekitar daerah itu dengan nama kedua jalan tersebut.

Pada tingkat global munculnya problem penamaan dan nama tempat atau lokasi sering tidaklah sederhana. Tidak adanya standarisasi ejaan penulisan nama secara konsisten, misalnya, jelas menjadi persoalan dalam pergaulan antarbangsa-bangsa, setidaknya jadi problem administratif. Belum lagi soal sengketa klaim perihal batasan teritorial antarnegara, pun tak jarang muncul karena sengketa nama sebagai salah satu sumbernya.

Mengingat signifikansi keberadaan sebuah nama, maka muncullah bidang ilmu yang khusus mengkaji tentang nama. Displin ilmu ini disebut ‘onomastik’. Terdiri atas dua cabang ilmu, yakni ‘antroponimi’ yaitu ilmu yang mempelajari tentang nama manusia dan ‘toponimi’ yaitu ilmu yang mempelajari tentang nama tempat.

Secara etimologi, toponim berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu ‘topos’ dan ‘onyma’. Kata ‘topos’ memiliki pengertian ‘permukaan atau tempat’, sedangkan onyma berarti ‘nama’. Maka toponim adalah penamaan unsur dari geografi atau topografi. Toponimi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai penamaan unsur geografi atau nama geografis, baik sebagai unsur buatan, unsur alam maupun unsur administratif.

Menyadari arti pentingnya standarisasi nama geografis itulah, maka Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation) melalui Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC) pada 23 April 1959 mengeluarkan sebuah resolusi untuk mengantisipasi potensi sengketa yang muncul dari nama. United Nations Group of Experts in Geographical Names atau lazim disingkat UNGEGN, sengaja didirikan oleh PBB pada tahun yang sama untuk mencapai tujuan resolusi tersebut. Menjadwalkan agenda persidangan setiap lima tahun sekali, lembaga ini kini setidaknya memiliki anggota lebih dari 400 anggota dari lebih 100 negara.

PBB kemudian secara simultan juga menginisiasi forum UNCSGN (United Nations Conference on Standardization of Geographical Names). Setidaknya hingga kini, UNCSGN telah melangsungkan konferensi ke-11th, tercatat terakhir berlangsung pada 7-18 Agustus 2017 dan bertempat di Markas Besar PBB New York.

UNGEGN adalah sebuah lembaga yang dibentuk untuk mempromosikan standarisasi nama geografis tentang nama tempat di berbagai belahan dunia secara internasional. Tujuan UNGEGN ialah agar setiap negara dapat memutuskan pembakuan nama geografis berstandar nasional melalui proses administrasi yang diakui oleh National Names Autorithy di masing-masing negara.

Menurut UNGEGN adalah hak tiap-tiap negara untuk menentukan penamaan dan nama-nama unsur geografinya. Tak hanya menetapkan nama bakunya, tetapi juga bagaimana tata-cara penulisan nama dan fonetiknya. Walhasil, diharapkan standarisasi ini terjadi bukan hanya pengucapannya melainkan juga penulisannyapun sama di seluruh dunia. UNGEGN sendiri mengutamakan penamaan dan nama lokal yang mencerminkan bahasa dan tradisi suatu negara.

Badan Informasi Geospasial

Sedangkan di Indonesia, urusan tentang toponimi dipegang oleh BIG (Badan Informasi Geospasial), yang sebelumnya bernama Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional).

BIG sendiri merupakan amanat dari Pasal 22 Ayat 4 UU 4/2011 tentang Informasi Geospasial. Pemerintah melalui Perpres No. 94 Tahun 2011 kemudian membentuk Badan Informasi Geospasial (BIG) pada 27 Desember 2011.

BIG ialah lembaga pemerintah nonkementerian yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang informasi geospasial. Selanjutnya melalui Perpres No. 116 Tahun 2016, posisi BIG ialah menjadi National Names Autorithy dari Indonesia. Posisi ini menggantikan keberadaan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi yang dibentuk berdasarkan Perpres No. 112 Tahun 2006.

Pekerjaan BIG tentu tidaklah mudah. Pasalnya Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki 17.504 pulau, dihuni oleh ribuan etnis, dan menurut Summer Institute of Linguistics AS diestimasi memiliki 731 bahasa. Kondisi ini tentu bakal berdampak pada potensi rancunya penyebutan dan penulisan nama-nama tempat atau lokasi sebagai representasi nama nasional secara baku.

Toh demikian sepanjang 2015-2017, Indonesia melalui BIG sebagai National Names Autorithy setidaknya telah berhasil melakukan verifikasi sebanyak 2.590 pulau bernama untuk dapat dilaporkan ke PBB pada sesi ke-11th sidang UNCSGN. Walhasil, kini total pulau Indonesia yang telah bernama terdapat 16.056 pulau. Jumlah ini merupakan penambahan dari 13.466 pulau yang telah didaftarkan ke PBB pada sesi ke-10th  sidang UNCSGN di tahun 2012.

Artinya jika sementara ini diasumsikan di Indonesia terdapat 17.504 pulau, dan capaian di 2017 telah mencatatkan secara formal sejumlah 16.056 pulau bernama ke PBB, maka BIG masih menyisakan sebanyak 1.448 pulau belum bernama. Namun menyimak catatan kinerja BIG selama ini tentu bukan mustahil jika pada sidang UNCSGN ke-12th di 2021 nanti pekerjaan rumah itu bakalan tuntas dikerjakan. (W-1)