31 Oktober 2017, UNESCO menetapkan Manuskrip Cerita Panji sebagai ‘Memory of the World’. Menariknya, UNESCO bukan hanya menetapkan Indonesia sebagai lokus asal usul lahirnya Manuskrip Cerita Panji ini, melainkan juga menetapkan empat negara lain, yakni Kamboja, Belanda, Malaysia, dan Inggris.
Awalnya ada enam negara berkolaborasi mengajukan Manuskrip Cerita Panji ke UNESCO. Thailand turut menjadi salah satu negara pengusung. Namun sayangnya, negeri Gajah Putih itu--yang sebenarnya memiliki banyak koleksi naskah Cerita Panji--entah mengapa kemudian undur diri.
UNESCO mendeskripsikan Cerita Panji sebagai dongeng dari abad ke-13. Berisi cerita petualangan Pangeran Panji, seorang pahlawan Jawa yang tengah mencari kekasihnya, Puteri Candra Kirana. Proses pencarian ini dilakukan dalam berbagai penyamaran dan berbagai nama yang berbeda, sebelum akhirnya pasangan kekasih ini berkumpul kembali.
Menurut UNESCO, Cerita Panji menandai sebuah perkembangan sastra Jawa yang tidak lagi dibayangi oleh India, di mana epos besar Ramayana dan Mahabharata yang dikenal di Jawa sejak abad ke-12. Di masa Kerajaan Majapahit, yaitu kisaran abad 14-15, Cerita Panji sangat populer. Melalui perjalanan laut, cerita ini disebarkan oleh para pedagang, dari Pulau Jawa ke Bali, Melayu, kemudian ke Thailand, Myanmar, Kamboja, dan mungkin juga ke Filipina.
Lebih jauh, UNESCO bahkan mengakui kuatnya pengaruh sastra Jawa itu sebagaimana yang telah dilukiskan oleh Adrian Vickers sebagai “Peradaban Panji di Asia Tenggara”. Sebuah tradisi sastra dan budaya yang lebih luas dari Cerita Panji segera menyebar ke luar Pulau Jawa hingga Asia Tenggara, dan hingga sekarang tetap menjadi kekayaan budaya dan sastra regional yang unik.
Sedangkan, ditetapkannya Belanda dan Inggris oleh UNESCO tentu bukan karena budaya bangsa ini memiliki kedekatan budaya dengan Cerita Panji, laiknya negara-negara di Asia Tenggara, melainkan lebih dikarenakan perpustakaan di kedua negara ini menyimpan banyak manuskrip kuno. Jika Belanda berkontribusi dengan melampirkan 252 teks Panji, maka Inggris mendukung dengan mengirimkan Letter of Support.
Menarik disimak bersama. Ketika UNESCO bersidang dan menetapkan Manuskrip Cerita Panji masuk dalam daftar Memory of the World, ini berarti UNESCO telah mengakui dan menetapkan asal usul genre sastra itu dari Indonesia. Artinya, bicara asal usul Cerita Panji hampir sudah tidak mematik polemik atau terlebih penolakan dari negara-negara pengusung lainnya. Ini juga berarti, telah terbangun suatu konsensus interpretasi sejarah di dalam kajian historigrafi bahwa Cerita Panji senyatanya dari Indonesia.
Lebih dari itu, menariknya UNESCO bahkan mengambil konsepsi Andrian Vickers sebagai dasar sejarah proses penyebaran sastra Jawa ini ke kawasan Asia Tenggara. Menempatkan perspektif historiografi Vickers, bagaimanapun membawa konsekuensi tersendiri terhadap kajian historiografi Asia Tenggara.
Pembacaan Baru Sejarah Asia Tenggara
Seperti diketahui, selama ini ikatan sejarah regional Asia Tenggara sering disimplifikasi oleh adanya dominasi pengaruh kebudayaan India dan Cina di masa lalu atas kawasan ini. Selain itu, sering juga ditafsirkan bahwa berkembangnya ikatan di antara masyarakat penghuni pulau-pulau di kawasan Asia Tenggara terbangun sejalan dengan mekarnya perdagangan maritim.
https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1548119510_Lakon_Nai_Dance_Drama_(Thailand).JPG" />
E-Naung Dance Drama - E-Naung Zattaw (Myanmar) Drama.
Artinya, sejalan diterimanya hipotesa Andrian Vickers tentang sejarah penyebaran Cerita Panji dari Jawa ke Asia Tenggara, ini berarti satu model pembacaan historiografis atas kawasan Asia Tenggara telah ditambahkan dan sekaligus diakui oleh masyarakat dunia melalui UNESCO.
Andrian Vickers melalui karya ‘Peradaban Pesisir: Menuju Sejarah Budaya Asia Tenggara’ menambahkan atau memberikan perspektif lain. Dia mengajukan dua entitas sebagai simpul identitas budaya pengikat di kawasan Asia Tenggara, yakni Cerita Panji dan Peradaban Pesisir.
Menurut Vickers, Cerita Panji dan Peradaban Pesisir bukan saja mewakili sisi lokalitas kawasan Asia Tenggara, melainkan sekaligus menjadi ciri utama kawasan ini. Menurut Vickers, pada masa prakolonial di Asia Tenggara inilah, Cerita Panji, sekalipun berasal dari Tanah Jawa, telah berkembang menjadi model narasi yang tersebar luas, berkembang, dimodifikasi, dan direkontekstualisasikan dalam khasanah folklore dan seni tradisi di pelbagai kerajaan di Asia Tenggara.
Cerita Panji, dengan demikian memiliki keunikan karena pengarangnya banyak. Ketika menyebar dari Jawa ke kawasan Asia Tenggara, berkembanglah banyak versi dan kisah yang berbeda sehingga berkontribusi pada keragaman dan potensi budaya Panji saat ini. Malaysia, Thailand, Myanmar, Kamboja, Laos, dan lainnya, memiliki interpretasinya sendiri terhadap kisah-kisah itu. Bahkan keunikan dan kepopuleran Cerita Panji kemudian menjadi inspirasi munculnya bentuk seni tradisi lainnya seperti tari, wayang, topeng, ukir maupun seni rupa.
Sebutlah di Thailand, misalnya, kisah ini diakui berasal dari Indonesia. Disebut dengan ‘Inao’, yang jelas berasal dari kata Inu Kertapati, salah satu nama alias Raden Panji. Asal tahu saja, Cerita Panji di Thailand malah lebih memasyarakat ketimbang di Indonesia. Bukan saja kisah ini menjadi materi pelajaran sastra di bangku sekolah, lebih dari itu Cerita Panji itu sendiri bahkan dulunya ditulis oleh raja Thailand di masa Raja Rama I (1782-1809). Tak hanya itu, Cerita Panji pun menginspirasi munculnya sendratari yang berjudul ‘Lakorn Deuk Damban’ dan ‘Lakon Nai’.
https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1548119189_The_Journey_of_Kirana___Hijarah_Kirana_(Malaysia).JPG" />
The Journey of Kirana - Hijarah Kirana (Malaysia).
Contoh lainnya ialah di negera tetangga terdekat, Malaysia. Cerita Panji telah menginspirasi penulisan teks ‘Sejarah Melayu’ (1612) dan ‘Hikayat Hang Tuah’ (1641). Dalam teks Sejarah Melayu, dinarasikan tokoh putri Majapahit itu bernama Raden Galuh Candera Kirana. Keelokan wajah putri ini telah memikat hati Sultan Mansur Shah. Nama putri itu jelas sama dengan nama tokoh puteri Cerita Panji. Hikayat Hang Tuah pun menyebut Ratu Daha. Diceritakan memiliki dua putri, di mana anak sulungnya memiliki nama Tuan Puteri Galuh Candera Kirana, sebuah nama yang serupa dengan nama putri Cerita Panji.
Dari ranah sastra Melayu, tercatat banyak Cerita Panji telah diterjemahkan ke bahasa Melayu, antara lain: Hikayat Jinatur Jayeng Kusuma, Hikayat Misa Taman Jayeng Kusuma, Hikayat Cekel Wanengpati, Hikayat Jaran Kulina, Hikayat Misa Prabu Jaya, Hikayat Panji Kuda Semirang, dan lain sebagainya.
https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1548120687_E_Naung_Dance_Drama___E_Naung_Zattaw_(Myanmar)_Drama.JPG" />
E-Naung Dance Drama - E-Naung Zattaw (Myanmar) Drama.
Sayangnya, menurut Vickers, masyarakat kawasan Asia Tenggara seolah-olah mengalami amnesia sejarah setelah menjadi daerah kolonial. Alih-alih, menumbuhkan suatu perspektif khas dan lokal dari kawasan Asia Tenggara sendiri, yang umum menggejala ialah justru sebaliknya. Di era pascakolonial, narasi yang dikembangkan untuk membangun identitas negara-bangsa (nation-state) di negara-negara baru di kawasan Asia Tenggara malahan didasarkan pada perspektif sejarah budaya yang dibentuk oleh, dan sekaligus bersumber dari, gagasan utama produk kolonialisme.
Vickers, mengikuti dan sekaligus menguatkan argumentasi sejarah yang telah dirumuskan oleh Th Pegeaud dan Drewes, kemudian membangun hipotesanya secara adekuat. Menurutnya, kekerabatan Cerita Panji sebagai ‘sastra pesisiran’ tidak sekadar merefleksikan ‘budaya pesisir’, justru melalui budaya pesisirlah tradisi sastra pesisir itu menjadi mudah disebarluaskan hingga jauh ke Asia Tenggara.
https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1548120904_Khmer_Classical_Dance___Yarann_Chasing_a_peascock_(Cambodia).JPG" />
Khmer Classical Dance - Yarann Chasing a Peacock (Cambodia).
Menariknya, konsepsi Vickers ini dibangun dari sebuah telaah ulang atas definisi budaya atau peradaban pesisir. Menurutnya, budaya pesisir bukanlah didasarkan pada identitas tunggal berdasarkan suatu etnisitas atau agama tertentu sebagaimana diyakini selama ini, yaitu Islam dan Melayu. Budaya pesisir justru bersifat sangat terbuka (open minded) dan pluralistik, serta mampu mengembangkan kerangka kerja secara mutualisme simbiotik, sehingga saling memperkaya satu dengan lainnya.
Vickers berpendapat di dalam budaya pesisir, Hinduisme di Bali atau Jawa, misalnya, bukanlah dianggap sebagai entitas ‘luar’ yang dipertentangkan dengan tradisi Islam di Melayu. Atau sebaliknya juga Islamisme di Melayu pun bukanlah entitas ‘luar’ yang dipertentangkan dengan tradisi Hindu di Jawa atau Bali. Demikian juga dengan daerah-daerah lainnya.
Walhasil, sekalipun Cerita Panji bisa dikata struktur narasinya bertolak dari mitos atau legenda perkawinan purba nenek moyang masyarakat Jawa-Hindu, toh saat itu tidak serta-merta menghalang-halangi bangsa lain di Asia Tenggara yang notabene memiliki keragaman etnis maupun agama untuk mengadopsi naskah itu.
Ketersebaran Cerita Panji ke berbagai wilayah budaya di Asia Tenggara jelas menunjukkan di zaman itu telah terbangun proses komunikasi budaya yang baik, antara masyarakat Indonesia dan berbagai masyarakat di kawasan itu. Salah satu kata kunci kesuksesan dari proses komunikasi ini ialah karena adanya nilai-nilai universalisme yang terkandung di dalam Cerita Panji.
Artinya, bicara hikmah utama dari tersebarnya Cerita Panji ialah memotret keberhasilan masyarakat Indonesia di masa lalu ketika membangun komunikasi melalui diplomasi budaya dan menawarkan ide-ide universalisme kepada masyarakat kawasan Asia Tenggara saat itu.
Kini, dari sudut pandang politik internasional, rasa-rasanya tak berlebihan sekiranya dikatakan, bahwa ditetapkannya Cerita Panji sebagai Memory of the World ialah jadi langkah awal untuk menumbuhkembangkan identitas bersama di Asia Tenggara. Sebuah ide yang selama ini sebenarnya telah digagas dalam proyek ASEAN Socio-Cultural Community, di mana sejak 1967 Indonesia bersama Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand melalui ‘Deklarasi Bangkok’ kemudian mendirikan ASEAN.
Sudah tentu di sini dibutuhkan munculnya banyak kajian historiografi Asia Tenggara. Sejak dulu masing-masing etnis di regional Asia Tenggara tentu bukanlah entitas yang terpisah, berdiri sendiri, dan imun dari lingkungan sekitarnya. Ada saling pengaruh satu dengan lainnya secara mutualisme simbiotis untuk saling memperkaya warna bukanlah asing bagi masyarakat di kawasan ini. Cerita Panji setidaknya merupakan salah satu bukti faktualnya. (W-1)