Gotong royong zaman media sosial sudah bukan lagi bicara soal semangat kebersamaan atau kepentingan umum. Gotong royong media sosial terkait dengan konkretisasi demokrasi alias mampu berpartisipasinya seluruh anggota masyarakat yang mampu mengaksesnya.
Kacamata perubahan besar masyarakat, termasuk demokratisasi, entah memakai alat apa untuk mencapainya, melihat media sosial juga telah berkembang dalam sisi yang lebih merakyat. Media itu adalah Youtube. Youtube adalah model media sosial berbasis video yang diunggah oleh masyarakat penggunanya. Secara kebetulan di antara media-media ini Facebook sebagai yang tertua diluncurkan pada 2004, Youtube pada 2005, dan Twitter di 2006.
Awalnya Youtube juga mempunyai keterbatasan karena jalan tol jejaring internet belum selebar sekarang. Ditambah teknologi piranti genggam yang pintar mampu merekam video juga masih dini. Faktor kapasitas penyimpanan data video juga terbatas karena waktu itu kapasitas memori penyimpanan digital di komputer belum sebesar sekarang. Tetapi seiring dengan berkembangnya bandwith atau jalan tol data digital, ditambah kapasitas penyimpanan data yang semakin membesar, ditambah model penyimpanan data berjejaring, membuat Youtube benar-benar menancapkan kesaktiannya.
Kesaktian Youtube bukan melulu dari penyedianya. Kesaktian Youtube ada di para penggunanya yang secara sadar menggunakan Youtube untuk menggalang kerja bersama-sama, disadari atau tidak antarberbagai komunitas yang terpisah jarak dan sejarah. Gotong-royong antarpengguna media sosial lebih mempunyai daya tembus lintas lapisan kelas sosial dibandingkan dengan Facebook dan Twitter.
Gambar bisa bicara seribu makna, apalagi gambar bergerak atau animasi. Ambil contoh fenomena ‘Dangdut Koplo’ yang sangat populer di Youtube. Hingga saat ini, belum ada penelitian yang serius tentang industri hiburan Dangdut Koplo, tetapi boleh diperkirakan hiburan Dangdut Koplo yang media promosi dan pemasarannya mengandalkan Youtube sebagai etalase, mampu menghidupi jutaan mulut.
Saat industri musik nasional dekaden habis-habisan, industri gotong royong Dangdut Koplo tidak berniat menjadi adiluhung. Dangdut Koplo hanya berniat mengembalikan Dangdut Koplo alias musik kembali ke pentas rakyat. Model industri berhak cipta ala kapitalis maju tidak berlaku bagi industri Dangdut Koplo. Dangdut Koplo besar di lapak-lapak VCD dan CD bajakan. Dangdut Koplo tidak peduli apakan para pembajak itu memberi kontribusi buat keberlangsungan grup-grup pemusik, pekerja-pekerja yang mengerjakan industrinya.
Dangdut Koplo adalah ekspresi rakyat dengan segala keluh, desah, dan lenguh. Biasanya diiringi dengan rancak kendang gaya Jawa Timuran yang kedengaran seperti kata-kata “Bukak Tithik Joss!” Dangdut Koplo yang marketingnya jelas merupakan gotong royong masyarakat kelas bawah, entah di pasar-pasar kampung, bus antarkota, atau Youtube, mampu menyentuh langsung supir tembak, kuli pasar, kondektur, pelayan toko, calo, lapak tikaran, tukang becak, hingga biduan kampung bahkan lonte-lonta penjaga kafe Pantura.
Industri Dangdut Koplo mungkin lebih tua dari teknologi Youtube, tetapi sejarah industri ini diabadikan oleh media cyber ini. Sebagai sebuah fenomena budaya Dangdut Koplo mampu memunculkan biduan sendiri seperti Inul Daratista ‘Si Ratu Ngebor’ hingga belakangan biduan anak tukang es, Eny Sagita. Dangdut Koplo yang mengembalikan musik ke komunitas-komunitas penggembara tetap meletakkan biduan besar semacam Rhoma Irama ‘si raja dangdut’ sebagai tokoh besarnya. Industri Dangdut Koplo seperti mengekalkan karya-karya seniman besar sebelumnya, bahkan di luar genre dangdut.
Industri gotong royong Dangdut Koplo berbeda dengan para biduan yang meniti jalur industri di kota-kota besar pusat budaya Jakarta dan Bandung. Saat para biduan harus menghadapi mafia rekaman, perente pulsa dan ringtone, industri Dangdut Koplo bisa bermain-main di atas semua itu dan bisa berjaya di semua lapisan rakyat, salah satunya karena fungsi interkoneksi komunitas yang tergabung di dunia maya dengan mengandalkan Youtube.
Industri Dangdut Koplo tidak melulu menjadi plagiator karya orang lain, dengan kemampuan seadanya mereka mampu memunculkan lagu-lagu rakyat yang bisa diruntut dari judul-judul yang diberi nomor, dari Ngamen 1, Ngamen 2, dan seterusnya sampai yang terakhir Ngamen 12.
Industri Dangdut Koplo akan mudah dilihat dinamika dengan mengetikkan kata kunci ‘Sodiq Gelandangan’ salah seorang superstar yang terkenal. Fenomena budaya Dangdut Koplo di Youtube turut mengekalkan legenda-legenda seniman rakyat seperti Didi Kempot dan Alm Manthous. Yang spesial adalah dokumentasi budaya populer seperti yang disebut di atas akan sangat mudah dicari di Youtube.
Bukan tidak mungkin bahwa gotong royong berbagai komunitas yang ingin mendokumentasikan kerja budayanya di Youtube justru akan berujung pada kebangkitan peradaban bangsa ini. Renaissance budaya rakyat Indonesia bukan sekadar mimpi. Di balik VCD dan CD yang mengumbar kesenangan jalanan, beredar pula VCD kesenian-kesenian rakyat dari Wayang, Karawitan, Tari Beksan, Jaranan, Topeng, hingga forum-forum festival antarmereka yang terdokumentasikan.
Inilah gotong royong yang hidup, yang tidak formal tapi terasa. Gotong royong para pengguna Youtube dalam membangkitkan kembali kebudayaan bangsa tidak perlu mengaku sebagai penerjemahan dari Pancasila. Gotong royong Dangdut Koplo meletakkan pentas-pentas goyang yang mengumbar birahi rendahan hanya sebatas canda ria. Dangdut Koplo memperlihatkan sejatinya kesenian rakyat yang hidup dan menghidupi dari panggung ke panggung. Industri Dangdut Koplo membuka mata kelas menengah penonton Youtube, bahwa rakyat mampu menempatkan kembali jati diri seninya.
Inspirasi dari industri gotong royong Dangdut Koplo memunculkan kembali warisan-warisan kesenian rakyat yang langka bahkan bernilai peradaban tinggi, seperti topeng dan wayang. Gotong royong dalam industri musik ala Dangdut Koplo menjadi sejajar dengan ikon-ikun industri musik barat seperti supergrup Guns n Roses yang pada saat ini posisinya sama-sama memperebutkan panggung dari komunitas-komunitas penggemarnya.
Youtube menempatkan Dangdut Koplo sejajar dengan American Hair Band. Bedanya Dangdut Koplo berjaya di sekitar Pulau Jawa, sedangkan American Hair Band harus mau berkeliling dunia dengan bayaran tidak besar. Lewat Youtube bisa diketahui bahwa agar dapat tetap bertahan di tengah industri musik liberal pemasok kreativitas di Amerika, grup-grup besar dari yang berbasis pop sampai yang jazz harus mampu berkeliling komunitas penggemarnya yang menyebar dari Brazil, Kanada, Jepang, Belanda, Jerman, Skandinavia, Spanyol, hingga Afrika Selatan. Pernahkah terpikir bahwa supergrup semacam Bon Jovi harus mau menjadi band pesta perkawinan orang biasa di Jerman?
Secara tidak langsung industri Dangdut Koplo yang sangat populer di Youtube memancing penonton dan penggunanya untuk membaca pentas-pentas budaya lain yang dekat dengan komunitas tradisi penggunanya. Youtube bahkan mampu memunculkan kesenian tradisi yang lama dilupakan dan biasanya hanya menjadi catatan kaki arsip-arsip kesenian di sekolah-sekolah tinggi.
Gotong royong di Youtube yang diinspirasi oleh industri Dangdut Koplo terbukti mampu memunculkan kembali kekayaan budaya Nusantara dari pelosok-pelosok yang tidak terbayangkan. Tontonan di Youtube menjadi alternatif pintar di atas industri TV yang jahiliyah. Youtube telah memungkinkan atas inspirasi gotong royong model Dangdut Koplo bahwa seni panggung masih hidup dan punya masa depan di negeri ini.
Lewat Youtube gotong royong di antara penggiat budaya mampu mempertemukan para artis yang sudah jenuh dengan kuasa uang atas seni budaya. Adanya pembuatan video independen seorang seniman dengan kolaborasi secara gotong royong baru mungkin saat Youtube dan Twitter berjaya. Seorang dalang modern Sujiwo Tejo membuktikan dalam pembuatan video musik terakhirnya.
Dari Youtube kebangkitan budaya Nusantara itu terasa. Dengan sedikit menyisihkan waktu menonton gotong royong para seniman yang pentas di Youtube, orang seperti mendapatkan pelayanan travel keliling budaya nusantara secara gratis. Siapa sangka ada anak umuran SMP-SMA membuat dokumenter sendiri tentang warisan seni topeng lakon di pelosok Sumenep. Siapa sangka masih ada komunitas di universitas terkemuka yang bertahun-tahun belajar macapat Jawa, dulunya sepi, sekarang peminatnya membludak.
Banyak kejadian seniman-seniman panggung, dalang-dalang tradisi, yang vakum puluhan tahun ketika masuk umurnya di atas 70 justru semangat kembali setelah masyarakat kembali mengundangnya karena pernah melihat video yang serupa model berkeseniannya. Inspirasi gotong royong budaya yang terlihat di Youtube tidak perlu dikurikulumkan seperti di era Orde Baru-nya Suharto.
Gotong royong juga bisa terlihat dalam cuplikan salah satu acara TV yang diabadikan di Youtube. Terlihat para dalang kondang pada suatu waktu mau berkumpul bersama mengesampingkan egonya untuk mengusung solidaritas antarpekerja budaya. Gotong royong budaya yang menular secara ketok tular dan selular bisa membuat para maestro budaya tua dan langka turun gunung dan dalam waktu singkat menularkan warisan ilmu pentasnya pada para cucunya. Gotong royong budaya yang tampak di Youtube menularkan kebahagiaan saat orang biasa merasa bisa memberikan sesuatu bagi masa depan bangsa. Gotong royong yang berjalan begitu saja, hidup dan menghidupi dalam dokumentasi Youtube menempatkan para pemillik modal dan otoritas kekuasaan negeri ini hanya berada di pinggiran jalannya perubahan. (Y-1)