Indonesia.go.id - Pendidikan untuk Semua Cara Disrupsi

Pendidikan untuk Semua Cara Disrupsi

  • Administrator
  • Senin, 26 Agustus 2019 | 00:21 WIB
INOVASI
  Ilustrasi. Foto: Istimewa

Tips bagi institusi-institusi pendidikan lama seperti akademi dan universitas ditekankan pada kemampuan adaptasi terhadap tiga hal penting.

Di zaman kemajuan teknologi komunikasi dan informasi seperti saat ini, cara orang mempelajari suatu keahlian atau ilmu sudah jauh berbeda. Sebagai akibatnya, institusi yang selama ini memegang peran sebagai tempat menuntut ilmu juga harus berubah.

Terbukanya akses dari segala penjuru terhadap hal-hal yang selama ini hanya ada di ruang-ruang kuliah telah membuat institusi-institusi lama menjadi kadaluwarsa. Tiba-tiba saja model pendidikan yang memerlukan waktu tempuh dan keterikatan terhadap ruang menjadi terlihat pasif.

John Fischetti, pengajar di fakultas seni dan pendidikan University of Newcastle, menulis berbagai perubahan itu di dalam satu artikel yang dimuat di situs TheConversation. Saat orang menggunakan perangkat pintar untuk melakukan berbagai kegiatan sehari-hari, mulai dari menulis catatan harian, belanja, riset, terjemahan, kencan, dan hingga perjanjian bisnis, maka kondisi daring (online) menjadi standar normal yang baru.

"Universitas Terbuka"

Belakangan ini satu model pembelajaran terbuka yang bernama MOOCs, singkatan dari massive open online courses, telah membuka kesempatan bagi siapa saja untuk bisa mendapatkan kuliah langsung dengan pengajar, peneliti, profesional, praktisi, dan ahli terbaik. Materi-materi yang tersedia di MOOCs bukan materi sembarangan. Ada puluhan mata kuliah, yang saat ini sedang menjadi tren di seluruh dunia, tersedia di sana. Lihat saja di situs http:edx.org. Materi-materi dari  Professional Data Scientist, Food, Nutrition, and Health hingga Stock Market Analysist bisa dipilih oleh siapa saja yang mau dan mampu.

Terobosan MOOCs adalah contoh mutakhir dari dunia yang sudah saling terhubung. Dengan biaya per musim pembelajaran berkisar antara ratusan hingga seribu dolar maka "universitas terbuka" ini tidak saja mudah dijangkau, biaya yang dikeluarkan dengan materi mentereng seperti itu malah terhitung murah. Pada prinsipnya, platform seperti MOOCs telah memungkinkan berbagai bidang keahlian menjadi sumber universal dan mudah diakses. Siapapun bisa belajar apa yang mereka mau, kapan saja, di mana saja, dan dengan berbagai cara apa saja.

Jika seseorang ingin belajar Psikologi, mata kuliah yang saat ini termasuk salah satu yang diidam-idamkan orang, menurut John Fischetti, sudah tidak perlu lagi membayar biaya yang mahal kepada sebuah universitas besar dan kondang. Daripada membayar biaya gedung dan mengikuti kuliah gedung, lebih baik mengikuti mata kuliah dari ahli terbaik di kamar apartemen atau di sebuah kafe santai dengan modal sebuah gawai.

Menyikapi perkembangan ini, universitas-universitas yang selama ini mapan dengan rutinitasnya tentu saja harus segera berbenah. Universitas-universitas bergengsi di negeri-negeri maju pun harus mengubah organisasi dirinya mengikuti perubahan yang terjadi dengan cepat sekali. Dari satu organ yang terpusat pada satu rezim kredensial harus mampu memecah berbagai bidang keilmuan yang dia punya ke dalam entitas-entitas yang fleksibel, terbuka terhadap inovasi, dan harus terhubung ke jejaring besar akses universal.

Bangku Sekolah yang Kadaluwarsa

Model sekolah yang memerlukan waktu sekian lama dengan prosesi duduk berjajar di ruang-ruang yang tertutup, tak lama lagi akan segera kadaluwarsa. Saat ini keahlian-keahlian yang dibutuhkan dalam dunia yang sangat dinamis harus mampu ditempuh dalam rentang waktu yang lebih cepat. Kursus singkat atas satu bagian dari bangunan keahlian tertentu sudah menjadi permintaan pasar. Kebutuhan atas pengakuan keahlian dari satu komunitas professional atau bidang tertentu alias sertifikasi sudah menjadi bagian dari dinamika pasar kerja. Model-model "micro-credential" dari satu keilmuan tertentu sudah menjadi hal yang biasa bagi kebutuhan industri dan pencari keahlian zaman sekarang ini.

Universitas-universitas di Australia, misalnya, dalam penelusuran Fischetti bahkan sudah merintis ke arah perubahan itu. Kini mereka menyediakan unit "innovation hubs", mungkin semacam terminal ide-ide baru. Mereka juga sudah mulai membuat produk-produk akademik yang di dalamnya menyediakan model "micro-credential".

Berbagai terobosan juga dilakukan dengan membuat berbagai aplikasi untuk memudahkan akses pembelajaran daring yang terpadu.

Kiat Berbenah

John Fischetti pun membagikan beberapa tips bagi institusi-institusi pendidikan lama seperti akademi dan universitas. Menurutnya, ada tiga hal penting yang harus diadaptasikan.

Pertama, model pembelajaran yang mementingkan keterlibatan (engagement) dalam bidang yang ditekuni dan memunculkan dampak langsung (impact). Program-program akademik harus bisa mengembangkan model-model pembelajaran baru. Kursus singkat, modul praktis, sertifikasi keahlian khusus atau diploma tertentu harus berkait langsung dengan kebutuhan dunia kerja yang serba dinamis dan terkoneksi. Orang yang belajar harus bisa belajar sambil bekerja, langsung bisa menyatukan teori dengan praktik.

Kedua, dunia terkoneksi yang semakin kompleks harus mampu dihadapi dengan pengembangan keilmuan yang mementingkan nilai lebih manusia. Kemampuan khas manusia yang penting dalam pengambilan keputusan (moral) harus mampu mengatasi perangkat pintar. Pendidikan yang dikembangkan harus juga mampu mengembangkan studi lebih jauh tentang etika, sejarah, seni, filsafat, dan moralitas.

Ketiga, akses belajar yang lebih panjang. Memberikan kesempatan belajar dalam waktu yang lama akan memudahkan orang untuk berlaku luwes terhadap berbagai perubahan. Kesempatan yang lebih panjang itu juga akan memudahkan pengembangan terhadap berbagai peluang yang muncul sewaktu-waktu. (Y-1)