Indonesia.go.id - Buah “Emas” yang Diperebutkan Dunia

Buah “Emas” yang Diperebutkan Dunia

  • Administrator
  • Kamis, 26 September 2019 | 04:45 WIB
KULINER
  Buah Pala. Foto: Good Indonesia

Pada awalnya ada satu benda kecil yang diburu oleh seluruh dunia, bukan berlian maupun permata. Tetapi bangsa Eropa rela menyebrangi samudra untuk mendapatkan nya, lalu menjualnya setara emas. Benda itu bernama pala.

Buah berwarna kekuningan dengan biji hitam yang dilapisi selaput merah itu menjadi tujuan pendatang dari berbagai bangsa menjejakkan kaki mereka di Kepulauan Banda, Maluku, ratusan tahun lalu.

Bagaimana sejarah pala dan Kepulauan Banda, beginilah kisahnya?

Selamat datang dikepulauan Banda. Mungkin jika bukan karna buah yang satu ini, bisa jadi pulau ini takkan pernah terdengar namanya. Pala adalah jiwa, sejarah, dan ekonomi kepulauan Banda. Selama berabad lamanya, inilah satu-satunya tempat di dunia yang menghasilkan buah Pala, dan dikirim jauh sekali ke berbagai belahan dunia.

Namun siapa sangka harumnya buah pala tercium mencapai negeri sebrang.  Dimulai dari menjelang abad ke-6, rempah-rempah ini harumnya sudah mencapai Byzantium, 12 ribu kilometer jauhnya dari Banda. Pada tahun 1000 M, seorang dokter dari Persia, Ibnu Sina menulis tentang "jansi ban", atau "Kacang dari Banda".

 Para pedagang Arab sudah begitu lama memperdagangkannya dan mengirimnya ke Venesia untuk kemudian dikirim dan dihidangkan di meja-meja para bangsawan Eropa. Harganya fantastis. Pada abad ke-14, di Jerman disebutkan bahwa 1 pon pala, dihargai setinggi "Seven Fat Oxen", atau "Tujuh Sapi Jantan Dewasa yang Gemuk".

“Kesaktian” pala pun berlanjut, sampai perburuan akan asal-usul pala ikut mendorong terbentuknya dunia perdagangan modern. Pada 1453, Kekaisaran Turki Usmani menyerang dan mengalahkan Konstantinopel (kini Istanbul), dan mengembargo perdagangan yang melewati daerah baru kekuasaannya dimana selama ratusan tahun sebelumya, para pedagang Arab melewatinya untuk mengirim Pala ke Venesia. Embargo ini kemudian menghentikan suplai Pala ke Eropa.

Inilah yang membuat para pedagang dan pengembara lautan Eropa mencari sendiri asal-usul buah Pala yang selama ini sering disebut sebagai Fabled Land, atau negeri dongeng, melalui rute ke timur.

Akhirnya Christoper Columbus berlayar menyeberangi Atlantic untuk mencari jalan ke India, lalu Vasco de Gama mengitari Cape of Good Hope pada 1497, dan kru kapalnya turun dari kapal sambil menangis berteriak "For Christ and spices!" (Untuk Tuhan dan Rempah-rempah).

Namun Alfonso de Albuquerque menyerang pulau-pulau di kepulauan Maluku, termasuk di dalamnya Banda, pada 1511. Dia membangun benteng-benteng untuk mengkonsolidasikan monopoli atas perdagangan Pala hingga seabad kemudian.

Sampai pada tahun ahun 1605, Belanda datang untuk menyingkirkan Portugis setelah menaklukkan Ambon. Untuk memonopoli perdagangan pala dan bunga pala, Perusahaan Dagang Hindia Belanda atau yang dikenal dengan nama Verenigde Oost - Indische Compagnie (VOC) membangun pos perdagangan di Banda.

VOC juga membuat perjanjian dengan warga Banda yang mengharuskan warga untuk menjual pala dan bunga pala hanya kepada VOC secara eksklusif. Tetapi warga Banda masih tetap menjual hasil buminya kepada pedagang dari Jawa, Makassar, dan Inggris.

Tahun 1609, ketegangan semakin memuncak. Admiral Verhoeff dari Belanda harus meregang nyawa saat negosiasi dengan warga Banda. VOC pun tetap berusaha menggunakan kekuatan dan diplomasi di tahun-tahun berikutnya guna memperoleh kekuasaan atas Banda sepenuhnya.

Bersamaan dengan itu, Inggris datang untuk mendirikan koloni di pulau-pulau terpencil yaitu Pulau Run dan Ay pada tahun 1616. Mengetahui hal tersebut, VOC merasa terancam dan menganggap bahwa Inggris berupaya untuk memonopoli perdagangan pala dan bunga pala serta mengusir VOC.

Berselang 5 tahun kemudian, VOC berhasil menguasai Banda dengan cara mengirim pasukan beranggotakan lebih dari 2.000 tentara yang berasal dari Batavia (kini Jakarta). Mereka dipimpin oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen untuk membunuh ribuan warga Banda. Kekejaman dan perbudakan pertama di Nusantara pun terjadi disana. Konon belasan ribu orang meregang nyawa akibat ulang belanda yang datangdan ingin berkuasa.

Disatu sisi Belanda dan Inggris terus terlibat dalam pertempuran hingga 50 tahun ke depan, karena Belanda ingin sepenuhnya menguasai kepulauan Banda, namun masih ada Inggris di pulau Run dan Ay. Hingga akhirnya, keduanya sepakat untuk berkompromi dan tukar guling dalam Perjanjian Breda pada 1667.

Inggris bersedia memberikan pulau Run ke Belanda, sebagai gantinya, Belanda menyerahkan pulau Manhattan di New York. Perjanjian ini memuluskan monopoli VOC (Belanda) atas perdagangan pala global.

Setelah berhasil menjalankan seluruh rencananya, VOC kemudian menjelma menjadi perusahaan terbesar di dunia. Pada tahun 1669, VOC membayar dividen tahunan 40%, dengan 50.000 karyawan, 10.000 tentara, dan 200 kapal besar, yang kebanyakan kapal perang. Belanda mengamankan monopoli atas perdagangan pala dengan merahasiakan lokasi pulau Banda, bahkan juga dengan cara memandulkan biji-biji pala yang dijual.

Petaka datang untuk VOC, pada 1769, seorang ahli holtikultura berkebangsaan Prancis, Pierre Poivre, berhasil mencapai pulau Banda dan menyelundupkan buah pala dan bibit-bibit pohon Pala. Prancis kemudian menanam biji dan bibit pohon pala di koloni mereka di Mauritius, dan itulah awal kehancuran monopoli Pala oleh Belanda.

Setelah itu, Inggris juga berhasil menguasai Banda pada 1796 hingga 1802, dan berhasil mengembangkan perkebunan Pala di Penang dan Singapura, juga di daerah-daerah jajahan lain. Pulau Grenada di Karibia, salah satu jajahan Inggris terlama, pada akhirnya menjadi daerah pengekspor Pala terbesar di dunia.

Terlepas dari kelamnya sejarah buah bernama latin Myristica fragans ini, tanaman pala merupakan pohon hutan yang kecil, tinggi sekitar 18 m dan termasuk dalam family Myristicaceae yang mempunyai sekitar 200 spesies. Tanaman ini tumbuh baik di bawah keteduhan pohon tinggi lainnya dan menjadi rempah-rempah paling langka dizamannya. (K-YN)

Berita Populer