\r\n">

\r\n"> Indonesia.go.id - Kuau Raja, Pemilik Seratus Mata

Kuau Raja, Pemilik Seratus Mata

  • Administrator
  • Sabtu, 10 Oktober 2020 | 05:49 WIB
PERLINDUNGAN SATWA
  Burung Kuau Raja. Foto: Wikipedia

Kuau raja jantan sempat diabadikan dalam perangko seri "Burung Indonesia: Pusaka Hutan Sumatra" pada 2009 dan menjadi maskot Hari Pers Nasional 2018.

Pulau Sumatra memiliki habitat burung besar bernama Kuau Raja. Burung ini dikenal karena bulunya yang bercorak seperti bulatan-bulatan. Warna bulunya cokelat cerah dengan bintik keabu-abuan.

Selain itu ukuran tubuhnya terbilang besar. Kuau raja jantan mencapai panjang 200 sentimeter (cm) mulai ujung kepala hingga ujung ekor dan berat badan mencapai 3-5 kilogram (kg). Si betina berukuran lebih kecil, tak lebih dari 80 cm.

Kulit di sekitar kepala dan leher pada burung jantan biasanya tidak ditumbuhi bulu dan berwarna kebiruan. Pada bagian belakang kepala burung betina terdapat bulu jambul yang lembut. Paruh berwarna kuning pucat dan sekitar lubang hidung berwarna kehitaman. Iris mata berwarna merah. Warna kaki kemerahan dan tidak bertaji.

Kuau raja adalah burung istimewa terutama si jantan karena memiliki dua bulu utama di ekor sepanjang 1 meter. Bulu panjang ini akan tampak paling menonjol ketika ia sedang memamerkan keindahan bulu-bulu belakangnya, seperti membentuk kipas raksasa setinggi 140 cm.

Di sinilah kita bisa melihat ratusan bulatan tadi seperti ratusan mata kecil. Aksi ini dipertontonkan si jantan saat musim kawin tiba untuk memikat pasangannya. Sepintas aksi pamer kipas raksasa dan perawakannya, mirip burung merak. Bedanya, kipas kuau raja berada di bagian tengah tubuh dan jika dipertontonkan, maka akan nyaris menutupi bagian kepala si jantan.

Ratusan mata kecil tadi menarik perhatian biolog terkemuka Swedia peletak dasar tatanama biologi, Carolus Linnaeus (1707-1778). Ia pun memberi nama ilmiah Argusianus argus kepada burung kuau raja. Argus adalah sosok raksasa bermata seratus dalam mitologi Yunani. Dalam bahasa Inggris satwa ini juga dikenal sebagai Great Argus.

Burung kuau raja memang unik. Ia tidak bisa terbang jauh namun ia adalah pelari yang cepat. Burung ini juga dapat berpindah tempat dengan melompat ke dahan-dahan pohon.

Jangan coba-coba menangkap si seratus mata ini selain karena dilindungi, ia akan cepat menghindar karena punya penciuman dan pendengaran yang sangat tajam. Ia punya kebiasaan membuat sarang di permukaan tanah. Kuau raja suka sekali buah-buahan yang jatuh dari pohon, biji-bijian, semut, dan berbagai serangga.

 

Maskot Sumbar

Si jantan biasanya sangat soliter dan penganut poligini atau satu jantan dengan banyak betina. Ia akan menunjukkan wilayah kekuasaan dengan membersihkan daerahnya dari daun, ranting, semak, atau batu, dan bersuara di areanya pada pagi hari.

Kuau raja jantan mengeluarkan suara khas "ku-wau" berulang-ulang setiap 15-30 detik. Mungkin, itu sebabnya spesies ini diberi nama kuau raja. Suaranya sangat keras dan bisa terdengar sampai jarak ratusan meter.

Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 48 tahun 1989 tentang Pedoman Penetapan Identitas Flora dan Fauna Daerah, disebutkan bahwa kuau raja dan pohon andalas (Morus macroura) ditetapkan masing-masing sebagai maskot fauna dan flora identitas Provinsi Sumatra Barat (Sumbar).

Kuau raja jantan pun sempat diabadikan dalam perangko seri "Burung Indonesia: Pusaka Hutan Sumatra" pada 15 Juli 2009 dan dijadikan maskot Hari Pers Nasional 2018 yang dipusatkan di Padang, Sumbar, 8 Februari 2018.

Burung ini sudah lebih dulu dikenal di dunia, termasuk ketika menjadi bagian dari ilustrasi gambar buku karya Charles Darwin, The Descent of Man yang terbit pada 1874. TW Wood sebagai ilustrator menggambarkan kuau raja sedang mengembangkan kipas raksasanya.

Contoh bulu kuau raja jantan asal Sumatra juga tersimpan di Natural History Museum London. Bulu ini ditemukan pada 1871 ketika disematkan sebagai hiasan pada topi dari Hindia Belanda yang dibawa ke London. Hal itu diketahui dari hasil riset profesor konservasi Asia asal Newcastle University, Phillip McGowan pada 2009.

 

Terancam Punah

Kuau raja adalah burung endemik kawasan hutan tropis Asia Tenggara. Selain di Sumatra, burung besar ini juga ditemukan di Semenanjung Malaysia. Habitat yang disukainya adalah hutan primer di dataran rendah hingga ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut. Burung betinanya hanya bertelur sebanyak dua butir tiap kali bereproduksi.

Menurut Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar Eka Damayanti, burung ini nyaris tidak memiliki musuh. Ancaman terbesar terhadap kelestarian di habitatnya adalah kerusakan hutan akibat pembalakan liar, kebakaran hutan, dan alih fungsi hutan.

Perburuan liar untuk diambil daging dan bulunya yang indah juga salah satu ancaman bagi si raja seratus mata ini. Populasi kuau raja di alam liar terutama kawasan Bukit Barisan belum diketahui jumlah pastinya. Pihak BKSDA Sumbar sejak pertengahan 2018 melakukan pendataan jumlah si kipas raksasa ini.

Untuk melindungi kuau raja, payung hukum pun diterbitkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Kuau raja menjadi salah satu dari daftar 294 fauna dan flora Indonesia yang dilindungi. Dalam daftar tersebut terdapat nama burung merak (Pavo muticus) dan burung maleo (Macrocephalon maleo).

Pada 2011, International Ornithologists Union, sebuah organisasi para zoolog yang mendalami ilmu burung (ornithologist) intenasional telah memasukkan kuau raja dalam daftar burung harus dilindungi. Dua tahun kemudian atau tepatnya pada 26 November 2013, lembaga konservasi dunia International Union for Conservation of Nature (IUCN) mengeluarkan red list yang memasukkan kuau raja dalam Appendix II CITES dengan status Near Threatened atau mendekati nyaris punah.

 

 

Penulis: Anton Setiawan
Editor: Firman Hidranto/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini