Indonesia.go.id - Industri Indonesia di Tengah Resesi Global

Industri Indonesia di Tengah Resesi Global

  • Administrator
  • Jumat, 15 Maret 2024 | 09:15 WIB
INDUSTRI
  Pemberlakuan harga gas bumi tertentu (HGBT) saat ini hanya menyasar di tujuh sektor industri. Tujuh sektor tersebut adalah industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. ANTARA FOTO/ Asep Fathurahman
Deindustrialisasi? Kondisi tidak menyenangkan itu jauh dari kamus dunia manufaktur di tanah air saat ini. Yang terjadi, produktivitas industri manufaktur justru menunjukkan geliat yang positif.

Deindustrialisasi dapat digambarkan sebagai suatu kondisi di mana industri tidak dapat lagi berperan sebagai basis pendorong utama perekonomian suatu negara atau dengan kata lain kontribusi sektor ini terhadap PDB nasional terus mengalami penurunan.

Sejumlah produsen, sebagaimana dilaporkan situs www.kemenperin.go.id, mengalami kenaikan produksi karena didorong oleh permintaan baru khususnya di pasar domestik. Hal ini seusai data yang dirilis oleh S&P Global, menunjukkan bahwa capaian Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia tetap berada dalam fase ekspansi pada Februari 2024 sebesar 52,7.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Jumat (1/3/2023), menyambut baik laporan S&P tersebut. Menurutnya, kinerja apik sektor manufaktur merupakan hasil kerja keras pelaku industri manufaktur di Indonesia. Mereka dinilai memiliki kepercayaan tinggi dalam menjalankan usahanya secara impresif di tengah situasi ekonomi dan politik global yang belum stabil.

Menperin optimistis, ekonomi nasional saat ini masih cukup tangguh, meskipun negara-negara maju sedang mengalami resesi, seperti Jepang dan Inggris. Penguatan ekonomi sejalan dengan kinerja positif dari industri manufaktur yang menjadi kontributor paling besar terhadap PDB nasional. “Oleh karena itu, perlu perhatian lebih untuk meningkatkan performa sektor industri manufaktur melalui kebijakan-kebijakan yang strategis,” tutur Menperin Agus.

 

Target Kebijakan Gas

Salah satu inisiatif kebijakan krusial yang telah diusulkan oleh Menperin Agus adalah pemberlakuan harga gas bumi tertentu (HGBT) dapat dimanfaatkan sektor industri secara lebih luas. Menurutnya, HGBT USD6 per million british thermal unit (MMBtu) saat ini hanya menyasar di tujuh sektor industri.

“Kalau di kantor kami sih, no one left behind, semua kita usulkan. Karena pada dasarnya kan kenapa tujuh? Itu strategi di awalnya. Namun, pada dasarnya Kementerian Perindustrian membina semua industri, bukan cuma tujuh sektor saja," ujarnya.

Adapun, tujuh sektor tersebut adalah industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Oleh sebab itu, Agus mendorong agar semua sektor industri bisa mendapatkan harga gas yang kompetitif.

Sebab, terdapat 24 subsektor industri yang membutuhkan gas sebagai bahan baku dan pendukung dalam proses produksinya. “Saya minta perluasan karena itu yang kita inginkan, dan harga gas menjadi kunci bagi daya saing produk industri kita sehingga bisa bernilai tambah tinggi,” tegasnya.

Di samping itu, kebijakan harga gas murah menjadi instrumen daya tarik investasi asing dan domestik di tanah air khususnya bagi sektor industri. “Jadi, kami memandang bahwa penting untuk keberlanjutan kebijakan HGBT ini karena memberikan multiplier effect yang besar terhadap perekonomian nasional,” imbuhnya.

Apabila penerapan kebijakan strategis tersebut berjalan baik dan tepat sasaran, Menperin meyakini, kinerja industri manufaktur nasional akan semakin gemilang. Hal ini juga tercermin dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Februari 2024 mencapai 52,56 atau meningkat 0,21 poin dibandingkan Januari 2024.

 

PDB Industri Manufaktur

Pada periode 2014 hingga 2022, rata-rata pertumbuhan PDB industri manufaktur Indonesia mencapai 3,44 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan dunia maupun OECD (data World Bank), dengan kontribusi mencapai 19,9 persen. Selanjutnya, nilai Manufacturing Value Added (MVA) Indonesia tahun 2021 yang mencapai USD288 miliar (data UNStats), menunjukkan Indonesia merupakan salah satu power house manufaktur dunia.

Pada 2023, ekspor produk industri nonmigas menyumbang 72,24 persen terhadap nilai ekspor Indonesia. Bahkan, realisasi investasi sektor industri mampu menembus Rp3.031,85 triliun selama satu dekade, yang juga menunjukkan bahwa industri manufaktur tetap kuat dalam menghadapi resesi global saat ini. Sejalan adanya peningkatan investasi, penyerapan tenaga kerja terus bertambah, dan hingga saat ini tenaga kerja di industri sebanyak 19,29 juta orang atau naik 23,5 persen dibandingkan 2014.

“Indikator-indikator di atas sejalan dengan PMI manufaktur yang terus ekspansi selama 30 bulan berturut-turut, sekaligus menunjukkan bahwa sektor manufaktur terus tumbuh dan dan tidak sedang mengalami deindustrialisasi,” tegas Menperin.

Menanggapi hasil PMI Manufaktur Indonesia pada Februari 2024, Jingyi Pan selaku Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence mengatakan, kondisi pengoperasian sektor manufaktur Indonesia terus meningkat sejak awal tahun. Permintaan domestik yang solid mendukung pertumbuhan pesanan baru dan output.

“Secara umum, sentimen di antara perusahaan manufaktur Indonesia pada bulan Februari membaik, sejalan dengan indikator-indikator yang mengarah ke masa depan seperti pesanan baru, menunjukkan bahwa output akan terus berkembang dalam jangka pendek,” ungkap Jingyi.

PMI Manufaktur Indonesia di bulan kedua 2024 ini mampu melampaui PMI Manufaktur Tiongkok (50,9), Jerman (42,3), Jepang (47,2), Inggris (47,1), Amerika Serikat (51,5), Malaysia (49,5), Myanmar (46,7), Filipina (51,0), Taiwan (48,6), Thailand (45,3), dan Vietnam (50,4).

 

Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari