Kontribusi Jakarta terhadap PDB Indonesia jauh melampaui daerah lain. UU DKJ mengamanatkan masa depan Jakarta sebagai pusat perdagangan global.
Status yang telanjur melekat itu sulit gugur begitu saja. Keistimewaan dan kekhususan kota yang sudah disandang puluhan tahun itu, akan tetap disandang Jakarta. Sekalipun tidak menyandang sebutan ibu kota negara, merujuk undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ), Jakarta bakal diarahkan menjadi pusat perdagangan global.
UU DKJ menandakan babak baru bagi Jakarta. UU tersebut bukan sekadar perubahan nama, kata Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro, melainkan juga tonggak penting dalam evolusi fungsi dan peran sekaligus misi Jakarta sebagai kota global dan pusat perdagangan dunia.
"UU DKJ ini memberikan kewenangan khusus kepada Jakarta untuk fokus mengembangkan visinya sebagai pusat perdagangan dan kota global," jelas Suhajar, saat hadir dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema “UU DKJ: Masa Depan Jakarta Pascaibukota”, Senin (22/4/2024).
Peran Jakarta sebagai pusat ekonomi nasional tak perlu diragukan lagi. Kontribusi Jakarta terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia, misalnya, mencapai 17 persen. Itu berarti, jauh melampaui daerah lain.
Sekalipun bicara tentang perdagangan, UU DKJ sejatinya juga membuka peluang bagi Jakarta untuk berkembang menjadi kota global yang modern, nyaman, dan berkelanjutan. "Jakarta memiliki potensi yang luar biasa untuk menjadi kota global. Letaknya yang strategis, sumber daya manusianya yang berkualitas dan infrastrukturnya yang terus berkembang menjadikannya tempat yang ideal untuk investasi dan bisnis," kata Suhajar.
Peran penting Jakarta diperkuat dengan kewenangan khusus di berbagai bidang, termasuk perizinan dan pendaftaran perusahaan, stabilitas harga, pengembangan ekspor, standarisasi perlindungan konsumen, dan pengaturan jumlah kendaraan.
Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Nusantara menjadi momentum bagi Jakarta untuk semakin fokus pada pengembangan visi utamanya menjadi kota perdagangan global. Penataan yang diberikan oleh UU DKJ memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi Jakarta untuk berkembang.
Salah satu inisiatifnya adalah pengaturan kawasan aglomerasi, yang memungkinkan Jakarta untuk membangun sinergi dengan wilayah sekitarnya, termasuk Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, hingga Cianjur. Sehingga kawasan Jabodetabekjur (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Cianjur) nantinya akan menjadi kunci dalam membangun badan layanan bersama yang akan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Kawasan Aglomerasi
Di bawah payung UU DKJ, dibentuklah badan layanan bersama dan kawasan aglomerasi untuk menyelaraskan pembangunan dan infrastruktur di seluruh wilayah. Dewan Aglomerasi yang dibentuk untuk mengkoordinasi tata ruang Jakarta dan sekitarnya, serta mensinkronkan perencanaan pembangunan, akan dipimpin oleh ketua yang ditunjuk oleh presiden.
Kerja sama antarwilayah itu sangat penting dalam upaya mewujudkan Jakarta sebagai pusat perdagangan global. Membangun Jakarta tidak bisa dijalankan sendirian. Selain itu, UU DKJ juga memberikan kewenangan khusus kepada Dewan Aglomerasi dalam mengatur aspek transportasi dan lingkungan. Misalnya, pengembangan transportasi umum, seperti MRT terus dikembangkan hingga daerah luar Jakarta untuk mendukung mobilitas warga.
Dengan demikian penyelenggaraan kota-kota sekitar Jakarta, termasuk permukiman dan pengelolaan sampah harus tersinkronisasi dalam kawasan aglomerasi.
Meski ke depan ada Dewan Aglomerasi, namun pemerintah daerah di sekitar Jakarta tetap berada di bawah kewenangan provinsi yang menaunginya saat ini. Dengan infrastruktur dan regulasi yang telah disiapkan, diharapkan Jakarta dapat terus memperkuat perannya sebagai pusat perdagangan global.
Untuk Maju Bersama
Bicara dalam forum yang sama, Anggota Badan Legislatif DPR RI Taufik Basari menyoroti lingkup kawasan aglomerasi Jakarta yang demikian luas. Menurutnya, Jakarta menjadi pemersatu kekuatan Botabekjur untuk mencapai tujuan pembangunan bersama. "Masalah seperti transportasi, pengolahan sampah, dan banjir perlu diselesaikan secara terpadu, tanpa terhalang batas wilayah," katanya.
Menyatukan berbagai wilayah dengan sejarah, budaya, dan kehidupan yang berbeda tentu bukan tanpa tantangan mudah. Namun, UU DKJ memberikan kerangka kerja yang tepat untuk mengatasi tantangan tersebut dan membuka peluang baru bagi semua pihak.
Sementara itu, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriyatna berharap, UU DKJ mampu menghadirkan konsep aglomerasi yang memungkinkan Jakarta dan kota-kota di sekitarnya untuk berkolaborasi dan saling memperkuat ekonomi. "Di dalam konteks pengembangan jakarta, paling penting bagaimana dengan kota sekitar menjadi satu kesatuan sebagai ekosistem wilayah dan ekonomi," tuturnya.
Tidak kalah penting, ia mengingatkan pentingnya membangun infrastruktur perkotaan yang memadai di seluruh wilayah Jabodetabekpunjur. Terutama, terkait hal-hal yang manfaatnya langsung dirasakan oleh masyarakat, seperti dalam hal penyediaan angkutan massal yang terjangkau. "Kota ini tidak boleh boros konsumsi dan polusi. Oleh karena itu, Dewan Aglomerasi harus memiliki kewenangan eksekusi, bukan hanya koordinasi," pungkas Yayat.
Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari