Indonesia.go.id - Sawahku Menyala, Petani Pun Gembira

Sawahku Menyala, Petani Pun Gembira

  • Administrator
  • Minggu, 12 Mei 2024 | 07:00 WIB
ENERGI
  Pemanfaatan lampu di kebun buah naga dalam program electrifying agriculture yang bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi. ANTARA/HO-PLN
Program mekanisasi pertanian membutuhkan sumber energi yang efesien. Dari pelbagai pengalaman petani di lapangan, hal itu hanya didapatkan dari tenaga listrik.

Gatot (59), Ketua Kelompok Tani Mekar Sari, Desa Sukorejo, Kabupaten Ponogoro, Jawa Timur, kini bisa tersenyum. Kehadiran program electrifying agriculture (EA) atau elektrifikasi pertanian di wilayahnya mampu menghemat biaya operasional pertanian sawah Desa Sukorejo hingga tiga kali lipat. Dari perhitungan mereka, dengan memakai pompa listrik, para petani dapat menghemat pengeluaran operasional jika dibanding menggunakan pompa diesel.

“Biasanya biaya yang dikeluarkan jika menggunakan pompa diesel adalah Rp1.500.000 dengan pompa listrik biaya yang dibutuhkan hanya Rp500.000 sehingga bisa meningkatkan produksi pertanian,” ungkap Gatot, dalam agenda Panen Raya Padi 2024 yang diprakarsai oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur, pada Selasa, 30 April 2024.

Menurut Tenaga Ahli Madya Bidang Mekanisasi dan Alsintan PLN Astu Unadi, detailnya kurang lebih, sebagai perbandingan mesin pompa diesel dengan kekuatan 8 housepower (HP) menelan biaya Rp22.000, sedangkan dengan bensin Rp13.700 per jam. Ketika menggunakan pompa listrik cukup dengan biaya Rp6.800 per jam. Perhitungan ini dengan asumsi pemakaian 3,75 kilowatt per jam.

Elektrifikasi pertanian tersebut disediakan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) di sejumlah daerah khususnya sentra produksi pertanian. Daya setrum dari PLN itu dimanfaatkan untuk menjalankan pompa listrik untuk pengairan persawahan. Kabupaten Ponorogo sendiri sesudah mengikuti program ini berpotensi meningkatkan panen hingga empat kali dalam setahun.

Menurut istilah Dinas Pertanian, program EA ini mampu mendongrak Indeks Pertanaman (IP) menjadi Panen Raya 200 (dua kali panen dalam setahun), IP 300 (tiga kali panen dalam setahun), dan IP 400 (empat kali panen dalam setahun).

Hingga 20 April 2024, terdapat 13.967 pelanggan di Kabupaten Ponorogo yang terlibat dalam program EA dengan total daya mencapai 53.020.650 VoltAmpere (VA). Peningkatan jumlah pelanggan EA menunjukkan tren positif peralihan dari pompa air berbahan bakar diesel ke pompa air listrik yang lebih efisien.

General Manager PLN Unit Induk Distribusi (UID) Jawa Timur Agus Kuswardoyo menyebut, elektrifikasi di sektor pertanian sebagai salah satu program ekstensifikasi PLN. “PLN siap melayani kebutuhan listrik dari berbagai sektor, termasuk pertanian, perikanan, dan industri. Sektor pertanian di Jawa Timur memiliki 150.801 pelanggan dengan total daya tersambung 1.202 MVA,” imbuh Agus seperti dikutip dari laman PLN.co.id.

Seiring dengan pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur, pihak PLN Jawa Timur menilai, jumlah tersebut akan terus bertambah seiring dengan potensi elektrifikasi yang tidak hanya menyasar subsektor tanaman pangan, tetapi juga peternakan dan perkebunan. Adapun Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menambahkan, melalui program EA, BUMN kelistikan ini ingin mendukung pelaku usaha di sektor agrikultur untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi operasional yang berujung pada pertumbuhan ekonomi. Program ini juga membuat kegiatan usaha dari pelaku bisnis menjadi lebih ramah lingkungan.

“Melalui program ini, kami berupaya menciptakan creating shared value (CSV) bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Kami yakin dengan penggunaan berbagai inovasi teknologi agrikultur berbasis listrik membawa pelaku usaha menjadi lebih modern yang membuat produktivitas mereka meningkat signifikan dibandingkan dengan menggunakan energi fosil,” ungkap Darmawan.

Capaian program EA ini tentunya tak lepas dari dukungan kerja sama dengan Kementerian Pertanian (Kementan). Melalui Ditjen Tanaman Pangan Kementan, program listrik masuk area persawahan adalah bagian dari modernisasi dan mekanisasi pertanian. Istilah EA di sejumlah daerah dinamakan listrik masuk sawah (LMS) atau gerakan listrik masuk sawah (Gelisah).

Program mekanisasi pertanian membutuhkan sumber energi yang efesien. Dari pelbagai pengalaman petani di lapangan, hal itu hanya didapatkan dari tenaga listrik. “Berdasarkan berbagai pengalaman praktek lapangan dalam menggunakan energi untuk proses budi daya di sawah, petani merasakan lebih hemat menggunakan energi listrik, dibandingkan bahan bakar minyak, gas, sedangkan energi solarcell belum begitu meluas di petani,” ujar Dirjen Tanaman Pangan Kementan Suwandi, dalam rakor percepatan luas tambah tanam dan elektrifikasi, pada Sabtu, 13 April 2024.

Program LMS digunakan untuk menggerakan mesin pompa air, alat olah lahan, mesin pembuatan kompos, alat panen dan pascapanen. Sekaligus juga dipakai untuk lampu perangkap hama dan lainnya. “Dalam hal ini dilarang keras menggunakan kawat listrik untuk jebakan tikus sawah, sangat berbahaya bagi keselamatan jiwa,” tegas Suwandi mengingatkan.

Dicontohkan capaian program LMS di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.  Pihak Kementan bersama kelompok tani mengembangkan sumur submersible lebih dari 17.000 unit. Pengadaan sumur itu ada yang berasal dari swadaya petani maupun bantuan Kementan. Gunanya untuk mengairi lahan kering tadah hujan sehingga bisa bertanam padi tiga kali setahun (IP300).

Tidak hanya di Ngawi, program serupa juga dilakukan di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Lebih dari 23.000 sumur submesible dipakai guna memompa air dari dalam tanah untuk mengairi lahan tadah hujan sehingga indeks pertanaman bisa ditingkatkan hingga IP300 bahkan IP400 lebih dari ribuan hektare sawah. Setiap titik sumur submersible bisa melayani 2--30 hektare sawah dengan biaya dari 8 juta hingga 150 juta rupiah tergantung jenis ukuran pipa dan pompa, kedalaman sumur, dan lainnya. 

Program elektrifikasi pertanian atau listrik masuk sawah tersebut diteruskan ke daerah lain, tidak hanya di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Menyalanya pompa air dari aliran listrik kini menjadi berkah buat para petani.

 

Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari