Memarkir DHE di dalam negeri bukan hanya cara Indonesia. Beberapa negara di Asia pun menerapkan kebijakan serupa.
Ketahanan cadangan devisa di dalam negeri sangat diperlukan saat ini oleh Pemerintah Indonesia, di tengah ketidakpastian perekonomian global yang lagi tidak bersahabat. Indikator itu tergambarkan dari laporan Kementerian Keuangan belum lama ini.
Di dalam laporan itu, kementerian itu menyebutkan tren perlambatan ekonomi global mempengaruhi pertumbuhan ekspor dan impor Indonesia. Pada triwulan I-2024, ekspor riil masih tumbuh sebesar 0,5 persen (year on year/yoy) ditopang oleh peningkatan ekspor jasa seiring kuatnya arus kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia.
Di sisi lain, volume ekspor produk utama seperti besi baja dan bahan bakar mineral tetap kuat, masing-masing tumbuh sebesar 35,8 persen dan 5,4 persen (yoy) pada triwulan I-2024.
Sementara itu, impor riil juga tumbuh 1,8 persen (yoy) pada triwulan I-2024. Secara keseluruhan, kontribusi net ekspor (ekspor-impor) terhadap pertumbuhan mengalami kontraksi sebesar 0,2 persen.
Bahkan, dalam konteks neraca perdagangan sudah mencatatkan surplus yang cenderung turun dari sisi nilainya, baik ekspor maupun impornya. Sebagai ilustrasi, mengutip data BPS, neraca perdagangan periode Januari–Maret 2024 tercatat surplus senilai US$7,31 miliar. Namun, realisasi itu lebih rendah dibandingkan periode yang sama di 2023 yang sebesar US$12,11 miliar. Pada periode itu, nilai ekspor Indonesia tercatat senilai US$62,20 miliar, lebih rendah dari nilai ekspor di Januari--Maret 2023 yang mencapai US$67,60 miliar.
Demikian pula di sisi nilai impor di kuartal I-2024 yang mencapai US$54,90 miliar, lebih rendah dari periode yang sama di 2023 senilai US$54,95 miliar. Tren kinerja neraca perdagangan yang mengkhawairkan itu tentu menjadi perhatian serius pemerintah, termasuk potensi semakin tergerusnya cadangan devisa akibat pengusahanya tetap memarkir dananya di luar negeri.
Berpijak dari kondisi tersebut, pemerintah sejak setahun ini tengah menggodok sebuah kebijakan yang mewajibkan parkir devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri dengan batas waktu tertentu. Tujuan revisi kebijakan itu adalah agar cadangan devisa Indonesia tidak semakin tergerus di tengah tren surplus perdagangan yang terus berlanjut.
Nah, regulasi yang direncanakan direvisi terutama yang tertuang ke dalam Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2019.
Rencana Revisi
Rencana revisi regulasi yang mengatur parkir DHE dengan batas tertentu dibenarkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto ketika itu. Menurut Menko Perekonomian, selama ini devisa yang masuk ke dalam negeri saat ini hanya dicatat oleh Bank Indonesia tanpa kewajiban untuk parkir atau mengendap.
Penyebabnya, Indonesia menerapkan kebijakan devisa bebas yang tidak mensyaratkan devisa untuk parkir di dalam negeri. Khusus soal kebijakan penerapan rezim devisa bebas awalnya tertuang dalam Peraturan Pemerintah 16/1970, yang kemudian diatur lebih jelas di dalam Undang-Undang nomor 24 tahun 1999.
Melalui aturan itu, setiap penduduk bebas memiliki dan menggunakan devisa, tanpa adanya pembatasan dalam jumlah pembelian dan penjualan mata uang asing antara penduduk dan atau nonpenduduk. Bahkan, tidak ada kewajiban menjual devisa kepada negara, sehingga penggunaan devisa bebas dimiliki oleh siapapun untuk melakukan kegiatan perdagangan internasional, transaksi di pasar uang dan transaksi di pasar modal.
Khusus komoditas sumber daya alam, pemerintah telah menerapkan DHE untuk sektor itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 1 tahun 2019. Namun, kebijakan itu hanya mewajibkan eksportir di sektor SDA untuk melaporkan dan memasukkan DHE mereka ke rekening khusus di bank persepsi dan melaporkannya ke Bank Indonesia, tapi tidak mewajibkan mereka menyimpannya di dalam negeri atau mengkonversikannya ke rupiah.
Akibatnya, devisa tersebut hanya numpang lewat saja dan tidak memberikan kontribusi terhadap cadangan devisa negara. Padahal dalam konteks sejenis, sejumlah negara mewajibkan DHE eksportirnya untuk diparkir di dalam negeri.
Sebenarnya, kebijakan memarkir DHE di dalam negeri bukan hanya menjadi cara Indonesia. Beberapa Negara di Asia sudah menerapkan kebijakan itu untuk mengamankan cadangan devisanya. Thailand adalah salah satu yang menerapkan kebijakan itu.
Negeri Gajah Putih itu mewajibkan pelaku usaha yang menghasilkan DHE dengan nilai USD1 juta ke atas untuk memarkirnya di dalam negeri maksimal 360 hari sejak tanggal ekspor. Hal yang sama juga dilakukan India. Negara itu mewajibkan eksportirnya membawa pulang devisanya ke dalam negeri dalam waktu sembilan bulan. Begitu pun dengan Turki mewajibkan eksportir membawa pulang DHE ke dalam negeri 180 hari setelah transaksi.
Terlepas dari kebijakan DHE di beberapa negara, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, pemerintah berencana mengenakan kebijakan, tidak hanya di beberapa komoditas, tetapi ke semua komoditas seperti pertambangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan di rencana revisi PP 1/2019 tersebut.
Selain berencana meluaskan komoditas yang wajib memarkir DHE-nya di dalam negera, pemerintah juga berencana memberikan insentif bagi pengusaha yang memarkir dananya di dalam negergi. Pemanis itu berupa insentif pajak penghasilan (PPh).
Seperti disampaikan Menkeu Sri Mulyani Indrawati, pemerintah sedang menyiapkan rencana pemberian insentif PPh untuk para eksportir yang menyimpan DHE-SDA, selain dalam bentuk deposito. Nantinya, beleid tersebut akan tertuang dalam PP.
Menkeu mengemukakan, rancangan peraturan pemeritah (RPP) terkait DHE-SDA masih dalam proses penyelesaian. "RPP saat ini sedang dalam proses penyelesaian," ujarnya Jumat (3/5/2024).
Menkeu menjelaskan, sebetulnya saat ini sudah ada insentif PPh yang berlaku bagi eksportir yang menyimpan DHE-SDA di dalam negeri, yakni diskon PPh final untuk pemyimpanan DHE-SDA yang menggunakan instrumen deposito melalui PP 123/ 2015.
"Berdasarkan PP 123/2015, semakin lama retensi akan semakin kecil tarif PPh-nya.Bahkan bisa mencapai 0 persen apabila tenor untuk retensinya lebih dari enam bulan," ujar Sri Mulyani.
Saat ini, pemeritah juga telah mengatur menenai tata cara penempatan DHE SDA melalui regulasi terbaru, yakni PP nomor 36 tahun 2023. Bila ini benar-benar direalisasi, cadangan devisa semakin kuat dan tahan terhadap goncangan, ketercukupan likuiditas valas di dalam negeri terjaga, dan masalah inflasi tinggi dan volatilitas pada nilai tukar rupiah dengan mudah teratasi.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari