Indonesia.go.id - Ikrar Setia kepada NKRI Berkumandang di Papua

Ikrar Setia kepada NKRI Berkumandang di Papua

  • Administrator
  • Selasa, 21 Mei 2024 | 09:38 WIB
PAPUA
  Komitmen yang kuat dari Pemerintah Indonesia untuk mewujudkan keadilan bagi masyarakat di tanah Papua memang tiada henti dilakukan. Termasuk mengakui hukum-hukum adat yang mengatur masyarakat di sana. WARTA NTT
Tindak-tindak kekerasan yang dilakukan kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) sering merugikan masyarakat Papua, khususnya orang asli Papua.

Sejak reformasi terjadi di tanah air, Pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang tinggi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan besar bangsa, dengan menata kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Termasuk, lebih memberikan pengakuan terhadap eksistensi hak adat, penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM) serta penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.

Seiring dengan itu pulalah, pada 2001, Pemerintah Indonesia menerbitkan Undang-Undang (UU) nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Hal itu dilatarbelakangi oleh kesadaran untuk mempertahankan integrasi bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Selain itu, otonomi khusus diberikan oleh Pemerintah Indonesia dalam rangka mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa; memberikan penghargaan atas kesetaraan dan keragaman kehidupan sosial budaya masyarakat Papua; serta memastikan pengelolaan sumber daya alam dan penyelenggaraan pemerintahan dapat mewujudkan tercapainya kesejahteraan masyarakat demi menghapus kesenjangan antara Provinsi Papua dan provinsi lainnya.

“Otonomi khusus diberikan demi memberikan kewenangan seluas-luasnya bagi provinsi di Papua dalam menyelenggarakan pemerintahan secara khusus serta pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan pemanfaatannya bagi kesejahteraan masyarakat Papua. Itu pulalah sebabnya, kebijakan otsus juga menempatkan orang asli Papua (OAP) sebagai subjek utama sekaligus sebagai objek dalam pelaksanaan pembangunan di Papua,” demikian disampaikan Kepala Bidang Pemerintahan Umum dan Pemerintahan Desa, Kedeputian Bidang Polhukam, Sekretariat Kabinet Retno Wulandari, pada Senin, 19 Februari 2024, dikutip dari laman Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.

Kendati begitu hingga kini, masih acap terjadi aksi-aksi kekerasan yang dilakukan sekelompok kecil masyarakat di Papua, yang menamakan diri sebagai Organisasi Papua Merdeka (OPM). Aksi terkini adalah kekerasan yang mengakibatkan meninggalnya Danramil 1703-4/Aradide Paniai Letda Oktovianus Sogalrey. Jasad Letda Oktovianus ditemukan pada Kamis (11/4/2024) di ruas jalan Trans Enarotali-Aradide, Kampung Pasir Putih, Distrik Eladide, Kabupaten Paniai, Papua Tengah, dengan luka akibat senjata api.

Pada Sabtu, 11 Mei 2024, Anan Nawipa, pelaku penembakan Letda Oktovianus, ditangkap oleh aparat keamanan. Anan yang lahir di Kampung Widimeida, Kabupaten Paniai, diketahui sudah bergabung selama satu tahun dalam OPM, kelompok Osea Satu Boma. Selama ini, kelompok OPM itu diketahui bermarkas di wilayah Kebo.

 

Korban Intimidasi OPM

Tidak hanya kerap mengganggu jalannya pemerintahan dan keamanan wilayah yang dilakukan oleh para aparatur negara, OPM nyatanya juga menimbulkan persoalan bagi orang asli Papua sendiri. Kelompok bersenjata yang selalu melakukan aksi-aksi kekerasan di wilayah Papua itu diketahui sering pula melakukan intimidasi dan pemaksaan terhadap warga setempat.

Tindak-tindak kekerasan yang dilakukan kelompok OPM dan sering merugikan masyarakat Papua, khususnya orang asli Papua, antara lain dituturkan Feliks Fomaer (30). Feliks merupakan satu dari 29 orang eks anggota OPM yang mengucapkan sumpah atau ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pengucapan ikrar kesetiaan itu berlangsung di Pos Aimasa Satgas Yonif 133/YS, Kampung Aimasa, Distrik Aifat Timur Tengah, Kabupaten Maybrat, Papua Barat Daya, pada Mei 2024. Menurut Dansatgas Yonif 133/YS Letkol Andhika Ganesakti, di Kumurkek, Selasa (14/5/2024), kesadaran puluhan masyarakat Papua yang sebelumnya tergabung dalam kelompok OPM wilayah Sorong Raya itu bermula dari temuan tim patroli Satgas Yonif 133/YS.

“Tim Satgas Yonif 113/YS menemukan barang bukti berupa dokumen berisi catatan nama-nama orang yang terlibat dalam struktur OPM wilayah Sorong Raya. Catatan itu ditemukan di sebuah rumah kosong tidak berpenghuni di Kampung Aitrem, Distrik Aifat Timur-Maybrat,” katanya.

Dari temuan itu, Letkol Andhika menuturkan, Danpos Aimasa Satgas Yonif 133/YS memanggil orang-orang yang tercatat dalam temuan dokumen tersebut untuk didalami dan dimintai keterangan. Hal itu dilakukan, mengingat mereka tinggal di wilayah binaan Pos Aimasa Satgas Yonif 133/YS.

Setelah dimintai keterangan oleh Satgas Yonif 133/YS, Letkol Andhika mengatakan, sebagian besar dari mereka mengaku terpaksa ikut bergabung dalam OPM wilayah Sorong Raya karena kerap diintimidasi oleh pentolan-pentolan OPM. Namun seiring berjalannya waktu, para anggota OPM itu mengaku, sebagaimana ditirukan Letkol Andhika, sering melihat dan merasakan berbagai aksi kekejaman yang dilakukan kelompok bersenjata itu.

“Sehingga mereka akhirnya sadar bahwa mereka telah mengikuti jalan yang bertentangan dengan keutuhan NKRI,” kata Letkol Andhika.

Dibantu oleh para tokoh di Distrik Aifat Timur dan berkoordinasi dengan Pos Aimasa Satgas Yonif 133/YS, para eks-OPM tersebut akhirnya bisa kembali ke kampung halaman dan keluar dari pengaruh paham OPM. Dan untuk membuktikan kesungguhan hati dan komitmen kembali kepada NKRI, Letkol Andhika mengatakan, mereka meminta langsung kepada Satgas Yonif 133/YS agar dibuatkan acara khusus berikrar setia kepada NKRI, disaksikan para tokoh di Distrik Aifat Timur dan pemerintah daerah," ungkap Letkol Andhika.

Pada kesempatan itulah Feliks Fomaer menjelaskan alasan mereka kembali ke NKRI. Mereka, menurut Feliks, karena ingin hidup normal, ingin menyekolahkan anak-anaknya dan ingin hidup tenang. “Alasan kami dahulu bergabung dengan OPM karena dipaksa bahkan sering mendapatkan intimidasi berupa ancaman dari pentolan-pentolan OPM,” katanya.

Acara pengambilan ikrar setia kepada NKRI diawali dengan penghormatan kepada bendera merah putih dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, dilanjutkan pembacaan ikrar setia kepada NKRI oleh salah satu warga dan diikuti oleh peserta ikrar lainnya.

 

Mewujudkan Keadilan

Sejatinya, komitmen yang kuat dari Pemerintah Indonesia untuk mewujudkan keadilan bagi masyarakat di tanah Papua memang tiada henti dilakukan. Dua kali perubahan atas beleid otonomi khusus Papua, yang mengusung semangat penyempurnaan atas aturan terdahulu, menjadi bukti yang tak terelakkan. Pengakuan Pemerintah Indonesia terhadap Papua juga meliputi pengakuan terhadap hak-hak adat. Masyarakat hukum adat Papua merupakan salah satu dari 19 lingkungan hukum adat yang ada di Indonesia, yang masih dapat mempertahankan eksistensinya, sehingga selayaknya mendapat pengakuan dari pemerintah.

UU Otsus Papua telah diarahkan untuk senantiasa mengakui, mengakomodasi, dan memberikan penghargaan terhadap eksistensi masyarakat hukum adat di Papua. Pengakuan terhadap masyarakat adat dalam UU Otsus tersebut, antara lain, diwujudkan dengan: amanat pembentukan suatu lembaga yang berfungsi sebagai representasi kultural orang asli Papua, yaitu Majelis Rakyat Papua (MRP); adanya anggota DPRD yang berasal dari jalur pengangkatan yang dipilih berdasarkan wilayah adat; pemanfaatan sumber daya alam yang dilakukan dengan menghormati hak-hak masyarakat adat; pembangunan dilakukan dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat adat; pengakuan terhadap hak ulayat masyarakat hukum adat dan hak perorangan warga masyarakat adat; serta pengakuan terhadap peradilan adat dalam masyarakat hukum adat tertentu.

Bahkan secara khusus, UU Otsus Papua mengamanatkan bahwa penerimaan khusus yang diperoleh provinsi dan kabupaten/kota dari pemerintah pusat yang besarnya setara dengan 2,25 persen dari plafon dana alokasi umum (DAU) nasional salah satunya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan OAP dan penguatan lembaga adat. Sementara itu, dalam PP Kewenangan Papua, setiap kewenangan khusus yang diberikan kepada provinsi di Papua selalu disertai dengan kewajiban mendayagunakan potensi adat, memperhatikan hak masyarakat adat, dan mendukung pelayanan terhadap masyarakat adat.

 

Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari