Pengaruh adanya penyebaran virus yang dikenal dengan nama Covid-19 itu diprediksi akan berpengaruh terhadap ekonomi Indonesia. Sejumlah pemangku yang bertanggung jawab di sektor itu pun, bersuara sama meski dengan nada yang berbeda. Intinya sama, virus telah jadi salah satu tantangan utama perekonomian Indonesia dalam mengawali 2020
Tekstil dan produk tekstil (TPT), salah satu produk unggulan Indonesia di pasar internasional pun ikut terpukul. Pasalnya, struktur industri TPT Indonesia sangat rentan dan tergantung dari bahan baku Tiongkok, mendekati 70% dari total bahan baku.
Ketergantungan yang tinggi itu diakui Kementerian Perindustrian. Harapannya, ketersediaan bahan baku dari dalam negeri semakin meningkat, kapasitas nasional di sektor padat karya pun terdongkrak sehingga mampu mensubstitusi produk impor tersebut.
“Optimalisasi pemakaian bahan baku yang berasal dari dalam negeri menjadi sangat penting dalam mendongkrak kinerja sektor industri TPT di Indonesia,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita berharap dan optimistis.
Dia berbicara konteks itu ketika menghadiri peresmian fasilitas produksi viscose rayon PT Asia Pacific Rayon (APR), pabrikan kebutuhan bahan baku tekstil di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau, Jumat (21/2/2020).
Viscose rayon merupakan serat benang yang berasal dari olahan kayu dan dapat terurai secara alami. Serat rayon produksi APR tergolong material yang berkelanjutan karena berasal dari bahan baku yang terbarukan.
Komoditas ini diharapkan bisa mengurangi ketergantungan impor terhadap bahan baku tekstil seperti kapas yang kebutuhannya masih belum dapat dipenuhi dari dalam negeri.
Bagaimana sebenarnya potret industri TPT Indonesia? Merujuk data Kemenperin, potret industri ini sebenarnya cukup menjanjikan. Dari sisi laju pertumbuhan industri TPT terus meningkat tiap tahunnya. Pada 2019, industri TPT tumbuh sebesar 15,35% atau naik signifikan dibandingkan dengan 2018, yang tumbuh 8,73%.
Sementara itu pada 2017, industri itu tercatat tetap mengalami pertumbuhan 3,83%. Pertumbuhan ini didukung tingginya produksi pakaian jadi di sentra industri TPT.
Dalam peta jalan Making Indonesia 4.0, industri TPT merupakan satu dari lima sektor yang mendapat prioritas pengembangan dalam kesiapan memasuki era industri 4.0.
Sesuai dengan ambisi Kementerian Perindustrian, merujuk peta jalan tersebut, industri tekstil dan pakaian jadi nasional diharapkan bisa masuk ke jajaran lima besar dunia pada 2030.
Sebuah mimpi boleh saja diharapkan terbang tinggi, namun realitas berupa jalan terjal di depan mata tak bisa dielakkan. Virus Covid 19 melanda dunia. Virus yang bermula dari Wuhan, Tiongkok itu sudah menjadi pandemi.
Dalam satu kesempatan Mandiri Invesment Forum di Jakarta, Rabu (5/02/2020), Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pun sudah menegaskan adanya pengaruh virus itu bagi perekonomian negeri ini.
Tekan Ekonomi
Menurut Airlangga mengutip beberapa analis, virus itu diprediksi mampu menekan perekonomian Indonesia sebesar 0,1% hingga 0,29%. "Konsensus (analis) mengatakan, virus Covid-19 bisa memengaruhi perekonomian kita sebesar 0,1% hingga 0,29%," ujarnya.
Sebagai ilustrasi saja, mengutip data BPS, angka impor produk dari Tiongkok pada Januari 2020 kemarin sebesar USD4 miliar. Jumlah ini lebih rendah jika dibandingkan Januari 2019 yang mencapai USD4,1 miliar.
Sementara itu, untuk nilai ekspor produk Indonesia ke Tiongkok pada periode tersebut sebesar USD2,2 miliar atau naik 17% dibandingkan Januari 2019 senilai USD1,9 miliar. Artinya, baik impor maupun ekspor nilainya cukup besar, dan signifikan bagi Indonesia.
Bagi Indonesia, kondisi itu bukan untuk diratapi. Bangsa ini harus terus mensiasati, bahkan melihatnya sebagai peluang untuk mengisi pasar yang ditinggalkan Tiongkok tersebut. Keadaan ini harus menjadikan peluang industri tekstil domestik untuk bangkit, termasuk gencar menggarap pasar lokal.
Berkurangnya impor tekstil ke dalam negeri bisa jadi momen untuk pemain industri tekstil domestik memperluas pangsa pasarnya. Caranya dengan meningkatkan ekspor terutama substitusi barang TPT yang tadinya diisi oleh produk Tiongkok diupayakan bisa diisi oleh pelaku bisnis TPT Indonesia. Pasar Afrika salah satunya.
Kita mengakui bukan berarti peluang rebound ini tanpa hambatan. Efek lain dari wabah virus Covid-19 adalah keterlambatan suplai bahan baku kain karena kapal kargo harus masuk zona karantina. Pelaku industri bisa mencari bahan baku dari negara lain dengan tarif yang kompetitif.
Suara optimisme juga dinyatakan oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta. Menurutnya, pemangku kepentingan sebaiknya memanfaatkan momentum wabah virus Covid-19 untuk menggenjot kinerja industri TPT dalam negeri.
Namun, virus Covid-19 yang mewabah juga berpotensi menekan importasi kain murah dari Tiongkok yang selama ini menekan kinerja industri TPT nasional. Pada gilirannnya, tentu berimbas positif berupa terkereknya permintaan dari produsen produk tekstil di sektor hilir.
Artinya, serapan produk-produk seperti misalnya polyester filament, polyester fiber, nylon filament, dan viscose fiber di sektor hulu ikut terdongkrak. Kita menyakini kapasitas produksi produsen tekstil dalam negeri mampu mengisi ceruk yang ditinggalkan oleh produk-produk impor kain murah dari Tiongkok.
Saya berharap tentu efek virus Covid-19 itu tidak terus berlanjut dan jadi momok yang menakutkan bagi laju pertumbuhan ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Pasalnya, ibarat rantai, ekonomi dunia sudah menjadi satu kesatuan yang saling terhubung dan berkaitan.
Pelaku bisnis Indonesia bisa menjadikan dampak virus ini untuk bangkit pengisi ceruk pasar yang ditinggalkan Tiongkok untuk sementara waktu itu, dan menjadi peluang bagi kebangkitan ekonomi negara ini.
Penulis: Firman Hidranto
Editor : Ratna Nuraini