Indonesia.go.id - Belajar Solidaritas dari Wuhan

Belajar Solidaritas dari Wuhan

  • Administrator
  • Selasa, 17 Maret 2020 | 03:19 WIB
COVID-19
  Petugas medis dengan pakaian pelindung menerima pasien di Pusat Konferensi dan Pameran Internasional Wuhan, yang diubah menjadi rumah sakit sementara bagi pasien dengan gejala ringan akibat virus novel korona, di Wuhan, provinsi Hubei, China, Rabu (5/2/2020). ANTARA FOTO/China Daily via REUTERS

Pemerintah Indonesia bergerak cepat mencegah persebaran Covid-19 agar tak makin meluas.

Tepat menjelang pergantian tahun 2019 ke 2020, Pemerintah Tiongkok memberitahu Badan Kesehatan Dunia atau WHO bahwa mereka menemukan strain baru dari pneumonia, sakit pada pernapasan, yang diderita oleh 28 pekerja dan pengunjung di Pasar Induk Ikan Huanan, Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei. Mereka adalah bagian dari 41 orang yang dirawat pertama kali akibat dari strain baru pneumonia tersebut.

Terletak di Distrik Jianghan, Pasar Induk Ikan Huanan berdiri di atas lahan seluas 5 hektare dan terdiri dari 1.000 lebih kios. Tak seperti pasar ikan di negeri kita, pasar ikan terbesar di Wuhan dan Tiongkok Tengah ini juga menampung penjualan hewan-hewan hidup dan dagingnya dari alam Tiongkok.

Salah satu yang dijual adalah kelelawar, hewan nokturnal bertaring dan bersayap lebar. Selain itu dijual pula daging konsumsi, antara lain, buaya, unta, biawak, musang, anjing, dan serigala. Totalnya ada 110 jenis hewan yang dijual di luar ikan dan hasil laut lainnya. Dari pasar itu muncul dugaan kuat penyebaran wabah virus corona ke seluruh dunia bermula. Pasar Huanan pun ditutup total pada 1 Januari 2020. 

Awalnya, WHO menyebut virus mutan itu dengan 2019-novel Coronavirus (2019-nCov) dan akhirnya menjadi SARS COV-2. Sedangkan penyakit yang ditimbulkan kemudian dinamai Covid-19 atau corona virus disease. Dokter spesialis penyakit menular asal Amerika Serikat, Daniel Lucey mengatakan bahwa NCov memiliki 96 persen kesamaan genetik dengan Bat Cov RaTG13, virus corona pada kelelawar.

Seperti dilansir situs www.worldometers.info/coronavirus/, di seluruh dunia hingga 14 Maret 2020 sudah terdapat 145.638 kasus penderita dengan Covid-19, di mana 5.423 di antaranya meninggal dunia.

Sejak awal tersebarnya virus ini, Pemerintah Tiongkok langsung mengisolasi warga Kota Wuhan yang berjumlah 11 juta jiwa. Tujuannya agar persebaran virus corona ini bisa ditekan, cukup di Wuhan saja. Keputusan yang kemudian dikenal dengan lockdown ini dipatuhi oleh warga kota. Berdiam diri di tempat tinggal hingga berminggu-minggu telah membuat Wuhan berubah wajah.

Jalan-jalan layang yang bersusun tinggi di jantung Wuhan pun tak lagi disesaki kendaraan seperti hari-hari biasanya. Ruas jalan-jalan utama kota menjadi sepi, tak satu pun kendaraan bermotor berlalu lalang. Sekolah-sekolah diliburkan. Gedung-gedung pusat bisnis, pusat pemerintahan mendadak hening. Wuhan berubah seperti kota hantu, seperti tak berpenghuni, berhenti berdetak. Semua kebutuhan warga dipasok oleh militer dan relawan pemerintah. Jika tidak terpaksa sekali, warga berkali-kali diingatkan agar tak keluar kediamannya.

 

Wujud Pengabdian

Lebih dari 10 ribu paramedis yang terdiri dari dokter umum, dokter spesialis penyakit menular serta perawat dari berbagai tingkatan, berduyun-duyun memasuki Wuhan untuk membantu percepatan penanganan penderita Covid-19.  

Stasiun televisi setempat berulang-ulang menayangkan iklan layanan masyarakat mengenai tata cara pencegahan Covid-19 dan apa yang sedang dilakukan otoritas terhadap para penderitanya.

Semua itu mampu menguras simpati dari jutaan warga di belahan lain Tiongkok. Berduyun-duyun warga mendaftarkan diri sebagai relawan untuk membantu warga Wuhan, saudara-saudara mereka sebangsa setanah air yang sedang dirundung kemalangan.  

Mereka sadar bahwa bukan tidak mungkin mereka justru akan menjadi penderita Covid-19 berikutnya. Tetapi mereka tak peduli, kepentingan bangsa diatas segalanya. Bahkan imbalan ribuan yuan yang telah disiapkan otoritas, tak mereka sentuh.

Ratusan korporasi menawarkan bantuan kepada otoritas setempat, apa yang bisa mereka lakukan untuk mengurangi dampak Covid-19 ini. Puluhan perusahaan konstruksi pun berebut ingin dilibatkan untuk membangun rumah sakit sementara yang akan menampung penderita covid-19. Alhasil, mereka mengirimkan ratusan alat beratnya tanpa meminta bayaran sepersen pun agar rumah sakit sementara berkapasitas 10.000 tempat tidur itu segera terwujud hanya dalam waktu kurang dari sepekan.

Tak terhitung pula produsen masker, kasur, selimut, obat, dan makanan yang tak henti-hentinya mengalirkan bantuan kepada pusat-pusat penanganan penderita Covid-19, baik di Wuhan, Qiangjiang, Hanyang, Huangguang, dan kota lainnya di Provinsi Hubei.

 

Menekan Persebaran

Tak ingin kalah dengan rakyatnya, pemerintah mengerahkan para periset terbaiknya untuk sesegera mungkin meneliti dan menghasilkan cara tercepat bagi penyembuhan penderita Covid-19. Otoritas setempat pun menawarkan imbalan uang dalam jumlah besar, bisa mencapai 10.000 yuan, jika ada warganya yang proaktif melaporkan diri untuk diperiksa dan terbukti positif Covid-19.

Bukan itu saja. Otoritas Tiongkok membuka diri terhadap bantuan dari negara lain untuk ikut menangani wabah ini. Indonesia adalah salah satunya. Kita telah mengirimkan satu pesawat untuk memulangkan para warga yang berada di Wuhan untuk kembali ke tanah air. Ada pula negara-negara yang segera mengirimkan paramedis terbaiknya untuk membantu sejawat lokal mereka. Tak sedikit pula yang mengirimkan bantuan jutaan masker untuk dibagikan kepada warga kota yang terdampak.

Langkah-langkah ini terbukti mempercepat berkurangnya penyebaran virus yang telah menyebabkan 80.824 warga Tiongkok tertular dan 3.189 di antaranya meninggal dunia. Tiga bulan lalu, ada lebih dari 1.500 warga di Wuhan setiap harinya melaporkan diri ke pusat-pusat penanganan covid-19. Mereka melapor karena diduga terindikasi virus. Tetapi sejak 13 Maret 2020, Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok (NHC) menyatakan hanya menerima kurang dari 50 laporan warga yang terindikasi Covid-19. Padahal sepekan sebelumnya masih terdapat 130 laporan setiap harinya.

Tak kurang Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus memuji kegigihan pemerintah dan rakyat Tiongkok untuk menekan laju penderita Covid-19 ini. Tiongkok telah menunjukkan kepada dunia rasa tanggung jawabnya sebagai daerah asal Covid-19 dan berjuang untuk mengurangi persebaran virus tersebut. Mereka sukses.

 

Indonesia Bergerak

Indonesia memang tak separah Tiongkok dalam hal angka penderita Covid-19 serta mereka yang meninggal dunia karena dampaknya. Pemerintah sejak awal telah bertindak cepat dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan bencana (emergency respond) sesuai prosedur tetap (protap) yang telah direkomendasikan oleh WHO.

Pemerintah bergerak cepat. Sebanyak 138 rumah sakit dengan standar penanganan bencana flu WHO pun disiapkan. Tim medis terbaik juga disiagakan untuk menerima pasien penderita Covid-19.  

Sebuah tim satuan tugas dibentuk dan memunculkan Pusat Krisis Covid-19 yang bermarkas di Kantor Staf Presiden, Jakarta. Setiap harinya, Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto yang juga juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona selalu memberikan perkembangan terbaru kepada pers.

Langkah-langkah memulangkan warga dari pusat bencana di Wuhan untuk kemudian dikarantina selama 14 hari sebelum dipulangkan ke kediaman masing-masing merupakan bagian penting dari proses tindak pencegahan tadi.

Begitu juga yang dilakukan terhadap ratusan warga Indonesia yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) pada dua kapal pesiar asing, World Dream dan Diamond Princess yang terpapar virus corona. Sebanyak 188 warga Indonesia ABK World Dream dan 68 ABK Diamond Princess telah melaksanakan karantina di Pulau Sebaru Kecil selama 14 hari. Mereka semua dinyatakan tidak menderita Covid-19.

Tak hanya itu. Penangkapan terhadap para spekulan penimbun alat-alat pencegahan sederhana seperti masker dan pensteril tangan (hand sanitizer) pun dilakukan.  

 

Melibatkan Diri

Seperti halnya Tiongkok, lapisan masyarakat di tanah air ikut tergerak untuk bersama melawan persebaran Covid-19. Sejumlah pengelola perguruan tinggi mulai menerapkan kebijakan kuliah jarak jauh untuk mengurangi dampak Covid-19. Pengelola-pengelola gedung dan pusat perbelanjaan secara rutin mengukur suhu tubuh pengunjung.

Begitu juga dengan pengelola sarana transportasi publik seperti MRT Jakarta yang secara berkala mengukur suhu tubuh calon penumpang sebelum memasuki gerbong MRT. Saat ini, menjadi pemandangan yang umum jika melihat ada botol hand sanitizer ditempatkan di sudut-sudut strategis, baik itu di pusat layanan publik, sekolah, atau di pintu-pintu masuk gedung perkantoran. Begitu pula penyemprotan disinfektan di tiap titik berkumpulnya orang termasuk rumah ibadah mulai dilakukan. 

Sebagai episentrum Indonesia, otoritas Jakarta juga tak tinggal diam. Otoritas memberikan imbauan untuk mengurangi kegiatan berkumpul di pusat-pusat keramaian. Aktivitas Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau Car Free Day yang biasa digelar setiap hari Minggu pun ditiadakan selama dua pekan.

Sebanyak 14 destinasi wisata yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta antara lain Taman Margasatwa Ragunan dan pusat wisata Ancol, juga ditutup. Penutupan selama 14 hari ini terhitung sejak 14 Maret hingga 30 Maret 2020 dilakukan karena otoritas akan melakukan penyemprotan disinfektan.  

Selain itu, Pemprov DKI juga mengumumkan melalui situs resmi titik-titik persebaran Covid-19 yang terdapat di 19 kecamatan. Sebanyak 12 kecamatan dalam kondisi positif Covid-19 karena terdapat warganya yang ditemukan terjangkit virus corona. Sedangkan pasien dari 7 kecamatan lainnya masih menunggu hasil pemeriksaan pihak rumah sakit. 

Otoritas Jakarta juga mengumumkan diliburkan para siswa dari kegiatan belajar di sekolah selama dua pekan. Hal ini diikuti oleh lebih dari 20 perusahaan swasta di ibu kota yang meminta para karyawannya bekerja dari rumah (Work From Home). 

Di Solo, Jawa Tengah, otoritasnya bahkan sudah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) menyusul meninggalnya warga mereka yang menderita Covid-19. Siswa-siswa pun diliburkan. Sejumlah otoritas daerah lain pun menetapkan sejumlah kebijakan yang ditujukan untuk menghambat persebaran virus SARS COV-2, demi melindungi segenap warga bangsa.

 

Penulis: Anton Setiawan
Editor : Eri Sutrisno/Ratna Nuraini