Indonesia.go.id - Stimulus sebagai Countercyclical Dampak Serangan Virus

Stimulus sebagai Countercyclical Dampak Serangan Virus

  • Administrator
  • Sabtu, 4 April 2020 | 02:42 WIB
COVID-19
  Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers terkait COVID-19 di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (16/3/2020). Presiden Joko Widodo Presiden mengumumkan penggelontoran dana darurat senilai Rp405,1 triliun untuk melawan Covid-19. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak

Pemerintah memberi kelonggaran pembayaran cicilan kredit untuk pengemudi ojek, sopir taksi, nelayan, dan pelaku UMKM. Bank-bank dan lembaga pembiayaan siap mendukung. Sektor UMKM adalah pemain utama penyerapan tenaga kerja.

Badai virus corona telah memicu turbulensi ekonomi yang berat. Dunia bisnis pun terpukul tanpa pandang bulu, tidak terkecuali sektor transportasi. Ojek dan taksi online terpuruk karena semakin sulit mencari uang sewa. Tak mau melihat ekonomi rakyat ini ambruk, Presiden Joko Widodo pun menyiapkan langkah mitigasi, berupa kelonggaran pembayaran cicilan kredit kendaraan.

 “Tukang ojek dan sopir taksi yang menanggung kredit motor atau mobil atau nelayan yang  punya kredit, saya sampaikan ke mereka tidak perlu khawatir. Karena pembayaran bunga atau angsuran diberikan kelonggaran selama satu tahun,” kata Presiden melalui video conferencenya dari Istana Merdeka Jakarta, Selasa (24/3/2020).

Asosiasi pengemudi ojek online Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia tentu menyambut gembira. Presidium Nasional Garda Indonesia Igun Wicaksono berharap, kebijakan itu bisa segera terbit agar beban para pengemudi menjadi lebih ringan. Ia mendesak agar aturan mainnya dibikin jelas dan simpel agar memberikan kepastian kepada pengemudi ojek online dan mengikat perusahaan leasing.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bergerak cepat dengan merilis ketentuan yang dituangkan dalam POJK Nomor 11/POJK.03/2020  tentang Stimulus Perekonomian Nasional. Sasarannya, tidak hanya pengemudi ojol dan taksi online, atau nelayan, melainkan menjangkau pula para debitur usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Stimulus dimaksudkan untuk meringankan debitur maupun krediturnya.

Kebijakan stimulus perekonomian diperlukan untuk mendorong optimalisasi fungsi intermediasi perbankan, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Stimulus akan berperan sebagai countercyclical atas dampak penyebaran virus tersebut.

Tentu ada beberapa kriterianya. Namun, secara umum stimulus ini diberikan bagi debitur yang   mengalami kesulitan karena usahanya terdampak pandemi virus corona secara langsung atau tak langsung, antara lain, pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan.

Dalam paket stimulus ini termasuk pula debitur yang terkena dampak penutupan jalur transportasi dan pariwisata dari dan ke Tiongkok, atau negara lain yang telah terdampak Covid-19, serta travel warning beberapa negara. Ditambah lagi debitur yang terkena dampak penurunan volume ekspor impor secara signifikan akibat keterkaitan rantai suplai dan perdagangan dengan Tiongkok ataupun negara lain yang telah terdampak virus corona. Termasuk pula di dalamnya, debitur yang terkena dampak terhambatnya proyek pembangunan infrastruktur karena terhentinya pasokan bahan baku, tenaga kerja, dan mesin dari Tiongkok atau pun negara lain yang telah terdampak virus corona.

Dengan adanya stimulus tersebut, penilaian kualitas kredit atau pembiayaan atau penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit sampai dengan Rp10 miliar. Restrukturisasi dengan peningkatan kualitas kredit atau pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi. Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan bank tanpa batasan plafon kredit. Dengan terbitnya POJK ini, ada kepastian bahwa pemberian stimulus sudah berlaku sejak 13 Maret 2020 sampai dengan 31 Maret 2021.

Ada beberapa skema restrukturisasi kredit atau pembiayaan yang dapat dilakukan, sebagaimana diatur POJK itu. Skema itu meliputi penilaian kualitas aset, perpanjangan jangka waktu kredit, perpanjangan masa tenggang, keringanan tarif bunga pinjaman dan atau provisi, serta penurunan suku bunga.

Tanggal 30 Maret 2020  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan sebanyak sembilan bank memberikan keringanan kredit bagi debitur terdampak Covid-19. Sembilan bank tersebut meliputi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT BRI (Persero) Tbk, PT BNI (Persero) Tbk, Panin Bank, PT Bank Permata Tbk, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk, Bank DBS, Bank Index, dan Bank Ganesha.

Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengimbau nasabah untuk mempercayai informasi resmi yang disampaikan pihak bank atau perusahaan pembiayaan (multifinance). "Jangan percaya info atau pengumuman hoaks yang beredar. Hubungi call center bank atau perusahaan pembiayaan Anda," kata juru bicara OJK melalui keterangannya, Senin (30/3/2020).

 Sehari sesudahnya, yaitu tanggal 31 Maret OJK kembali menayangkan 48 pengumuman bank yang melakukan restrukturisasi dan keringanan bagi debitur perbankan dan perusahaan pembiayaan yang terkena dampak Covid -19. Bank yang menerbitkan pengumuman dan dipajang di laman resmi OJK itu adalah:

  1. Bank Mandiri
  2. Bank BRI
  3. BNI
  4. Panin Bank
  5. BCA
  6. CIMB Niaga
  7. Permata Bank
  8. OCBC NISP
  9. Bank BTPN
  10. Bank DBS
  11. Bank Ganensha
  12. Nobu National Bank
  13. Bank Victoria
  14. Bank Sampoerna
  15. IBK Bank
  16. Bank Capital
  17. Bank Bukopin
  18. Bank Mega
  19. Bank Mayora
  20. UOB
  21. Bank Fama
  22. Bank Mayapada
  23. Bank Mandiri Taspen
  24. Bank Fesona Perdania
  25. Bank BKE
  26. BRI Agro
  27. Bank SBI Indonesia
  28. Bank Artha Graha Internasional
  29. Commonwealth Bank
  30. HSBC
  31. ICBC
  32. JP Morgan Chase Bank
  33. Bank OK Indonesia
  34. MNC Bank
  35. KEB Hana Bank
  36. Shinhan Bank
  37. Standard Chartered Bank
  38. Bank Of China
  39. Bank BNP Paribas Indonesia
  40. Bank Jasa Jakarta
  41. Bank Index
  42. Bank Artos
  43. Bank INA
  44. Bank Mestika Dharma
  45. Bank Mas
  46. CTBC bank
  47. Bank Sinarmas
  48. Bank Mayapada

Sementara itu, Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) juga akan melakukan relaksasi untuk pembayaran cicilan debitur terdampak langsung Covid-19. "Kami dari APPI bersama-sama dengan seluruh anggota perusahaan pembiayaan menawarkan restrukturisasi atau keringanan, kepada nasabah yang mengalami kesulitan keuangan sebagai akibat penyebaran virus corona," kata Ketua APPI Suwandi Wiratno dalam keterangan tertulis, Minggu (29/3/2020).

Dalam relaksasi kredit ini, APPI menawarkan sejumlah keringanan kepada nasabah. Ada beberapa cara perusahaan pembiayaan melakukan  restrukturisasi, antara lain, perpanjangan jangka waktu kredit, penundaan sebagian pembayaran, dan atau jenis keringanan lainnya yang ditawarkan oleh perusahaan pembiayaan.

Namun, Suwandi Wiratno  mengatakan, nasabah yang ingin mengajukan permohonan keringanan, harus memenuhi sejumlah syarat, antara lain, terkena dampak langsung Covid-19, nilai pembiayaan di bawah Rp10 Miliar. Restrukturisasi juga dimungkinkan bagi para pekerja sektor informal dan atau pengusaha UMKM, lalu tidak memiliki tunggakan sebelum 2 Maret 2020 atau pada saat Pemerintah RI mengumumkan virus corona di Indonesia. 

Syarat lainnya, yaitu saat ini sebagai pemegang unit kendaraan atau jaminan, dan juga kriteria lain yang ditetapkan oleh perusahaan pembiayaan. Ada pun pihak-pihak yang dipertimbangkan untuk diberikan kelonggaran ialah masyarakat dengan penghasilan rendah. Terutama, untuk masyarakat yang menggunakan fasilitas multifinance untuk kebutuhan produktif seperti nelayan dan ojek daring atau pekerja lepas harian yang pendapatannya tak menentu.

Suwandi berharap nasabah jangan salah menafsirkan kebijakan dan malah berbondong-bondong mengajukan pelonggaran cicilan pinjamannya. Kelonggaran ini hanya diberikan kepada masyarakat marjinal yang pendapatannya terganggu karena adanya virus corona.

Dari pantauan di media, ada sejumlah perusahaan multifinance dilaporkan siap mengikuti arahan OJK dan berkomitmen membantu masyarakat yang penghasilannya terdampak virus corona. Mereka adalah  Federal International Finance (FIF Group) yang merupakan anak usaha Grup Astra, Wahana Ottomitra Multiartha Tbk (WOM Finance),  Mandiri Tunas Finance, Grup Bank Mandiri,  Chandra Sakti Utama Leasing (CSUL Finance) yang merupakan Grup Trakindo dan Adhira Finance.

Kebijakan mereka tidak seragam. Ada yang berupa penurunan besaran angsuran, perpanjangan jangka waktu, dan penurunan suku bunga bagi konsumen. FIF Group juga memberi solusi lain sesuai peraturan berlaku dan ketentuan perusahaan. PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk (WOM Finance) (WOMF) memberi solusi berupa program keringanan angsuran dan perpanjangan waktu cicilan bagi konsumen.  Namun, pemenuhan kewajiban konsumen yang tak terdampak Covid-19 tetap berjalan sesuai perjanjian yang sudah disepakati.

PT Mandiri Tunas Finance, Grup Bank Mandiri akan memberikan keringanan kepada nasabah yang terdampak Covid-19 dalam bentuk penundaan pembayaran kewajiban. Restrukturisasi diberikan sesuai dengan kondisi serta jenis usahanya.

PT Chandra Sakti Utama Leasing (CSUL Finance), Grup Trakindo mengungkapkan, restrukturisasi atau keringanan pembiayaannya berupa tawaran perpanjangan jangka waktu, atau penundaan sebagian pembayaran. Perusahaan pembiayaan atau multifinance Grup Bank Mandiri, PT Mandiri Utama Finance (MUF) memberikan penangguhan pembayaran cicilan bagi nasabah yang berprofesi sebagai driver ojek online (ojol) atau pengemudi taksi online mulai Maret ini, seusai dengan arahan pemerintah. Sedangkan Adira Finance merespons secara resmi dan memberikan pengumaman secara jelas sesuai keputusan presiden dan arahan OJK (Otoritas Jasa Keuangan).

Jumlah pengemudi ojek online di Indonesia saat ini sekitar 2,5 juta orang. Adapun, simpatisan Garda mencapai 200 ribu mitra ojek online di seluruh Indonesia. Igun mengatakan, jumlah mitra pengemudi ojek daring di wilayah Jabodetabek saja bisa mencapai 50 persen dari total jumlah mitra di seluruh Indonesia. Artinya, untuk wilayah Jabodetabek saja dapat mencapai lebih dari 1,25 juta pengemudi.

Pada 12 November 2019 saja, jumlah unduhan Gojek Driver lebih dari 5 juta. Sementara itu, Gocar Driver lebih dari 1 juta unduhan. Sementara untuk aplikasi pengemudi bagi Grab Indonesia tidak dibedakan berdasarkan mitra ojol maupun taksi daring seperti yang dilakukan Gojek. Jumlah unduhan aplikasi Grab Driver pun lebih dari 10 juta kali. Atau setidaknya unduhan aplikasi Gojek dan Grab sudah menembus 16 juta kali atau setara 6,1 persen dari populasi jumlah penduduk Indonesia pada 2018 yang mencapai 258,7 juta jiwa.

 Perusahaan rintisan penyedia jasa ojol terus bertumbuh karena pasar Indonesia yang reseptif atau mudah menerima. Gojek dan Grab sebagai duopoli di pasar tanah air kini menyandang gelar sebagai ‘decacorn’. Artinya nilai valuasinya sudah mencapai USD10 miliar atau setara dengan Rp140 triliun.

Sementara itu, Kementerian Koperasi dan UKM melaporkan, dari sisi jumlah unit nya, UMKM ambil porsi 99,99% (62.9 juta unit) dari total keseluruhan pelaku usaha di Indonesia (2017). Proporsi usaha besar hanya 0,01% atau sekitar 5.400 unit. Usaha mikro menyerap sekitar 107,2 juta tenaga kerja (89,2%), usaha kecil 5,7 juta (4,74%), dan usaha menengah 3,73 juta (3,11%). Sementara itu, usaha besar menyerap sekitar 3,58 juta jiwa.

Secara keseluruhan, UMKM menyerap sekitar 97% tenaga kerja nasional, sementara usaha besar hanya menyerap sekitar 3% dari total tenaga kerja nasional. Dengan begitu, dari sisi serapan tenaga kerja, UMKM adalah pemain utama.

Ketua Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun mengatakan, realisasi kontribusi usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM) tahun 2018 yakni, 60,34 persen. Kontribusi ini meningkat sebesar 3,26 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Bahkan akan diprediksi meningkat 5 persen di tahun 2019. Sedangkan pada 2017, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mencatat kontribusi UMKM terhadap PDB sebesar 57,08 persen.

Pemerintah memahami sektor itu adalah penyangga ekonomi nasional. Oleh karena itu pemerintah merencanakan menaikkan penyediaan bagi KUR menjadi Rp190 triliun dengan peningkatan KUR Mikro dari Rp25 juta menjadi Rp50 juta per debitur.

Ketika kondisi perekonomian terpuruk, pemerintah punya kewajiban meringankan beban mereka, dengan memberikan relaksasi pajak juga pinjaman.


 

Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini