Baru berjalan dua pekan, Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet di Kemayoran, Jakarta, sudah melayani lebih dari 524 pasien rawat inap pada Senin (6/4/2020). Sesuai peruntukan, pasien datang dengan simptom yang khas, yakni demam, batuk, pilek, tenggorokan sakit, dan sebagian lagi ada keluhan sesak nafas. Para dokter akan memutuskan pasien harus menjalani rawat inap bila gejalanya mengindikasikan ke arah infeksi Covid-19 yang kini menjadi wabah global.
Mereka yang dirawat inap setidaknya menyandang status sebagai pasien dalam pengawasan (PDP). Perlu pemeriksaan swab, dahak dari tenggorokan, untuk memastikan positif atau negatif Covid-19. Diagnosisnya akurat karena dilakukan dengan cara molekuler. Jika ditemukan material genetik virus pada sampel dahak pasien, tak diragukan telah terjadi infeksi. Pasien masuk ke ruang isolasi rumah sakit (RS).
Ribuan ranjang pasien pun telah disiapkan di RS-RS darurat di berbagai tempat di pusat dan daerah. Salah satu piranti vital yang perlu berada di ruang isolasi adalah ventilator. Alat bantu pernafasan ini amat diperlukan oleh pasien yang mengalami gejala akut, yaitu sesak nafas yang berat. Koloni virus telah menyerang organ paru dan menimbulkan gangguan pernafasan. Pasien perlu ventilator.
Saat ini ventilator menjadi barang langka. Dengan harga antara USD25 ribu--USD50 ribu (sekitar Rp375 juta--Rp750 juta), ventilator dengan segala merek laris terjual seperti kacang goreng. RS-RS di New York, London, Paris, dan di banyak kota lainnya, berteriak kekurangan ventilator. Sejauh ini, di Indonesia belum terdengar adanya krisis. Tapi, ancang-ancang telah dilakukan Menteri Riset/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brojonegoro untuk memproduksi ventilator dalam jumlah besar di dalam negeri.
“Satu alat kesehatan lagi yang sangat krusial dalam penanganan Covid-19 adalah ventilator," ujar Bambang Brojo, dalam konferensi pers, secara live streaming di akun YouTube Kemenristek/BRIN, Senin (6/4/2020). Sejumlah prototipe telah dihasilkan tim peneliti lintas disiplin yang bekerja di bawah koordinasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Desain dasarnya diambil dari open source di Eropa, dengan penyesuaian di sana sini, antara lain, menyesuaikan dengan material yang tersedia di Indonesia. Kini piranti medis itu sedang disiapkan untuk menjalani uji coba.
Bambang yakin, piranti itu akan meraih sertifikat dari Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK), badan sertifikasi di bawah Kementerian Kesehatan. Jika semuanya lancar, dalam waktu dua pekan lagi, ventilator itu bisa diproduksi secara massal.
Secara nasional, di Indonesia hanya ada sekitar 8.400 unit ventilator yang tersebar di 2.870 rumah sakit. Jika wabah berjangkit berkepanjangan, diperkirakan akan ada kebutuhan sampai 70.000 unit ventilator. Kalau kelebihan, pasar ekspor terbuka lebar.
Meniupkan Oksigen
Kegunaan ventilator ini pada intinya ialah meniupkan udara ke paru pasien melalui pipa halus yang menyusup lewat kerongkongan, dan sekaligus mengisap keluar karbon dioksida (CO2) yang keluar dari paru. Organ paru itu sendiri pada dasarnya adalah jaringan berisi pembuluh kapiler yang pada ujungnya organ kecil berupa seperti balon yang disebut alveoli.
Ada dua set pembuluh darah di situ. Ada yang membawa darah kotor dari seluruh penjuru badan, dan melepaskan CO2 lewat alveoli, dan di saat yang bersamaan, alveoli menangkap oksigen baru untuk dibawa ke seluruh badan guna menggerakkan metabolisme. Dalam keadaan normal, sistem pernafasan manusia (juga mamalia) itu memasukkan udara segar pembawa oksigen melalui hidung ke paru, dan hidung juga menghembuskan CO2 yang dikeluarkan paru.
Pada pasien Covid-19 yang parah, organ paru itu diselimuti selaput lendir yang terbuat dari koloni virus. Kabut lendir seperti itu sering muncul pada penderita radang paru pneumonia (bronkhitis) akibat infeksi oleh antara lain bakteri Streptococcus pneumoniae. Dalam keadaan kronis, penderita akan merasa sesak nafas.
Pada kasus pasien Covid-19, gejala sesak nafas itu tak bisa dianggap enteng. Pada pasien yang punya bawaan penyakit gula, jantung, lever, ginjal, kekurangan oksigen itu bisa berakibat buruk, bahkan bisa mendatangkan efek kematian.
Ventilator menjadi solusinya. Tiupan udara yang digerakkan mesin itu bisa menyibak selaput virus dan membuka alveoli untuk bekerja. Ia menangkap oksigen, sekaligus menghembuskan CO2. Jadi, ventilator bekerja laiknya helaan nafas. Ada saatnya ia mempompakan udara, dan ada saatnya pula ia membuang gas residu dari paru. Pasien Covid-19 kadang memerlukan bantuan ventilator sampai 3 hingga 4 hari.
Didukung Industri Mobil
Para tangan terampil dari BPPT itu telah merancang ventilatornya dengan standar tinggi, sehingga mesin ini bisa memberikan irama yang paling nyaman dan aman buat pasien. Yang ditiupkan masuk ke paru adalah udara bersih yang komposisinya dibuat sealamiah mungkin, seperti yang tersedia di ruang terbuka. Di situ ada unsur hidrogen dengan kadar 78%, oksigen 20 persen, uap air, serta gas lainnya. Ada tangki udara bersih dengan tekanan cukup tinggi yang terkoneksi dengan ventilator.
Adalah kewenangan dokter untuk mengatur aliran udara ke paru. Dokter yang menentukan berapa tekanan udaranya. Bila diperlukan, dokter akan menambah konsentrasi oksigennya. Tangki oksigen juga ikut menyertai ke mana ventilator pergi. Pada mesin pernafasan itu juga terdapat modul khusus untuk mengatur kelembaban. Dokter akan mengatur semua sesuai kebutuhan pasien.
Tentu, produksi ventilator perlu presisi tinggi. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjanjikan bahwa industri otomotif di tanah air siap memproduksinya. Hal serupa dilakukan di AS, di mana industri otomotif digerakkan untuk memproduksi ventilator secara massal. Permintaan itu telah disampaikan Menteri Agus Gumiwang ke Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), dan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI). Keduanya siap, bahkan sudah pula mencari vendor untuk penyiapan komponen.
Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi menyatakan, pihaknya bisa cepat membangun rantai suply dan mengalihfungsikan sebagian mesinnya untuk produksi ventilator. Ia juga bisa memobilisasikan vendornya untuk memproduksi komponen. “Kami membutuhkan pendamping khususnya lembaga yang memiliki pengalaman dan keahlian dalam pembuatan ventilator,” ujarnya seperti dikutip pada laman berita Kementerian Perindustrian.
Gaikindo, menurut Yohannes Nangoi, hanya memerlukan cetak birunya dan spefisikasi bahan untuk semua bagian. Bila semua tersedia, Gaikindo, juga AISI, dapat mengerahkan semua vendor bekerja serentak, karena selama ini sudah bergerak bersama-sama dalam satu rantai panjang. Jadi, semua bisa dilakukan cepat. Jadi, urusannya kembali ke Agus Gumiwang dan Bambang Brojonegoro.
Penulis: Putut Tri Husodo
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini