Nusa Dua, InfoPublik - Menjadi Liaison Officer (LO) pada suatu kegiatan harus punya pribadi yang taktis dan adaptif. Hal ini dikarenakan seorang LO harus bisa menjadi jembatan komunikasi delegasi yang didampingi dengan negara tuan rumah penyelenggara.
Pertemuan Keempat Kelompok Kerja Ekonomi Digital G20 atau 4th Digital Economy Working Group (DEWG) Meeting G20 di Bali menjadi ajang bagi Muhammad Nur Pradana untuk mengasah kemampuan dan menerapkan disiplin ilmu hubungan internasonal yang dipelajarinya.
"Melalui ajang DEWG G20 membuat diri saya semakin berkembang dalam berkomunikasi. Itu penting dilatih untuk menunjang karir setelah saya lulus kuliah nanti," kata Pradana, yang menjadi Liaison Officer (LO) dalam 4th DEWG G20 di Bali, Rabu (31/8/2022).
Pradana menambahkan, melalui ajang tersebut dirinya mengaku mampu mengasah kemampuannya dalam berinteraksi dengan masyarakat internasional. Kemampuan bahasa Inggris dan cara berkomunikasinya juga jadi semakin baik. "Jadi semacam PKL (praktik kerja lapangan) buat saya," ujarnya.
Mahasiswa semester V jurusan Hubungan Internasional di Universitas Gadjah Mada ini mengaku bahwa menjadi LO itu ibarat jembatan komunikasi antara panitia dan delegasi. "Kalau panitia membutuhkan sesuatu dari delegasi kami sampaikan, begitu pula sebaliknya," kata Pradana.
Ia menuturkan, dengan menjadi LO banyak pengalaman yang didapat karena dirinya berinteraksi dengan delegasi dari berbagai negara. Kesempatan menjadi LO pun juga digunakannya untuk memperkenalkankultur Indonesia ke mancanegara.
"Saya sudah ikut tiga kali di DEWG, yakni di Jogja, Labuan Bajo, dan Bali. Setiap menjadi LO di tempat yang berbeda, saat itu pula ada hal baru yang saya dapat. Saya juga menggunakan kesempatan ini untuk memperkenalkan budaya Indonesia ke delegasi," imbuh Pradana.
Pada kesempatan tersebut ia sedikit menyinggung ekonomi digital dalam pandangannya. Ekonomi digital baginya adalah masa depan Indonesia. Ia pun mengimbau kepada para generasi seusianya untuk mempersiapkan diri dan terus mengasah kemampuan diri untuk menghadapi perkembangan teknologi dan informasi yang begitu pesat.
"Suka nggak suka kita nggak bisa nolak, 5-10 tahun lagi atau 20 tahun lagi itu semua sudah bergeser ke digital, baik itu dari perdagangan ataupun alat transaksi. Mau nggak mau kita harus adaptif nggak boleh tertutup, kalau nggak kita akan ketinggalan," tegas Pradana.
(Foto: Amiri Yandi/InfoPublik)