Jakarta, InfoPublik - Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin menyatakan, transisi energi tidak harus meniadakan batubara.
Dengan inovasi teknologi, emisi dari batubara bisa ditekan sehingga target Net Zero Emission atau Nol Emisi Karbon pada 2060 tetap bisa dicapai.
Hal tersebut disampaikan Ridwan dalam The 3rd Energy Transition Working Group Meeting - Parallel Event G20 Presidency of Indonesia, atau Pertemuan Ketiga Kelompok Kerja Transisi Energi yang mengangkat tema "The Role of Coal Industry Towards Energy Transition and Circular Economy", seperti dilansir laman Kementerian ESDM, Selasa (30/8/2022).
Transisi energi menjadi salah satu isu prioritas pada Presidensi G20 Indonesia 2022 dengan fokus utama terhadap akses, teknologi, dan pendanaan.
"Mari kita berpikir dengan cara yang lain. Kata kuncinya transisi energi berkelanjutan. Net Zero Emission pada 2060 itu yang menjadi skenario besar yang harus kita rumuskan dengan langkah tidak biasa-biasa saja. Kuncinya adalah inovasi," katanya.
Terkait inovasi, Ridwan menekankan pentingnya aspek keterjangkauan dan penguasaan teknologi.
Ridwan meminta hasil dari Talkshow ini benar-benar dijalankan agar industri batubara dapat mendukung transisi energi yang berkelanjutan.
"Saya mengharapkan diskusi hari ini menghasilkan sesuatu yang konkrit tidak hanya wacana kemudian harus kita tindak lanjuti. Saya menyarankan buatlah NZE versi industri batubara, jadi tidak semata-mata kurangi penggunaan batubara pakai yang lain, adakah cara lain menuju NZE dengan pendekatan yang lebih inovatif," jelas Ridwan.
Sementara itu, Direktur Utama PTBA Arsal Ismail mengatakan, selaras dengan visi PTBA menjadi perusahaan energi kelas dunia yang peduli lingkungan, perusahaan tengah memantapkan eksistensi dan bertransformasi menjadi perusahaan energi.
Menurut Arsal, transformasi ini tidak semata-mata dilakukan untuk menciptakan bisnis yang keberlanjutan, namun juga mendukung target pemerintah Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission pada 2060.
"Berbagai strategi transformasi bisnis telah kami terapkan seperti peningkatan portofolio pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan dan pengembangan hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME)," kata Arsal.
Dari sisi operasional pertambangan, Arsal menambahkan, terdapat dua program utama yang dijalankan yakni Eco Mechanized Mining dan E-Mining Reporting System.
Pada program Eco Mechanized Mining, perusahaan mengganti peralatan pertambangan yang menggunakan bahan bakar berbasis fosil menjadi elektrik.
Sementara pada program E-Mining Reporting System, Bukit Asam memanfaatkan platform pelaporan produksi secara real time dan online sehingga mampu meminimalisasi monitoring konvensional dengan kendaraan dan mengurangi penggunaan bahan bakar.
Tidak hanya itu, Bukit Asam juga gencar menerapkan program manajemen karbon, sebuah program integrasi untuk mengurangi emisi karbon dalam operasional pertambangan perusahaan. Beberapa usaha manajemen karbon yang dilakukan yakni reklamasi, dekarbonisasi operasional tambang, dan studi CCUS.
CCUS adalah kegiatan mengurangi emisi gas rumah kaca, meliputi pemisahan dan penangkapan emisi karbon, pengangkutan emisi karbon tertangkap ke tempat penyimpanan, pemanfaatan emisi karbon, dan penyimpanan ke zona target injeksi dengan aman dan permanen sesuai kaidah keteknikan yang baik.
Terkait dengan kajian CCUS ini, Bukit Asam juga sedang menggelar kompetisi teknologi dekarbonisasi yang menitikberatkan inovasi di bidang carbon reduction dan CCUS dengan tajuk Bukit Asam Innovation Award 2022 Greenovator Indonesia.
"Kompetisi tersebut kita harapkan dapat mendukung lahirnya inovasi-inovasi terkait teknologi dekarbonisasi di bidang pertambangan, khususnya batu bara," katanya.
Foto: esdm.go.id