Sejak dulu, fungsi keris agaknya lebih dari sekadar sebagai senjata tradisional. Dalam banyak kebudayaan keris ialah sumber inspirasi.
Terlebih semenjak memasuki sejarah perang kemerdekaan. Tak sedikit para pahlawan Indonesia selalu terlihat membawa keris. Bukan sebagai senjata taktis, melainkan lebih sebagai pengiring spiritual perjuangan mereka melawan kekuatan kolonialisme.
Sebutlah Tuanku Imam Bonjol dari Sumatra Barat di abad ke-19. Atau, masih di abad yang sama, Pangeran Diponegoro dari Jawa dan Sultan Hasanudin dari Sulawesi Selatan. Tak kecuali I Gusti Ketut Jelantik dari Bali, dan masih banyak lainnya.
Sementara, dari abad ke-20 yang paling tersohor ialah pemimpin legendaris, Jenderal Besar Soedirman. Bagi Bapak Tentara Indonesia yang berasal dari Banyumas ini tampak jelas keris bukanlah berfungsi sebagai senjata taktis, sekalipun sepanjang perang gerilya ia selalu nyengkelit keris di baju depannya.
Saking lekatnya Jenderal Besar Sudirman dengan keris, saat sebuah majalah mingguan bergengsi mengeluarkan edisi khusus berjudul “Soedirman Seorang Panglima, Seorang Martir” pada penghujung akhir 2012, kisah narasi keris pun jadi salah satu topik liputan.
Menariknya, tindakan heroik sepanjang perlawanan kemerdekaan telah menyebabkan keris menjadi simbol keberanian, kesatriaan, heroisme, dan patriotime. Adanya pengakuan itu setidaknya terlihat hampir semua simbol kabupaten di Jawa Tengah dan DIY bahkan secara resmi dibuat mengandung unsur keris pada logonya.
Ambil contoh, logo Kabupaten Pemalang, Tegal, Pekalongan, Batang, Banjarnegara, Magelang, Kudus, Pati, Sragen, Pati, dan Wonogiri. Tak kecuali juga logo Kota Madya Semarang dan Surakarta. Bicara logo Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tak ditemui keris sebagai usur simbolik pembentuk logo. Tapi di tingkat kota madya di bekas daerah vorstenlenden ini, juga dua kabupaten-nya yaitu Kabupaten Gunung Kidul dan Bantul, ditemui.
Di Provinsi Jawa Timur, nisbi sama. Sebutlah seumpama logo Kabupaten Madiun, Magetan, Blitar, Malang, dan Pasuruan. Namun tidak demikian pada Provinsi Jawa Barat. Andaipun di sana juga ditemukan senjata tradisional sebagai ikon simbolik pembentuk logo, fenomena yang terjadi bukan mengambil bentuk keris melainkan jenis kujang.
Sementara untuk pulau-pulau luar Jawa, setidaknya keris tampak menjadi unsur simbolik pembentuk logo dari beberapa daerah. Seperti di Provinsi Bali, pada ibu kota provinsi itu yaitu Kota Madya Denpasar, juga di Kabupaten Klungkung dan Badung, pun ditemui ikon keris sebagai bagian logo.
Lainnya, yaitu Provinsi Jambi, termasuk di sini Kota Madya Jambi dan Kota Sungai Penuh, juga Kabupaten Kerinci, Sarolangun, dan Bungo. Ikon keris sebagai unsur pembentuk logo pun ditemui Provinsi Riau, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Barat.
https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1544497566_LOGO_OK.JPG" style="height:600px; margin-left:10px; margin-right:10px; width:1000px" />
Bagaimana lekatnya keris pada masyarakat Indonesia bahkan tecermin pada beberapa logo institusi pendidikan. Setidaknya di Universitas Diponegoro dan Politeknik Negeri di Semarang, juga di Universitas Jambi di Provinsi Jambi, keris muncul sebagai unsur simbolik pembentuk logo. Bahkan di Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, keris bukan hanya menjadi logo tetapi juga sekaligus nama sebuah akademi keperawatan dan kebidanan: Keris Husada.
https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1544498292_Logo_Univ.JPG" style="height:322px; margin-left:10px; margin-right:10px; width:800px" />
Pun jikalau bicara institusi militer di Indonesia, keris juga menjadi unsur simbolik pembentuk sebuah logo. Fenomena ini muncul bukan saja pada institusi militer secara hirarkis, yaitu dari tingkat Kodam (Komando Daerah Militer) hingga Koramil (Komando Rayon Militer), tetapi juga muncul pada logo korps pasukan.
Sebutlah misalnya Kodam Diponegoro di Jawa Tengah. Atau pada tingkat Korem (Komando Resort Militer), fenomena ini setidaknya ditemui di Korem 022/Pantai Timur yang merupakan satuan teritorial di bawah Kodam I Bukit Barisan, Korem 142 Taroada Tarogau di bawah Kodam XIV Hasanuddin, atau Korem 074 Warastratama di bawah Kodam IV, Diponegoro. Masih dari Kodam IV, di tingkat paling bawah setidaknya ditemui pada Koramil 01/Boyolali.
Sementara, pada Korps Marinir (Kormar) yang terkenal memiliki slogan ‘Jalesu Bhumyamca Jayamahe’ yang artinya ‘Di Laut dan Darat Kita Jaya’, juga terlihat melekatkan keris sebagai salah satu unsur simbolik pada logo institusionalnya.
https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1544503091_Logo_Militer.JPG" style="height:279px; margin-left:10px; margin-right:10px; width:800px" />
Benar, bahwa senjata tradisional di Indonesia bukan hanya keris. Ada banyak ragam. Dan, seperti pada kasus di Provinsi Jawa Barat yang melekatkan ikon kujang, maka di daerah-daerah lain juga banyak ditemui senjata khas lokal setempat yang notabene ditempatkan menjadi unsur simbolik pembentuk logo mereka.
Apa yang penting dicatat di sini ialah adanya kecenderungan umum untuk melekatkan senjata tradisional sebagai unsur simbolik pembentuk logo di banyak daerah di Indonesia. Secara psiko-analisis, mungkin bisa dihipotesakan, fenomena ini dapat dibaca sebagai ekspresi bawah sadar perihal kuatnya naluri keperwiraan masyarakat Nusantara di masa lalu.
Naluri keperwiraan ini bukan tak mungkin mengemuka pada sifat berani, sikap kesatria, heroik, dan patriotisme sebagai karakteristik pembentuk masyarakat Indonesia modern kini. Hal yang setidaknya tercermin kuat pada elan perjuangan para pahlawan Indonesia ketika melawan dominasi kekuatan kolonialisme di masa lalu. (W-1)