Indonesia.go.id - Ayo, Berbisnis Anggrek Indonesia!

Ayo, Berbisnis Anggrek Indonesia!

  • Administrator
  • Rabu, 31 Juli 2019 | 02:01 WIB
BUDIDAYA
  Taman Anggrek Ragunan. Foto: Net

Bibit botolan dipasarkan oleh para penyilang yang sekaligus sebagai produsen ke masyarakat petani lain yang akan memproduksi tanaman remaja, dewasa, dan tanaman berbunga. Bunga-potong segmentasi pasarnya ditujukan kepada para florist dan dekorator, sedangkan tanaman berbunga segmen pasarnya untuk hotel dan restoran.

Agribisnis tanaman hias juga sering disebut agribisnis florikultura merupakan sebuah aktivitas bisnis terkait bunga-bungaan. Produsen florikultura terbesar di dunia, terutama bunga mawar, salah satunya ialah Belanda. Negara-negara lain yang berperan penting di sektor ini, antara lain Kolumbia, Italia, Israel, Spanyol, Kenya, dan Taiwan. Untuk kawasan Asia Tenggara, beberapa negara produsen florikultura yang perlu diperhitungkan ialah Thailand dan Malaysia.

Bicara prospek agribisnis tanaman hias, khususnya tanaman anggrek, Indonesia memiliki potensi untuk tumbuh dan jauh berkembang. Dari segi kapasitas produksi, Indonesia terlihat masih jauh untuk bisa mencukupi permintaan pasar. Baik itu pasar domestik maupun manca. Toh demikian, adanya tren kenaikan dari tahun ke tahun setidaknya bisa dilihat dari publikasi Outlook Anggrek 2015, yang dikeluarkan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.

Bicara perkembangan luas panen di sepanjang periode tahun 1997 – 2015, Outlook Anggrek 2015 mencatat, adanya peningkatan rata-rata sebesar 3,95 persen. Sementara itu, kapasitas produksi anggrek di sepanjang 1997--2014 juga cenderung naik, rata-rata pertumbuhannya ialah 10,67 persen. Jika produksi anggrek pada 1997 barulah sebesar 6,50 juta tangkai, maka pada 2014 jumlah produksinya telah mencapai 19,74 juta tangkai.

Potret di tahun-tahun berikut tak jauh berbeda. Tren kenaikan masih muncul menyertai sektor budidaya anggrek ini. Merujuk Statistik Tanaman Hias Indonesia 2016 yang dikeluarkan BPS, misalnya, terlihat terjadi kenaikan produksi cukup signifikan pada 2015. Mencapai 21,51 juta tangkai. Tapi di tahun berikutnya, 2016, produktivitas kembali turun ke angka 19,97 juta tangkai. Pada 2017, BPS kembali mencatat kenaikan produksi anggrek menjadi 20,04 juta tangkai.

Dari rangkaian data tahunan di atas, terlihat jelas tanaman anggrek sebagai sektor agrobisnis florikultura memperlihatkan prospek sangat menarik. Merujuk Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun 2017, selama enam tahun terakhir trend sektor florikultura khususnya bunga potong telah menempatkan anggrek di posisi urutan keempat. Urutan pertama ditempati oleh bunga krisan, kemudian disusul mawar dan sedap malam.

Merujuk data Kementerian Pertanian (2015), kapasitas produksi komoditas anggrek sebesar 19,73 juta tangkai atau masih sekitar 1,01 persen dari total produksi bunga potong nasional. Sumber ini juga menyebutkan, sentra produksi anggrek di Indonesia masih didominasi oleh Pulau Jawa. Kapasitas produksinya tercatat sebesar 16,69 juta tangkai atau sekitar 84,56 persen dari total produksi nasional.

https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1564582457_Anggrek_Indonesia_(2).jpg" style="height:380px; width:570px" />

Taman Anggrek Ragunan. Foto: Net

Provinsi Banten merupakan penghasil terbesar, memiliki kapasitas produksi sebesar 7,40 juta tangkai atau sekitar 37,53 persen. Barulah kemudian diikuti oleh Jawa Barat dan Jawa Timur. Sedangkan luar Pulau Jawa, tercatat ditempati oleh Bali dengan produksi sebesar 1,19 juta tangkai atau sekitar 6,03 persen dari total produksi nasional.

Bicara bentuk permintaan atas komoditi anggrek juga beragam. Mulai dari bentuk bibit botolan, kompot, seedling, tanaman ramaja dan dewasa, hingga permintaan dalam bentuk tanaman berbunga dan bunga-potong. Adanya keragaman bentuk permintaan ini mengisyaratkan adanya segmentasi kebutuhan pasar yang beragam juga.

Bibit botolan dipasarkan oleh para penyilang yang sekaligus sebagai produsen, ke masyarakat petani lain yang akan memproduksi tanaman remaja, dewasa, dan tanaman berbunga. Bunga-potong segmentasi pasarnya ditujukan kepada para florist dan dekorator, sedangkan tanaman berbunga segmen pasarnya untuk hotel dan restoran.

Merujuk penelitian Donny Aswinta Oki Putra (2018) dalam Analisis Usahatani Tanaman Anggrek (dendrobium) di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor, disebutkan beberapa jenis tanaman anggrek relatif dominan dikembangkan untuk pasar tujuan domestik maupun ekspor, antara lain, Cattleya Lisa annx Lucky Strike dan Temanggung Beauty Brasco Pacto Cattleya; Phalaenopsis, berbagai silangan dengan warna ungu kehitaman dan stripe; Doritaenopsis; Meltonia sp dan Odontoglatum; serta Dendrobium.

Potret Pasar

Bicara serapan pasar dalam negeri, yang terbesar adalah Provinsi DKI Jakarta. Ibu Kota negara ini diestimasi menyerap hampir 70 persen dari total produksi nasional dalam bentuk bunga-potong. Selebihnya ialah kota-kota besar seperti Bali, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Medan. Bicara kebutuhan dalam negeri saja, hingga kini belum terpenuhi. Merujuk perkiraan Ayup S Parnata dalam bukunya Panduan Budidaya dan Perawatan Anggrek (2007), permintaan untuk pasar DKI Jakarta saja yang belum terpenuhi bisa mencapai hingga 30--45 persen.

Bicara pasar ekspor, bentuk kebutuhannya tentu juga berbeda. Kembali menyimak Outlook Anggrek 2015, selama periode tahun 2000-2014 ekspor anggrek sebagian besar dalam bentuk tanaman. Rata-rata kontribusi ekspor dalam bentuk tanaman mencapai sebesar 70,94 persen, sementara sisanya ialah berbentuk bibit sebesar 29,06 persen.

Sayangnya, nilai komoditas anggrek di dunia internasional cenderung berfluktuasi. Di sepanjang periode 2000--2014, harga rata-rata ekspor anggrek berkisar USD6,33 perkilo untuk bibit dan USD5,56 perkilo untuk tanaman. Lebih jauh soal fluktuasi harga di pasar internasional silakan disimak tabel ini:

Masih merujuk sumber yang sama, pada 2007 ekspor anggrek yang dominan ditujukan ke negara Jepang. Nilai ekspor ke negeri Sakura ini mencapai USD263,04 ribu atau 41,15 persen dari total ekspor. Negara tujuan ekspor berikutnya adalah Australia, mencapai sebesar USD177,80 ribu atau 27,82 persen dari total ekspor. Kemudian negara Singapore dengan nilai ekspor sebesar USD137,02 ribu atau 21,44 persen. Berikutnya ialah Taiwan, Uni Emerat Arab, Gatar, Malaysia, dan Thailand dengan realisasi ekspor di bawah USD54 ribu.

Untuk realisasi ekspor di tahun 2014, negara-negara tujuan ekspor ternyata tidak jauh berbeda dengan potret tahun 2007, antara lain yaitu:

Namun demikian memasuki tahun 2015--2017, merujuk data BPS, terlihat posisi negara tujuan ekspor anggrek terbesar mulai bergeser dari Jepang ke Singapura.

https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1564583017_Anggrek_Indonesia_(3).jpg" style="height:432px; width:648px" />Taman Anggrek Ragunan. Foto: Net

Bagaimana potret income di tingkat petani? Kembali merujuk penelitian Putra (2018) di atas, potret income yang diterima petani anggrek jenis dendrobium di Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, setidaknya bisa jadi ilustrasi. Di sini cukuplah sebagai contoh diambil petani kategori kecil saja, yaitu mereka yang hanya mampu membudidayakan 3.000—7.500 tanaman anggrek.

Suatu usaha tani akan dikatakan menguntungkan jika selisih antara penerimaan dengan pengeluarannya bernilai positif. Riset lapangan ini memberikan perincian sebagai berikut: membagi komponen pembiayaan usaha tani ke dalam dua kategori, yaitu ‘Biaya Tunai’ dan ‘Biaya Diperhitungkan’. Biaya tunai terdiri dari pupuk, insektisida, fungisida, pot ukuran 18 cm, pot ukuran 8 cm, dan tenaga kerja luar keluarga. Sedangkan ‘Biaya Diperhitungkan’ terdiri dari bibit, media tanam, penyusutan screen house, penyusutan alat, sewa lahan, dan tenaga kerja dalam keluarga. Total pengeluaran sebagai modal ialah berkisar Rp63.777.039,90

Anggrek jenis ini umumnya dijual dalam bentuk bunga-potong saat panjang tangkainya sudah mencapai 30-40 cm, di mana 75-80 persen bunga dalam satu tangkainya telah mekar. Lazimnnya selama satu tahun terjadi kombinasi antara harga tinggi yaitu Rp140.000 per ikat anggrek selama 5 bulan, dan harga normal yaitu Rp95.000 per ikat selama 7 bulan. Total penerimaan petani selama satu tahun ialah Rp65.926.900,00.

Angka yang dihasilkan ialah Rp2.149.860,10. Ini memiliki arti, bahwa setiap Rp1,00 biaya tunai dan biaya total yang dikeluarkan oleh petani anggrek maka akan memberikan penerimaan sebesar Rp1,91 jika dibandingkan pada komponen Biaya Tunai dan Rp1,03 pada Biaya Total.

Keuntungan memang jadi sangat kecil sekiranya yang ditanam sangat sedikit. Jelas 3.000--7.500 tanaman belumlah angka ideal untuk melakukan budidaya anggrek. Namun karena proses budidaya anggrek tidak jarang benihnya telah disiapkan mandiri, juga tenaga kerja dalam keluarga tidak serta-merta dianggap biaya, tanah milik sendiri, pun pelbagai biaya variabel lain kebetulan tidak dibayarkan tunai saat itu, maka ketika hasil analisis imbangan antara penerimaan dan biaya sudah lebih dari angka 1 praktis usaha budidaya tersebut telah dianggap menguntungkan. (W-1)