Indonesia.go.id - Level PPKM Naik, Gerak Kelompok Rentan Dibatasi

Level PPKM Naik, Gerak Kelompok Rentan Dibatasi

  • Administrator
  • Senin, 7 Februari 2022 | 15:31 WIB
COVID-19
  Petugas kesehatan memeriksa kesehatan warga calon penerima vaksin COVID-19 dosis ketiga saat vaksinasi booster COVID-19 di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, Selasa (25/1/2022).  Antara Foto/ Muhammad Adimaja
Status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jabodetabek, Bali, DIY, dan Bandung Kota naik ke level 3. Kebijakan pengetatan lebih difokuskan pada kelompok rentan, seperti lansia, komorbid, dan yang belum divaksin.

Angka penularanan corona di tanah air terus mengalami kenaikan. Pada Minggu (6/2/2022) pemerintah melaporkan ada 36.057 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir. Penambahan kasus baru tersebut terjadi di 34 provinsi. Dengan demikian, total kasus Covid-19 di Indonesia sejak penemuan kasus awal pada 2 Maret 2020 lalu telah mencapai 4.516.480 kasus.

Berdasarkan data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, penambahan kasus tertinggi hari ini terjadi di DKI Jakarta dengan 15.825 kasus. Posisi berikutnya adalah Jawa Barat dengan 7.603 kasus, Banten 4.649 kasus, dan Jawa Timur 2.218 kasus. Sementara itu, terdapat penambahan harian sebanyak 57 kasus kematian akibat Covid-19.

Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam jumpa pers, Senin (7/2/2022), menyampaikan tren kenaikan Covid-19 di Indonesia meningkat sangat pesat. Namun, secara dampak terhadap rumah sakit dan kematian masih jauh lebih kecil dibandingkan pada gelombang sebelumnya yang disebabkan varian Delta.

Pada kesempatan itu, Menko Luhut juga menyampaikan, keputusan pemerintah untuk menaikkan level PPKM di sejumlah daerah. "Berdasarkan level asesmen saat ini, kami sampaikan bahwa aglomerasi Jabodetabek, DIY, Bali, Bandung Raya akan ke level 3. Namun hal itu terjadi bukan akibat tingginya kasus. Saya ulangi, bukan akibat tingginya kasus. Melainkan, karena rendahnya tracing," ujar Menko Luhut.

Khusus untuk Bali, Menko Luhut mengatakan, kenaikan PPKM ke level 3, salah satunya karena ada angka rawat inap yang meningkat. Selain itu, Menko Luhut mengungkapkan, pengetatan yang dilakukan di sejumlah daerah tersebut juga akan dilakukan lebih terarah pada kelompok masyarakat tertentu, yang agak berbeda sifatnya dengan yang dilakukan di saat varian Delta merebak.

Secara khusus, menurut Menko Luhut, pengetatan akan menyasar kelompok rentan, lansia, komorbid, dan mereka yang belum menerima vaksin. "Pemerintah akan mengambil kebijakan pengetatan lebih terarah untuk kelompok rentan seperti lansia, kelompok komorbid dan yang belum divaksin. Jadi pengetatan PPKM akan berbeda dengan varian Delta," tutur Luhut Binsar Pandjaitan selaku Koordinator PPKM Jawa-Bali, dalam siaran langsung YouTube Sekretariat Presiden.

Luhut juga mengumumkan penyesuaian daftar pembatasan terbaru PPKM Level 3, sebagaimana yang akan dituangkan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri). "Industri orientasi ekspor dan domestik dapat terus beroperasi 100 persen, minimal 75% karyawan dosis kedua vaksinnya dan menggunakan PeduliLindungi," ujar Menko Luhut.

Lalu, Luhut mengungkapkan, supermarket dapat beroperasi hingga pukul 21.00 dan maksimal kapasitas pengunjung 60%. Sementara itu, pasar raya dapat beroperasi hingga pukul 20.00 dengan maksimal kapasitas pengunjung 60%.

"Mal dibuka sampai pukul 21.00 maksimal 60% pengunjung, bagi anak kurang dari 12 tahun minimal vaksin dosis pertama. Tempat bermain anak dan tempat hiburan dapat dibuka maksimal 35% dan wajib bukti vaksinasi anak di bawah 12 tahun," jelas Luhut.

Sementara warung tegal (warteg) dan lapak jajan dapat beroperasi sampai pukul 21.00 dengan kapasitas pengunjung maksimal 60%. Begitu pula restoran dan kafe. "Untuk bioskop tetap kita buka dengan anak di bawah 12 tahun diperbolehkan masuk tapi harus sudah menerima dosis pertama," terang Luhut.

Kemudian, tempat ibadah kapasitas maksimal 50% dan kegiatan seni budaya 25%. "Jadi semua akan kita lihat terus minggu ini, kalau minggu ini bagus, minggu depan akan dilonggarkan, karena kami tidak ingin juga (masyarakat) ketakutan dan ekonomi kita terganggu," imbuhnya

 

Isoter untuk OTG-Gejala Ringan

Pada kesempatan itu, Menko Luhut juga menyampaikan permintaan agar pasien Corona dengan gejala ringan atau yang tanpa gejala tidak berupaya untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit. Dia mengimbau, penderita Covid-19 dengan kondisi serupa itu untuk menjalani isolasi di tempat isolasi terpusat (isoter).

"Mengaktifkan fasilitas isolasi terpusat untuk merawat pasien OTG dan gejala ringan sehingga tidak membebani rumah sakit," ucap Menko Luhut.

Menko Luhut menjelaskan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang telah memberi arahan agar rumah sakit hanya digunakan untuk merawat pasien corona dengan gejala sedang, berat, dan kritis. Arahan itu, sambung dia, disampaikan Jokowi setelah diskusi mendalam dengan para ahli.

"Sesuai arahan Presiden, hanya gejala sedang, berat dan kritis yang masuk rumah sakit," tuturnya.

Kendati begitu, Menko Luhut mengatakan, pemerintah telah menyiapkan tempat tidur di rumah sakit untuk menghadapi lonjakan kasus corona. Dia juga menyebut, jumlah tempat tidur yang disediakan sama seperti saat gelombang Corona akibat varian Delta tahun lalu.

Pemerintah, menurut Menko Luhut, juga mendorong penggunaan fasilitas telemedisin secara masif untuk menyediakan obat-obatan untuk masyarakat yang bergejala. Sementara itu, ihwal keterisian rumah sakit sejauh ini, Menkes Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, secara nasional angkanya berada di 18 ribu dari total 120 ribu kapasitas untuk Covid-19. "Rumah sakit kita sekarang terisi 18.966. Kapasitas total rumah sakit kita 400 ribu, yang disiapkan untuk Covid-19 sebanyak 120 ribu, jadi dari 120 ribu terisi per kemarin 18.966," ujarnya.

Dari 18.966 pasien yang sudah dirawat di rumah sakit, Menkes Budi merincikan, baru 15.292 yang terkonfirmasi positif corona. Sisanya masih dinyatakan sebagai kasus probable. Kemudian dari 15 ribu kasus yang terkonfirmasi corona, 10 ribu pasien di antaranya tanpa gejala atau bergejala ringan. Sehingga, Budi menilai keterisian pasien corona di RS masih sangat rendah.

"Angka dari 15 ribu, balik lagi kapasitas Covid-nya 120 ribu, itu 10 ribu masih OTG tanpa gejala dan ringan jadi ke depannya kalau kita lebih efisien dengan cara yang OTG dan ringan itu bisa isoman atau terpusat sebenarnya keterisian rumah sakit kita itu masih sangat rendah," kata Budi.

 

Vaksinasi dan Kematian

Angka kematian akibat paparan Covid-19 di Indonesia pernah menyentuh puncak tertinggi di dunia pada saat gelombang Delta menyergap. Itulah sebabnya, pemantauan terhadap angka kematian menjadi sangat penting.

Pada kesempatan itu, Menko Luhut menjelaskan, sejak varian Omicron merebak di Januari 2022, ada sebanyak 356 pasien yang meninggal dunia. Di antara pasien yang meninggal dunia tersebut, tercatat sebanyak 44 persen adalah lansia dan 42 persen adalah mereka yang memiliki penyakit penyerta (komorbiditas).

Kendati begitu, Luhut menegaskan, ternyata persentase terbesar pasien yang meninggal dunia adalah mereka yang belum menjalani vaksinasi corona secara lengkap. Menko Luhut mengingatkan, pentingnya vaksinasi demi mengurangi risiko keparahan.

"Mayoritas para pasien yang dirawat gejala berat, kritis, dan meninggal adalah dunia para lansia. Jadi saya mohon yang lansia, kalau Anda belum vaksin, cepat-cepat vaksin," ujar Luhut.

Oleh karena itu, Menko Luhut mengatakan, pemerintah akan menerbitkan kebijakan proteksi terhadap kelompok rentan, termasuk lansia yang belum divaksin. “Pemerintah mendorong percepatan vaksinasi untuk lansia, terutama vaksinasi kedua, dan kelompok rentan lain. Lalu, penyediaan vaksin booster yang cukup untuk semua penduduk,” katanya.

 

Penulis: Ratna Nuraini
Redaktur: Elvira Inda Sari