Dalam satu dekade terakhir, tren investasi sektor manufaktur terus naik, melampaui angka Rp565 triliun.
Untuk urusan investasi, Indonesia terbukti masih jadi incaran para investor global. Mereka tidak sungkan menanamkan dana perluasan usaha di sektor industri. Hal ini terbukti dari realisasi investasi yang terus meningkat dalam satu dasawarsa terakhir.
“Selama periode 2014--2023, realisasi investasi di sektor industri pengolahan nonmigas cenderung fluktuatif dengan tren peningkatan. Artinya, para investor masih melihat Indonesia sebagai lokasi yang sangat menarik dan menguntungkan untuk bisnisnya,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Rabu (14/2/2024).
Membandingkan kondisi 2014 dengan 2023, terlihat lonjakan tajam pada nilai investasi sektor industri pengolahan nonmigas, yaitu dari Rp186,79 triliun (tahun 2014) naik menjadi Rp565,25 triliun (2023). Secara kumulatif, merujuk catatan Kementerian Perindustrian, realisasi investasi di sektor industri pengolahan nonmigas selama 10 tahun (periode 2014-2023) sebesar Rp3.031,85 triliun.
Bahkan, dalam kondisi pandemi Covid-19, para investor masih memiliki kepercayaan yang tinggi untuk merealisasikan investasinya di Indonesia. Terbukti, pada tahun 2019 sampai 2023, nilai investasi di sektor industri manufaktur juga mengalami peningkatan yang signifikan.
Investasi di sektor industri pada tahun 2019 sebesar Rp213,44 triliun, naik menjadi Rp259,28 triliun di tahun 2020, naik lagi sebesar Rp307,58 triliun di tahun 2022, dan melonjak hingga Rp457,60 pada triliun tahun 2022.
Dari sisi pertumbuhan, selama periode 2014-2023, investasi yang mengalami kenaikan secara meroket adalah dari tahun 2021 ke 2023 mencapai 48,77 persen. Kemudian disusul pada tahun 2015-2016, yang tumbuh hingga 39,18 persen, dan tahun 2014-2015 melesat sebesar 24,22 persen.
Hilirisasi SDA
Mencermati data yang ada, Menperin pun optimistis. Menurutnya, peningkatan investasi di sektor industri manufaktur memiliki kolerasi dengan kebijakan pemerintah dalam memacu hilirisasi sumber daya alam, khususnya sektor pertambangan. Artinya, pemerintah sangat konsisten sekali bahwa realisasi investasi tidak hanya didorong oleh sektor jasa, melainkan juga karena prospek membangun industri hilirnya, sehingga dapat memperdalam struktur manufaktur kita agar bisa lebih berdaya saing.
Menperin juga menekankan, pemerintah bertekad untuk terus mendorong hilirisasi industri yang akan berkontribusi signifikan terhadap pemasukan negara melalui pajak ekspor, royalti, pendapatan negara bukan pajak (PNBP), dan dividen.
“Seperti yang Bapak Presiden Jokowi sering kali sampaikan, hilirisasi industri menjadi prioritas nomor satu. Sebagai gambaran, saat masih diekspor dalam bentuk bahan mentah, kontribusi komoditas nikel nilainya sekitar Rp15 triliun dalam setahun. Setelah masuk ke industrialisasi, nilainya melompat tajam menjadi USD20,9 miliar atau setara Rp360 triliun,” paparnya.
Agus menambahkan, peningkatan realisasi investasi di sektor industri memberikan dampak yang luas bagi perekonomian nasional, termasuk dalam penambahan jumlah tenaga kerja. Pada periode tahun 2014--2023, capaian jumlah tenaga kerja di sektor industri pengolahan nonmigas cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2014, jumlah tenaga kerja di sektor industri manufaktur sebanyak 15,62 juta orang, dan naik menjadi 19,29 juta orang pada Agustus 2023. “Kecuali pada 2020, karena terjadi pandemi Covid-19, jumlah tenaga kerja terdampak mengalami penurunan. Namun, setelah pandemi berakhir, kinerja industri kembali berhasil bangkit dan terus tumbuh setiap tahunnya, sehingga jumlah penyerapan tenaga kerja juga ikut naik,” pungkas Menperin Agus.
Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari