Indonesia.go.id - Momentum Ramadan Pacu Pertumbuhan Ekonomi

Momentum Ramadan Pacu Pertumbuhan Ekonomi

  • Administrator
  • Senin, 25 Maret 2024 | 13:30 WIB
PEREKONOMIAN
  Pedagang melayani pembeli makanan untuk buka puasa (takjil) di Pasar Takjil Ramadan, Kota Ternate, Maluku Utara. Saat Ramadan kebutuhan konsumen menguat akan menyumbang 50 persen lebih pada PDB. ANTARA FOTO/ Andri Saputra
Ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi enam bulan ke depan terpantau meningkat.

Masyarakat kini sedang melaksanakan ibadah Ramadan. Momentum Ramadan seperti biasanya mendongkrak konsumsi yang ujungnya memacu pertumbuhan ekonomi.

Sejumlah kalangan pun menilai, Indonesia masih memiliki peluang untuk tumbuh di atas level 5 persen seiring dengan masih tetap kuatnya konsumsi, terutama pada kuartal pertama 2024 dengan adanya momentum Ramadan. Indikator itu terlihat dari hasil survei Bank Indonesia (BI) yang dirilis Rabu (13/3/2024). Menurut survei itu, ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi enam bulan ke depan terpantau meningkat.

Deputi Gubernur Bidang Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono mengemukakan, Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Februari 2024 yang berada dalam zona optimistis sebesar 135,3 lebih tinggi dibandingkan dengan 134,5 pada Januari 2024.

Meningkatnya IEK didorong oleh peningkatan ekspektasi terhadap penghasilan yakni 138,6 dan ketersediaan lapangan kerja 137,0 pada Februari 2024. Nilai ini meningkat dari 134,8 dan 133,7 pada Januari 2024.

Di sisi lain, ekspektasi terhadap kegiatan usaha berada dalam zona optimis sebesar 130,3. Secara spasial, sebagian besar kota Survei Konsumen (SK) mencatat peningkatan IEK. Terbesar di Kota Palembang sebesar 7,9 poin, disusul Denpasar 6,3 poin dan Bandung 5,3 poin.

"Sebagian kota lainnya mencatat penurunan IEK, terutama di Kota Banjarmasin 9,9 poin, Bandar Lampung 6,3 poin dan Surabaya 4,7 poin," tulis BI dalam surveinya.

Dari sisi ekspektasi konsumen terhadap penghasilan ke depan, juga mengalami peningkatan pada seluruh tingkat pengeluaran. Terutama pada responden dengan pengeluaran Rp1 juta - Rp2 juta. Peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok usia 31-40 tahun.

Begitu juga dengan prakiraan konsumen terhadap ketersediaan lapangan kerja pada enam bulan mendatang terpantau tetap berada pada area optimis dan meningkat pada sebagian tingkat pendidikan.

Berdasarkan kelompok usia, peningkatan Indeks Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja terutama terjadi pada kelompok usia 31-40 tahun. "Di sisi lain, ekspektasi konsumen terhadap perkembangan kegiatan usaha ke depan terpantau berada dalam zona optimis pada seluruh tingkat pengeluaran dan usia responden," tutur Erwin.

Dalam satu kesempatan, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyampaikan bahwa IKK yang berada di atas 100 mengindikasikan masyarakat tetap optimistis terhadap kondisi ekonomi dan kegiatan konsumsi akan terus berlanjut.

Berdasarkan sejumlah indikator itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih memiliki peluang untuk tumbuh di atas level 5 persen sejalan dengan konsumsi yang tetap kuat, terutama pada kuartal pertama 2024 terdapat momentum Ramadan.

“Maret 2024 sudah memasuki Ramadan di mana biasanya secara musiman konsumsi akan menguat sehingga akan menopang konsumsi rumah tangga yang menyumbang 50 persen lebih pada PDB,” ujarnya.

Di sisi lain, Josua mengatakan, IKK Februari 2024 yang cenderung menurun, terutama disebabkan oleh penurunan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) menjadi 110,9, perlu diantisipasi.

Ini penyebabnya IKE tercatat turun pada seluruh indeks, di antaranya indeks penghasilan saat ini, indeks ketersediaan lapangan kerja, dan indeks pembelian barang tahan lama.

Kondisi ini, menurutnya, dipengaruhi oleh faktor inflasi pangan yang terus meningkat. Selain itu, kenaikan gaji yang lebih rendah dari inflasi pangan dan adanya penerapan pajak penghasilan baru, yaitu tarif efektif rata-rata (TER) PPh 21 menyebabkan penghasilan terasa berkurang. 

“Berkurangnya pembelian durable goods yang merupakan jenis barang sekunder dan tersier juga wajar karena pangan merupakan barang primer yang jika harganya naik maka konsumen akan mengorbankan pembelian barang jenis lainnya,” jelas Josua.

Dia menilai, pemerintah harus segera menurunkan inflasi pangan. Pasalnya, jika inflasi pangan tidak terkendali, konsumsi sekunder dan tersier masyarakat bisa jadi terganggu pada momentum Ramadan dan Lebaran 2024.

Tidak dipungkiri tetap kuatnya konsumsi masyarakat tidak terlepas dari fundamental perekonomian Indonesia yang tetap kuat dan stabil, terutama pada kuartal pertama 2024 yang mendapatkan momentum dari adanya Ramadan.

Kondisi itu juga tidak terlepas dengan kondisi kuartal sebelumnya, kuartal IV-2023 yang tetap mencatatkan pertumbuhan yang kuat sebesar 5,04 persen (yoy) pada triwulan IV-2023 dan 5,05 persen untuk keseluruhan tahun 2023.

Indikator di atas itu sejalan dengan sinyalemen yang pernah disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, beberapa waktu lalu. Itu tak lepas dari kemampuan pemerintah yang tetap menjaga daya beli masyarakat.

Alhamdulillah meski pada 2023 pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan melambat signifikan, ekonomi Indonesia mencatatkan konsistensi tren pertumbuhan yang sangat baik, ditopang oleh aktivitas permintaan domestik yang masih kuat, khususnya aktivitas konsumsi dan investasi,” ujar Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.

Sepanjang kuartal IV-2023, konsumsi masyarakat sebagai kontributor utama perekonomian tumbuh 4,47 persen, atau tumbuh 4,82 persen sepanjang tahun 2023. Harapannya, sejumlah indikator yang positif terutama di bulan suci Ramadan terus berlanjut dan memberikan sinyal positif bagi perekonomian Indonesia ke depannya.

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Elvira Inda Sari