Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berencana mengembangkan teknologi reaktor nuklir skala kecil atau small modular reactor yang lebih praktis dan bisa dibangun secara merata di berbagai wilayah Indonesia.
Minat Indonesia terhadap penggunaan tenaga nuklir sudah lama terdengar. Bahkan, Presiden RI Soekarno pun sudah pernah menyuarakannya. Ketika itu, pada era 1950-an, Bung Karno sudah menyatakan keinginannya bangsa ini bisa menguasai tenaga nuklir.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pun mencatat ada 28 wilayah potensial di Indonesia yang bisa menjadi lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Potensi terbanyak disebutkan kebanyakan berada di Kalimantan, salah satunya di Bengkayang, Kalimantan Barat,
Dalam konteks bauran energi, menurut laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), realisasi bauran energi primer yang berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT), mencapai 13,1 persen atau 238,1 juta barel setara minyak (MBOE) pada 2023.
Di sisi lain, beban pemerintah untuk memenuhi target bauran EBT tidak ringan. Pada 2025, bauran EBT diharapkan mencapai 23 persen pada 2025. Butuh strategi khusus untuk mencapainya
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengakui, capaian bauran EBT 2023 itu meningkat walaupun belum signifikan. Dalam rangka itu, Arifin menjelaskan diperlukan upaya strategis untuk mencapai target 23 persen.
Di antaranya, pelaksanaan pembangunan EBT sesuai dengan yang telah direncanakan dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL), dengan target terpasang 10,6 GW pada 2025. Dalam mendukung bauran energi, Dewan Energi Nasional (DEN) telah menyusun sejumlah regulasi dan kebijakan energi dalam mendukung transisi energi. Targetnya regulasi baru tuntas Juni 2024
DEN tengah menyelesaikan pembaruan Peraturan Pemerintah nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), yang menyesuaikan perubahan lingkungan strategis, selaras dengan komitmen perubahan iklim dan mengakomodasi transisi energi menuju net zero emission (NZE) 2060.
Dalam RPP KEN ini, bauran EBT ditingkatkan hingga mencapai sekitar 70 persen pada 2060. Nuklir yang semula merupakan pilihan terakhir menjadi setara dengan EBT lainnya. Beberapa energi baru seperti hidrogen dan amonia juga masuk dalam RPP KEN tersebut.
Pemerintah berencana merevisi target bauran EBT. Target yang seharusnya tercapai 23 persen pada 2025, menjadi 19--21 persen pada 2030. Perubahan ini tercakup dalam RPP KEN. Dalam RPP KEN tersebut, peta jalan transisi energi menargetkan bauran energi primer mencapai 19--21 persen pada 2030. Kemudian naik 25--26 persen pada 2030, 38--41 persen pada 2040, dan 70--72 persen EBT tahun 2060.
Khusus penggunaan PLTN, pemerintah menargetkan beroperasi pada 2032, alias delapan tahun dari sekarang. Hal tersebut tertuang dalam peta jalan transisi energi dalam draf revisi RPP KEN. PLTN itu diproyeksikan berkapasitas 250 megawatt (MW). Terlepas belum jelasnya nasib PLTN ke depannya, diskusi penggunaan tenaga nuklir mulai ada kemajuan. Inisatif itu datang dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang berencana mengembangkan teknologi reaktor nuklir skala kecil atau small modular reactor yang lebih praktis dan bisa dibangun secara merata di berbagai wilayah Indonesia.
Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir BRIN Rohadi Awaludin mengatakan, reaktor mini berukuran di bawah 300 megawatt dan berbentuk modular, sehingga bisa diproduksi lebih cepat dan fleksibel dalam pemasangan. "Karena Indonesia berbentuk kepulauan, jadi kami bisa memasang small modular reactor di beberapa titik ditambah dengan power plant yang besar,” ujarnya dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Kamis (7/3/2024).
Rohadi menuturkan bahwa BRIN memiliki dua peran dalam mendorong perkembangan teknologi nuklir. Yakni, BRIN mendukung dan mendorong agar PLTN atau reaktor komersial dibangun oleh badan usaha atau entitas bisnis. “Kalau yang nonkomersial itu BRIN dapat melakukan sendiri tentunya juga bersama dengan mitra. Komersial dan nonkomersial kami himpun di sini,” ujarnya.
Lembaga itu juga mendorong perguruan tinggi, seperti ITB, melahirkan sumber daya manusia baru di bidang kenukliran agar semakin produktif.
Rohadi memandang jumlah mitra yang bertambah dari dalam maupun luar negeri dapat menguatkan riset serta perkembangan teknologi energi nuklir di Indonesia.
BRIN pun membuka peluang tersebut dalam melancarkan program terkait reaktor nuklir. Kepala Pusat Riset Teknologi Reaktor Nuklir BRIN Topan Setiadipura menambahkan bahwa BRIN mencoba mengembangkan reaktor modular kecil dengan reaktor suhu tinggi berpendingin gas atau high temperature gas-cool reactor (HTGR).
HTGR merupakan salah satu jenis reaktor generasi keempat yang memiliki banyak keunggulan dibanding reaktor generasi ketiga. Selain dinilai lebih baik dari segi keamanan, reaktor jenis itu juga menghasilkan panas yang bisa digunakan di industri seperti untuk produksi gas hidrogen. "Dalam diskusi kami sepakat dalam waktu dekat akan menguji light water reactor. Namun, tetap kami pada tahap selanjutnya akan menguji coba HTGR," kata Topan.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari